Oleh: Rokhmat S Labib, M.E.I.
Orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, Allah menghapus perbuatan-perbuatan mereka. Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah) dan mengerjakan amal-amal yang shalih serta beriman (pula) kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang hak dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka (TQS Muhammad [47]: 1-2).
Dua ayat ini merupakan ayat pertama dalam QS Muhammad. Surat tersebut dinamakan surat Muhammad, diambil dari salah satu lafadz dalam ayat kedua. Dikatakan al-Qurthubi, al-Syaukani, dan al-Alusi, ayat ini juga disebut dengan surat al-Qitâl (Perang). Menurut sebagian besar ulama, surat ini tergolong sebagai Madaniyyah tanpa terkecuali.
Dalam ayat pertama dan kedua ini, Allah SWT menerangkan tentang dua keadaan dua golongan manusia yang bertolak belakang: kaum kafir dan kaum Mukmin.
Kaum Kafir: Dihapuskan Amalnya
Allah SWT berfirman: al-Ladzîna kafarû wa shaddû ‘an sabîlil-Lâh (orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi [manusia] dari jalan Allah). Ayat ini memberitakan tentang orang yang memiliki dua sifat. Pertama, al-ladzîna kafarû. Diterangkan Ibnu Katsir, mereka adalah orang-orang mengingkari ayat-ayat Allah.
Dalam ayat ini tidak disebutkan obyek yang diingkari. Itu menunjukkan kemutlakannya. Artinya, mengingkari perkara yang wajib untuk diimani, baik sebagian maupun keseluruhan. Selain mengingkari Allah SWT dan ayat-ayat-Nya, maka mengingkari malaikat, kitab-kitab-Nya, para nabi dan rasul, hari Kiamat, dan perkara keimanan lainnya termasuk dalam cakupan orang-orang yang ingkar.
Kedua, shaddû ‘an sabîlil-Lâh (dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah). Kata al-shadd bisa bermakna inhirâf ‘an al-syay` wa [i]mtinâ’[an] (berpaling dari sesuatu dan menolak tegas). Bisa juga berarti sharf[an[ wa man’[an] (mengalihkan dan menghalangi). Demikian menurut al-Asfahani. Sedangkan sabîlil-Lâh, menurut al-Syaukani, al-Thabari, dan para mufassir lainnya adalah din Islam. Dengan demikian, sebagaimana dikatakan al-Thabari, di samping mereka mengingkari tauhid dan menyembah selain-Nya, mereka juga menghalangi orang yang ingin beribadah kepada-Nya, membenarkan tauhid, membenarkan Nabi Muhammad SAW dari orang-orang yang menginginkan Islam dan membenarkannya.
Mereka yang menggabungkan dua sifat tersebut diancam dengan firman-Nya: Adhalla a’mâlahum (Allah menghapus perbuatan-perbuatan mereka). Menurut al-Asfahani, kata al-dhalâl berarti al-‘udûl ‘an al-tharîq al-mustaqîm (menyimpang dari jalan yang lurus). Dikatakan al-Thabari, Allah menjadikan amal mereka tersesat tanpa petunjuk dan bimbingan karena amal mereka di jalan setan dan tidak berada dalam jalan yang lurus.
Sebagian lainnya memaknai al-idlâl di sini sebagai al-ibthâl (membatalkan, menggagalkan). Diterangkan Ibnu Katsir, pengertian frasa ayat ini adalah: Dia membatalkan dan melenyapkan amal mereka, dan tidak memberikan balasan dan pahala kepada mereka atas amalan itu. Ini sebagaimana firman Alah SWT: Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan (TQS al-Furqan [25]: 23).
Menurut al-Dhahhak, sebagaimana dikutip al-Syaukani, adhalla a’mâlahum, berarti membatalkan atau menggagalkan tipu daya dan makar mereka terhadap Nabi SAW dan menjadikannya bencana atas mereka karena kekufuran mereka.
Beriman dan Beramal Shalih: Dihapuskan Kesalahannya
Kemudian Allah SWT berfirman: wa al-ladzîna âmanû wa ‘amilû al-shâlihât (dan orang-orang yang beriman [kepada Allah] dan mengerjakan amal-amal yang shalih). Mereka adalah orang-orang yang mengimani semua perkara yang diwajibkan untuk diimani. Keimanan itu pun diwujudkan dalam bentuk amal perbuatan, yakni dengan mengerjakan amal shalih. Dijelaskan al-Qurthubi, al-shâlihât adalah seluruh amal yang diridhai Allah SWT. Ibnu Jarir menerangkannya, “Mereka mengerjakan ketaatan kepada-Nya, dan mengikuti perintah dan laramngan-Nya. Dengan kata lain, mereka menjalankan syariah yang diturunkan-Nya secara keseluruhan.
Allah SWT berfirman: wa âmanû bimâ nuzzila ‘alâ Muhammad[in] (serta beriman (pula) kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad). Frasa ini merupakan ‘athf khâshsh ‘alâ ‘âmm (menambahkan yang khusus atas yang umum). Menurut al-Syaukani, penyebutan secara khusus tersebut menunjukkan mulia dan tingginya kedudukan risalah untuk Nabi SAW. Ditegaskan Ibnu Katsir, ini menjadi dalil bahwa perkara tersebut (yakni mengimani apa yang diturunkan kepada Rasulullah SAW) merupakan syarat absahnya iman setelah diutusnya beliau.
Kemudian Allah SWT berfirman: wa huwa al-haqq min Rabbihim (dan itulah yang hak dari Tuhan mereka). Ini merupakan jumlah i’tirâdhiyyah (kalimat sisipan). Menurut al-Syaukani, pengertian al-haqq di sini adalah menasakh (membatalkan berlakunya) risalah sebelumnya.
Balasan terhadap mereka disebutkan dalam firman Allah SWT selanjutnya: kuffar ‘anhum say`âtihim (Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka). Diterangkan al-Asfahani, pengertian al-kufr secara bahasa adalah satr al-syay` (menutupi sesuatu). Sehingga ayat ini, bermakna satruhâ bi al-îmân wa al-‘amal al-shâlih (menutupinya dengan keimanan dan amal shalih). Artinya, melenyapkan kesalahan-kesalahan itu dan tidak menghukumnya.
Allah SWT berfirman: wa aslaha bâlahum (dan memperbaiki keadaan mereka). Kata al-bâl berarti al-hâl (keadaan). Dikatakan al-Alusi, keadaan mereka diperbaiki di dunia dengan al-tawfîq wa al-ta`yîd (keberhasilan dan pengokohan). Dijelaskan al-Thabari, Dia memperbaiki urusan dan keadaan mereka di dunia di hadapan para kekasih-Nya, dan di akhirat Allah berikan mereka kenikmatan abadi dan selama-lamanya di surga-Nya .
Itulah balasan yang akan didapatkan oleh dua golongan manusia yang berbeda tersebut. Mereka menempuh jalan yang kontradiksi, maka hasilnya pun bertolak belakang. Sesungguhnya nasib mereka ditentukan oleh piihan dan usaha mereka sendiri. Hal ini ditegaskan Allah SWT dalam ayat berikutnya: Yang demikian adalah karena sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang batil dan sesungguhnya orang-orang yang beriman mengikuti yang hak dari Tuhan mereka. Demikianlah Allah membuat untuk manusia perbandingan-perbandingan bagi mereka (QS Muhammad [47]: 3).
Semua sudah jelas. Tinggal kita memilih jalan mana yang kita tempuh. Jalan yang menjerumuskan kepada kesengsaraan atau jalan yang mengantarkan kepada kebahagiaan. Semoga kita tidak salah jalan. Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb.
Ikhtisar:
- Orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dihapuskan amal mereka
- Orang-orang yang beriman dan beramal shalih ditutupi kesalahan dan diperbaiki keadaan mereka.
Sumber: Tabloid Mediaumat edisi 116