Oleh : Adi Victoria
Penulis Buku & Aktivis Hizbut Tahrir Indonesia Kota Samarinda
Tepat 01 Desember 2013 kemarin, sebagai peringatan Hari AIDS Sedunia, Menkes RI yakni Dr. Nafsiyah Mboi membuat sebuah program bertajuk “Pekan Kondom Nasional”.
Pekan, artinya 7 hari,maka selama 7 hari, sejak 1 Desember akan ada pembagian kondom secara gratis di beberapa tempat. Tujuan dari kegiatan ini untuk mengurangi penularan kasus HIV/AIDS di Indonesia. Menurutnya, Kemenkes punya kewajiban untuk mengurangi penularan HIV. Pada perilaku seks berisiko, penularan HIV bisa dicegah dengan menggunakan kondom. Tentunya, menghindari perilaku seks berisiko jauh lebih dianjurkan.
Kondomisasi ini sendiri dilakukan setelah mereka berkesimpulan bahwa fakta tentang penularan virus HIV AIDS naik menjadi 60%, sedangkan penularan melalui jarum suntik menurun.
Kalau kita perhatikan, sesungguhnya program Pekan Kondom Nasional itu sendiri merupakan penerapan kebijakan yang mengaplikasikan program ABDC oleh UNAIDS (United Nation Acquired Immune Deficiency Syndrome) dan WHO melalui PBB. Ringkasnya, A=Abstinence alias jangan berhubungan seks; B=Be faithfull alias setialah pada pasangan, C=Condom alias pakailah kondom, atau D=no use Drugs atau hindari obat-obatan narkotika.
Program ABCD sebenarnya cukup bagus, namun itu secara teori, kalau secara praktek maka akan sulit. Kenapa?
Karena, pertama, program A, alias Abstinence alias jangan berhubungan seks, itu hanya sebuah himbauan yang sifatnya adalah nasihat. Bukan sebuah peringatan yang disertai dengan adanya sanksi kepada pihak yang melanggar peringatan tersebut.
Kedua, program B, alias Be faithfull alias setialah pada pasangan, maka ini multi tafsir. Apakah yang dimaksud itu adalah setia pada pasangan yang halal (suami-isteri) atau bisa juga setia pada pasangan yang tidak halal, yang artinya mereka bisa disebut pasangan yang berzina. Sedangkan zina adalah salah satu penyebab terjadinya penyakit-penyakit yang mengerikan.
Dalam riwayat Ibnu Majah dan al-Hakim dan riwayat ini shahih dengan salah satu lafadz, Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam bersabda :’ “Tidaklah perzinahan tampak pada sebuah kaum hingga mereka melakukannya secara terang-terangan, kecuali penyakit-penyakit yang belum pernah ada pada para pendahulu mereka yang telah lalu akan mewabah pada mereka”
Sesuatu yang diberitakan oleh Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam telah tampak pada masa ini. Ini memberikan bukti bagi dunia bahwa ajaran Islam adalah yang terbaik bagi manusia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah pengidap penyakit kencing nanah (Gonorrhea) setiap tahunnya lebih dari 250 juta orang. Sebagaimana diperkirakan jumlah pengidap penyakit spilis setiap tahunnya mencapai 50 juta orang. Majalah Amerika, The Times tanggal 4 juli 1983 menyebutkan 20 juta warga Amerika mengidap penyakit Herpes, dan mengumumkan bahwa di Afrika saja 30 juta orang mati setiap tahun dengan sebab penyakit AIDS yang muncul akibat hubungan seks bebas (zina). Di samping itu juga muncul penyakit-penyakit lain yang bermacam-macam akibat tersebarnya perzinahan.
Ketiga, program C alias alias pakailah kondom. Ini sama artinya mengatakan “silahkan anda berzina, asal pakai kondom”. Apalagi ketika kondom tersebut dibagikan secara gratis, serta di tempat-tempat yang menyuburkan perzinahan seperti di tempat pelacuran, Hotel, dan tempat hiburan yang sarat akan terjadinya perilaku seks. Maka apa namanya kalau membagikan kondom secara gratis bukan mau menyuburkan seks?
Selain itu, banyak penelitian menunjukkan bahwa kondom tidak efektif untuk mencegah penularan virus HIV AIDS. Pada Konferensi AIDS se-Dunia di Chiangmai, Thailand tahun 1995, diumumkan hasil penelitian ilmiah, bahwa kondom tidak dapat mencegah penularan HIV/AIDS . Sebab ukuran pori-pori kondom jauh lebih besar dari ukuran virus HIV. Ukuran pori-pori kondom sebesar 1/60 mikron dalam kondisi normal dan membesar menjadi 1/6 mikron saat dipakai. Sedangkan ukuran virus HIV hanya 1/250 mikron. Jelas virus HIV sangat mudah bebas keluar masuk melalui pori-pori kondom. Maka, jika dikatakan kondomisasi dapat menangkal penularan virus HIV/AIDS, itu jelas menyesatkan dan membodohi masyarakat.
Kondom juga tidak ampuh menangkal penyakit lainnya. Dr. Ricki Pollycove, pakar kesehatan dari California Pacific Medical Center San Francisco, mengatakan bahwa didapatkan sejumlah temuan, kondom tidak bisa mencegah penyakit herpes. Sejumlah orang tetap terinfeksi herpes meski mereka sudah menggunakan kondom dengan benar (sfgate.com, 21/1/2013).
Apalagi, peluang terjadinya cacat pada kondom yang beredar tetap ada. Di AS saja, 2 dari 100 kondom ditemukan rusak.
Keempat, program D alias no use Drugs atau hindari obat-obatan narkotika. Untuk mencegah penggunaan narkoba, para pecandunya diberi solusi dengan substitusi metadon. Metadon adalah turunan dari narkoba (morfin, heroin dkk) yang mempunyai efek adiktif (nyandu) dan menyebabkan “loss control” (tidak mampu mengendalikan diri). Dengan dalih agar tidak menggunakan narkoba suntik metadon pun ditempuh karena metadon melalui mulut. Padahal, “loss control” dapat menyebabkan perilaku seks bebas sebagai transmisi utama penularan virus HIV/AIDS.
Lebih ironis lagi adalah legalisasi penggunaan jarum suntik pada pecandu narkoba, dengan dalih agar tidak terjadi penggunaan jarum suntik secara bersama-sama. Padahal, langkah ini justru akan melestarikan penggunaan narkoba suntik. Siapa yang bisa menjamin jarum suntik akan digunakan sendiri? Sebab, fakta menunjukkan pengguna narkoba biasanya hidup berkelompok.
5 why? Atau Analisis Lima Mengapa
Analisis 5 mengapa adalah teknik tanya-jawab sederhana untuk menyelidiki hubungan sebab akibat yang menjadi akar dari suatu permasalahan. Teknik ini biasanya digunakan untuk menemukan root cause atau akar penyebab kenapa masalah itu terjadi. Saya melihat, sepertinya 5 why ini bisa diterapkan terhadap masalah penyebaran virus HIV AIDS.
Dimulai dengan pertanyaan kenapa terjadi penyakit AIDS? Jawabannya karena adanya virus HIV.
Kenapa virus HIV bisa ada? Yakni karena terjadi perilaku seks yang menyimpang (zina)
Kenapa Zina terjadi? Jawabannya karena adanya pemahaman kebebasan melakukan hubungan seks, asal suka sama suka.
Kenapa bisa terjadi adegan seks suka sama suka? Jawabannya karena ada kebebasan yang menjamin itu, yakni ide demokrasi yang memberikan pemahaman kebebasan berperilaku salah satunya adalah melakukan perbuatan zina asal suka sama suka.
Maka jelas penyebabnya adalah karena adanya perbuatan zina itu sendiri. Maka sebenarnya cara yang harus dilakukan adalah mencabut akar persoalan, yakni perbuatan zina itu sendiri, bukan malah mencari solusi yang lain.
Tapi karena negara ini mengadopsi ideologi Kapitalisme yang berbasis pada aqidah sekulerisme maka akan sulit untuk mengambil solusi tersebut. Ini dikarenakan demokrasi yang menjadi penyebab munculnya ide kebebasan tersebut merupakan anak kandung dari sekulerisme itu sendiri.
Setiap individu berhak dan bebas melakukannya dengan siapa saja, asalkan atas dasar suka sama suka. Negara tidak boleh campur tangan kecuali ada pihak yang merasa terganggu dan dirugikan. Selama itu tidak ada, seks bebas tidak boleh dilarang. Bahkan, jika dianggap bermanfaat secara ekonomi, seks bisa menjadi komoditas yang bernilai komersial. Dan tentu hal ini juga akan mendongkrak penjualan kondom.
Jadi, karena seks bebas tidak boleh dilarang, maka yang dilakukan adalah meminimalisir risiko. Pilihannya, yaitu, kampanyekan kondom. Inilah solusi sekulerisme-kapitalisme.
Program Pekan Kondom Nasional tidak akan efektif untuk mencegah atau menanggulangi penyebaran virus HIV dan penyakit AIDS, namun malah akan mengundang adzab dari Allah SWT.
Dalam hadits riwayat Al Thabarani dan AlHakim, disebutkan: Apabila zina dan riba telah terang-terangan dilakukan di suatu negeri, maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan diri mereka dari azab Allah.
Solusi Islam
Islam adalah agama yang sempurna. Kesempurnaan Islam adalah sebagai sistem juga sebagai sumber hukum. Salah satunya adalah bagaimana Islam menyelesaikan masalah penularan virus HIV AIDS itu sendiri.
Maka pertama adalah membuat sebuah sistem agar perzinaan tersebut tidak terjadi. Yakni dengan menutup semua sarana yang bisa menghantarkan kepada perzinaan itu sendiri, seperti larangan khalwat, ikhtilath, kewajiban menutup aurat bagi muslimah yang sudah baligh. Dimana jika larangan tersebut di langgar maka mereka akan mendapatkan sanksi yang tegas. Sehingga bisa membuat efek jera.
Kedua, penanganan kepada orang yang sudah tertular. Maka hal ini dilihat dari dua segi. Pertama, jika si penderita tertular karena kemaksiatannya, semisal berzina, dan statusnya adalah muhsan (sudah menikah) maka ia akan dihukum mati. Kedua, adapun jika yang tertular adalah berstatus ghairu muhsan (belum menikah) maka setelah di cambuk 100 kali maka akan dikarantina. Apakah ini diskriminasi? Tidak!. Tindakan ini dilakukan untuk menyetop perluasan penyebaran virus HIV itu sendiri.
Dalam hadits riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim dan An-Nasa’i, Rasulullah SAW memerintahkan apabila ada sebuah daerah terserang wabah thâ’ûn, orang yang berada di luar daerah itu tidak boleh masuk. Sebaliknya, orang yang ada di dalamnya tidak boleh keluar. Ini bukan untuk mendiskriminasi atau mengisolasi, namun mencegah agar penyakit menular itu tidak menyebar luas.
Dan tentu hal ini akan bisa dilakukan efektif jika negara yang melakukannya, bukan masyarakat yang tergabung ke dalam kelompok, apalagi hanya individu saja.
Dari masalah ini saja, kita bisa melihat betapa urgent-nya sistem Islam yakni Khilafah untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Karena ketiadaan Khilafah, sulit atau boleh dibilang mustahil dapat menerapkan syariat Islam secara kaffah. Wallahu a’lam[].