Pekan Kondom Nasional, Bukti Negara Sponsori Seks Bebas

Menanggapi kampanye dan pembagian kondom gratis yang dilakukan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) bersama DKT Indonesia dan Kementrian Kesehatan, Ketua DPD 2 HTI Kota Bogor menyatakan, bahwa apa yang menjadi program pemerintah tersebut bukan menyelesaikan masalah, justru akan memperkeruh masalah.

“Data dari Dinkes Kota Bogor tercatat pengindap HIV/AIDS sebanyak 2.015 orang. Itu yang terdata resmi. Padahal kita tahu, bahwa ini adalah fenomena gunung es. Fakta di lapangan bisa jadi 5 bahkan 10 kali lipatnya. Dan menurut data dari Dinkes, separuh dari penderita AIDS tertular akibat dari perilaku seks bebas,” terang Gus Uwik, kepada bogorplus.com, disela-sela aksi simpatik dalam rangka hari AIDS Internasional yang digelar oleh HTI DPD 2 Kota Bogor.

Lebih lanjut tokoh muda Bogor ini mengkritisi kebijakan pemerintah dengan pekan kondomisasi tersebut sebagai program yang tidak tepat sasaran, bahkan cenderung sesat dan menyesatkan.

Menkes bergumentasi kalau satu-satunya cara untuk mencegah penularan AIDS karena seks bebas adalah dengan menggunakan kondom dari laki-laki yang beresiko kepada perempuan pekerja seks maupun istrinya.

“Kampanye penggunaan kondom untuk pelaku seks beresiko oleh pemerintah bisa dibaca ‘Silahkan Melakukan Seks Beresiko Asal Pakai Kondom’. Inikan sama halnya pemerintah mempersilahkan dan melegalkan seks bebas atau zina itu sendiri. Atau dengan kata lain Pemerintah mensponsori seks bebas,” jelasnya lagi.

Lebih lanjut, tokoh Islam yang peduli pada permasalahan umat ini menjelaskan, bahwa kondom tidak mampu menangkal virus HIV/AIDS. Pada konferensi AIDS se-dunia di Chiangmai, Thailand 1995 diumumkan hasil penelitian ilmiah, bahwa kondom tidak dapat mencegah penularan HIV/AIDS. Sebab ukuran pori-pori kondom jauh lebih besar dari ukuran virus HIV/AIDS.

“Ukuran pori-pori kondom sebesar 1/60 mikron dalam kondisi normal dan membesar menjadi 1/6 mikron saat dipakai. Sedangkan ukuran virus HIV hanya 1/250 mikron. Jelas virus HIV sangat mudah bebas keluar masuk melalui pori-pori kondom. Maka, ketika pemerintah mengatakan kondomisasi dapat menangkal penularan virus HIV/AIDS itu jelas program menyesatkan dan membodohi masyarakat,” tegasnya.

Dalam pandangan Islam, lanjut Gus Uwik, hanya membenarkan hubungan seks dengan suami/isteri yang sah. Inilah perilaku seks yang aman. Perilaku seks yang aman adalah menjauhi seks bebas. Safe sex is no free sex.

Pertanyaannya adalah, mungkinkah akan berjangkit penyakit kelamin, kehamilan di luar nikah dan aborsi akibat hamil di luar nikah, bila zina tidak dibiarkan? Pastinya tidak.

Seandainya masyarakat hidup dalam tatanan sosial yang benar, pria dan wanita tidak bercampur dan tidak bergaul bebas, saling menghormati, free-sex dianggap sebagai penyakit sosial, niscaya masyarakat akan hidup tenang. Berbagai penyakit menular seksual juga tidak akan mewabah.

Namun bila tatanan sosial sudah rusak, dimana pria dan wanita dibiarkan bergaul bebas tanpa batas, perzinahan dianggap perkara lumrah, maka berbagai bencana penyakit akan melanda.

“Kita telah diingatkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Beliau bersabda : “Tidaklah tampak perzinaan pada suatu kaum sehingga mereka berani terang-terangan melakukannya, melainkan akan menyebar di tengah mereka penyakit tha’un dan penyakit-penyakit yang belum pernah menimpa umat-umat yang telah lalu”. Jadi AIDS adalah bentuk penyakit yang muncul akibat melanggar peringatan dari Islam,” tegasnya.

Karena itu, untuk memberantas HIV/AIDS seharusnya yang dilakukan adalah tindakan pencegahan (preventif) atas perilaku seks bebas dan tindakan kuratif untuk memberantas yang sudah ada. Karena seks bebas itulah akar masalah dari penyebaran berbagai penyakit kelamin.

Semua itu hanya bisa dilakukan secara sistematis melalui penerapan sistem Islam dengan syariahnya. Islam mewajibkan negara menanamkan keimanan dan membina ketakwaan dan rasa takut terhadap azab Allah dalam diri masyarakat. Kepada masyarakat harus ditanamkan kejinya perbuatan zina dan besarnya azab Allah kepada para pelakunya. Juga harus dipahamkan, zina dan seks bebas merusak tatanan masyarakat dan menghancurkan nilai-nilai keluarga.

Preventif dilakukan secara sistematis dan multi dimensi. Faktor ekonomi diselesaikan melalui sistem ekonomi Islam yang mendistribusikan kekayaan secara adil dan merata. Sistem pendidikan berbasis akidah Islamiyah membentuk pribadi Islami.

Sistem pergaulan Islam menjauhkan faktor-faktor pemicu kearah pergaulan bebas. Rasa keadilan terutama bagi korban kejahatan seksual dijamin melalui Sistem Uqubat Islam.

Pintu pernikahan pun dipermudah termasuk bagi kaum muda. Pendek kata, penerapan sistem Islam akan sanggup meminimalkan seminimal mungkin faktor penyebab seks bebas.

“Jika dengan semua itu masih juga ada yang melanggar, maka tindakan kuratif harus diterapkan. Bagi yang terkena HIV/AIDS karena mereka minum-minuman keras, homo seksual dan zina maka wajib dijatuhi sanksi seusai kemaksiatan. Sanksi yang dilakukan yang membuat jera pelaku dan menimbulkan efek gentar bagi publik sehingga tidak berani melakukannya. Pelaku zina, jika belum menikah (ghayr muhshan) harus dijilid seratus kali jilid. Sementara yang sudah pernah menikah (muhshan) harus dirajam hingga mati. Pelaku homoseksual dijatuhi hukuman mati, subyek dan obyeknya, jika melakukannya sama sama rela. Sementara pengguna narkoba dijatuhi sanksi ta’zir yang jenis dan kadar sanksinya diserahkan kepada ijtihad khalifah atau qadhi sesuai koridor syariah,” jelasnya lagi. (bogorplus.com, 3/12/2013)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*