Islam, Solusi Tuntas Masalah Rumah Tangga

Oleh: Wiwing Noer Aini

Berbeda pendapat antara suami dan istri adalah hal yang biasa. Tak ada keluarga atau rumah tangga  yang tak pernah mengalami konflik.  Rumah tangga tanpa masalah adalah ibarat sayur tanpa garam, tentu terasa hambar. Tapi apa yang terjadi jika konflik tak kunjung usai, bahkan menjadi konsumsi media?  Ambil contoh  Ayu Ting Ting. Dalam beberapa minggu belakangan, nama seleb satu ini banyak disebut media. Kasus rumah tangganya menjadi salah satu  ‘trending topic’, yang entah sampai kapan berakhirnya. Tak hanya dia, para seleb lainnya pun sering mengalami hal yang sama.

Sebenarnya,  tak ada orang yang  suka masalah rumah tangganya diumbar media. Pasti ada pihak yang merasa dilecehkan, direndahkan, diejek, dicaci  dan lain-lain. Tetapi apa mau dikata, fakta berbicara lain. Penerapan  system kapitalisme dengan ide materialismenya di negeri ini, telah  menjadikan masyarakat kehilangan ukuran kebahagiaan hakikinya sehingga menjadikan materi sebagai satu-satunya nilai yang harus diperjuangkan. Kesusahan atau kesedihan  para ‘public figure’,  menjadi berita hiburan yang disukai dan  menjadi mesin pencetak uang bagi para pebisnis media.  Masalah rumah tangga yang awalnya kecil pun akhirnya menjadi besar, konflik  berlarut larut dan tak kunjung selesai. Bagaimana pandangan Islam dalam masalah ini?

Keluarga Bahagia Bukan Keluarga Tanpa Masalah

Sebagaimana keluarga muslim pada umumnya,  keluarga nabi Muhammad SAW  juga tak luput dari permasalahan. Imam muslim meriwayatkan di dalam shahihnya tentang Umar  ra  yang mendapati  Rasul SAW sedang duduk dikelilingi istri-istrinya yang tampak masygul dan diam membisu. Umar kemudian bergumam “aku akan mengatakan sesuatu yang dapat membuat Nabi SAW tertawa”. Ia kemudian berkata “Wahai Rasulullah, seandainya engkau melihat binti Kharijah (istri Umar ,pen) meminta belanja kepadaku, aku akan bangkit menghampirinya dan akan aku rengkuh lehernya (untuk meredam kemarahannya,pen)”. Seketika, Rasulullah SAW pun tertawa seraya bersabda “Mereka (yakni istri-istri Nabi SAW) ini sekarang berada di selilingku, juga sedang meminta uang belanja”

Gambaran keluarga Nabi SAW di atas  adalah bukti bahwa keluarga bahagia bukan berarti keluarga tanpa masalah. Masalah boleh saja ada,tapi  yang terpenting  bagaimana kita bisa mencari solusi sehingga masalah bisa selesai dengan tuntas. Bukan  membiarkannya atau bahkan membesarkannya.   Pada prinsipnya, masalah  akan cepat selesai apabila terpenuhi tiga hal, yaitu menjadikan Islam sebagai landasan hidup berkeluarga;  menjadikan syariat islam sebagai pedoman dalam mencari solusi setiap masalah dan  mengembalikan fungsi dan kedudukan suami dan istri sesuai dengan tuntunan Allah dan RasulNya.

Menjadikan Islam sebagai landasan hidup adalah penyelamat keluarga dari kehancuran. Dengan ketakwaan kepada Allah SWT, keluarga akan tetap berdiri kokoh sekalipun bermacam-macam gangguan  berusaha  meruntuhkan  serta memalingkan dari tujuan berkeluarga sebagaimana yang ditentukan islam

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا

“Barang siapa bertaqwa kepada Allah, niscaya dipermudahkan urusannya.” (TQS. At Thalaq : 4)

Penyelesaian setiap masalah dalam rumah tangga haruslah dengan syariat Islam bukan dengan logika yang dituntun oleh hawa nafsu. Hanya Allah yang Maha Tahu, mana aturan terbaik bagi kita  sebagaimana firmanNya “…….Bisa jadi kalian tidak menyukai sesuatu padahal sesuatu itu baik bagi kalian dan bisa jadi kalian menyukai sesuatu padahal sesuatu itu buruk bagi kalian. Allah mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui “(TQS Al Baqarah[2] :216)

Dengan komitmen ini, maka suami maupun istri akan berusaha mencari solusi syariat Islam dalam setiap masalah rumah tangganya,  menjalankannya  dengan ikhlas, tak mengeluh dan penuh suka cita karena meyakini bahwa setiap keterikatan kepada syariat Islam   akan memastikan kebaikan baginya dan juga keridloan Allah kepadanya.

Suami maupun istri juga harus memahami fungsi dan kedudukan masing masing sesuai dengan ketentuan Allah, kemudian fokus menjalankan kewajiban utamanya. Suami atau ayah akan mengoptimalkan perannya  sebagai kepala keluarga yang  harus memberikan nafkah kepada seluruh anggota keluarga dan bertanggung jawab atas keselamatan, kehormatan dan kemuliaan anggota keluarganya. Istri atau ibu juga akan mengoptimalkan perannya sebagai pengatur rumah tangga dan pengasuh bagi anak-anaknya dan ia pun diharuskan melaksanakan hukum-hukum yang berkaitan dengan tugasnya. Ayah dan ibu akan membina dan mengarahkan anak-anak agar juga menjaga  ketentuan syariat. Berjalannya fungsi atau peran masing-masing anggota keluarga dengan mematuhi hak dan kewajiban yang sudah ditentukan syariat Islam  akan menjamin keluarga jauh dari pertengkaran (sekalipun bukan berarti tidak sama sekali).

Ketika akhirnya pertengkaran  tak terhindarkan, Islam juga telah memberi solusi. Pertengkaran  akan dilakukan tanpa melanggar aturan. Sekalipun saling sakit hati, mereka (suami dan istri)  tetap menjaga jangan sampai mendzalimi pasangannya. Dan mereka berusaha untuk menemukan jalan keluar . Bahkan ini menjadi kesempatan untuk mendulang pahala. Dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi Saw bersabda:

 “Tidak ada satu musibah yang menimpa setiap muslim, baik rasa capek, sakit, bingung, sedih, gangguan orang lain, resah yang mendalam, sampai duri yang menancap di badannya, kecuali Allah jadikan hal itu sebagai sebab pengampunan dosa-dosanya.” (HR. Bukhari 5641).

Islam, Solusi Tuntas Masalah Rumah Tangga

Islam  telah menentukan beberapa aturan  menyelesaikan permasalahan rumah tangga, di antaranya sebagai berikut..

Pertama,  Islam menetapkan kepemimpinan keluarga ada pada suami  sehingga  suami diberikan wewenang memberi  pelajaran/mendidik (ta’dib)  ketika istri membangkang (yang di dalam istilah fikih disebut nusyuz).

Allah berfirman “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya (tidak tunduk), nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya..(QS. An-Nisa: 34)

Di ayat ini, Allah memberi  jalan keluar melalui beberapa  tahapan, yaitu menasehati istri dengan nasehat yang baik, jika tetap membangkang maka dengan memisahkan ranjangnya, dan terakhir membolehkan suami  memukul istri  jika tetap saja membangkang. Namun, bukan berarti suami bebas melampiaskan kemarahannya dengan menganiaya istrinya. Rasulullah Saw memberikan batasan bahwa pukulan tidak boleh di daerah kepala, sebagaimana sabda beliau,

“Kamu harus memberi makan kepadanya sesuai yang kamu makan, kamu harus memberi pakaian kepadanya sesuai kemampuanmu memberi pakaian, jangan memukul wajah, jangan kamu menjelekannya, dan jangan kamu melakukan boikot kecuali di rumah.” (HR. Ahmad 20011, Abu Daud 2142).

Hadist ini menyebut “jangan memukul wajah.” Mencakup kata wajah adalah semua kepala. Karena kepala manusia adalah hal yang paling penting. Ada banyak organ vital yang menjadi pusat indera manusia. Pukulan juga tidak boleh menyakitkan. Batasan ini disebutkan oleh Rasulullah Saw dalam khutbah beliau ketika di Arafah.“Jika istri kalian melakukan pelanggaran itu, maka pukullah dia dengan pukulan yang tidak menyakitkan.” (HR. Muslim 1218). Keterangan ini juga disebutkan Al-Bukhari dalam shahihnya, ketika beliau menjelaskan firman Allah di surat An-Nisa: 34 di atas.

Atha’ bin Abi Rabah pernah bertanya kepada Ibnu Abbas, ‘Apa maksud pukulan yang tidak menyakitkan?’ Beliau menjawab, “Pukulan dengan kayu siwak (sikat gigi) atau semacamnya.” (HR. At-Thabari dalam tafsirnya, 8/314).Termasuk makna pukulan yang tidak menyakitkan adalah pukulan yang tidak meninggalkan bekas, seperti memar, atau bahkan menimbulkan luka dan mengeluarkan darah. Karena sejatinya, pukulan itu tidak bertujuan untuk menyakiti, tapi pukulan itu dalam rangka mendidik istri.

Namun, meskipun ada izin untuk memukul ringan, tidak memukul tentu jauh lebih baik. Karena wanita yang lemah bukanlah lawan yang seimbang bagi lelaki yang gagah. Suami yang mampu menahan emosi, sehingga tidak menyikiti istrinya, itulah lelaki hebat yang sejatinya. Rasulullah Saw bersabda, “Orang yang hebat bukahlah orang yang sering menang dalam perkelahian. Namun orang hebat adalah orang yang bisa menahan emosi ketika marah.” (HR. Bukhari 6114 dan Muslim 2609). Seperti itulah yang dicontohkan Rasulullah SAW. A’isyah menceritakan Rasulullah SAW tidak pernah memukul wanita maupun budak dengan tangan beliau sedikitpun. Padahal beliau berjihad di jalan Allah. (HR. Muslim 2328). Maksud pernyataan A’isyah, “Padahal beliau berjihad di jalan Allah” untuk membuktikan bahwa sejatinya Rasulullah Saw adalah sosok yang pemberani. Beliau pemberani di hadapan musuh, bukan pemberani di hadapan orang lemah. Beliau tidak memukul wanita atau orang lemah di sekitarnya. Karena memukul orang lemah bukan bagian dari sifat ‘pemberani’.

Kedua, sekalipun  suami punya wewenang menghukum istri yang membangkang untuk mendidik/ memberi pelajaran,  suami tidak boleh bersikap sewenang wenang. Suami tetap harus memperlakukan istri dengan baik dan memenuhi semua hak haknya  sebagaimana firmanNya“….dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang patut ( (baik)” (TQS An Nisa 19 ) juga firmanNya “dan para  wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf…” (TQS Al Baqarah 288).

Syariat juga  membatasi agar pertengkaran tidak dengan mencaci maki.  Rasulullah SAW bersabda, “jangan kamu menjelekannya” (HR Ahmad). Dan hal yang perlu disadari bagi orang yang sudah berkeluarga, hendaknya menjadikan masalah keluarga hanya sebagai rahasia berdua (suami dan istri). Karena ketika masalah itu tidak melibatkan banyak pihak, akan lebih mudah untuk diselesaikan. Terkait tujuan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan, “jangan kamu boikot istrimu kecuali di rumah” (HR Ahmad). Ketika suami harus mengambil langkah memboikot istri karena masalah tertentu, jangan sampai boikot ini tersebar keluar sehingga diketahui banyak orang. Sekalipun suami istri sedang panas emosinya, namun ketika di luar, harus menampakkan seolah tidak ada masalah.

Ketiga, ketika pergaulan yang baik tak lagi bermanfaat, demikian juga cara yang keras ( pemisahan ranjang hingga sampai pukulan sekalipun tidak menyakitkan),  sementara masalah ketidaksukaan, kejengkelan dan pembangkangan telah melampaui batas hingga sampai pada perselisihan dan persengketaan  maka Islam memberi solusi dengan cara memerintahkan keluarga dari kedua belah pihak untuk menyelesaikan. Mereka disebut sebagai hakam  sebagaimana firman Allah dalam  QS.an-Nisa’ 35 “ dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal

Hakam ialah juru pendamai yang berasal dari keluarga. Namun ada perbedaan pendapat diantara para ulama’. Imam  Abu Hanifah,  sebagian pengikut imam Hambali dan qoul Qodim Imam Syafi’I Hakam berarti wakil, dimana hakam di sini dari pihak suami ataupun dari pihak istri tidak dapat menjatuhkan talak sebelum mendapatkan persetujuan dari suami atau istri. Sedangkan menurut imam Malik, sebagian pengikut imam Hambali dan qoul jaded imam Syafi’I hakam adalah hakim. Dan disini,  berhubung hakam berarti hakim maka hakam boleh memberi keputusan sesuai dengan pendapat keduanya tentang hubungan antara suami dan istri, apakah akan memberi keputusan perceraian atau menasehati agar dapat damai kembali.

Di dalam fikih disebutkan sayarat-syarat hakamain :1. Laki-laki 2. Berlaku Adil diantara kedua belah pihak 3. Cukup mengetahui informasi permasalahan keluarga yang di damaikan 4. Disegani oleh kedua belah pihak 5. Berakal 6. Muslim. Ketika ke dua orang hakam tak bisa mendamaikan suami dan istri yang sedang berselisih, maka saat itu berarti tak ada ruang lagi untuk mempertahan kehidupan suami istri. Dalam keadaan seperti ini, maka Islam memberi solusi berupa talak (cerai) dengan prosedur sesuai dengan ketentuan syariat.

Dari berbagai aturan di atas, tampak jelas bahwa masalah rumah tangga adalah  masalah internal keluarga yaitu suami dan  istri maupun keluarga dari kedua belah pihak (suami dan istri). Islam sangat menjaga kehormatan keluarga sehingga permasalahan keluarga tak perlu harus melibatkan pihak di luar keluarga. ini jauh berbeda dengan system saat ini yang menjadikan urusan rumah tangga sebagai urusan public yang melibatkan terkadang polisi, atau LSM LSM juga media atau pun pihak pihak lainnya di luar keluarga sehingga masalah rumah tangga menjadi besar dan pelik juga rumit, sulit diselesaikan, berbelit-belit dan bahkan mendzalimi baik istri maupun suami ataupun keduanya. Dan terkadang anak anak  atau keluarga lainnya  ikut terkena dampak buruknya.

Demikianlah, Islam telah memberikan aturan yang sangat sempurna tentang cara menyelesaikan masalah rumah tangga. Hanya di dalam system Islam yaitu system Khilafah Islamiyah  sajalah aturan yang sempurna ini bisa diterapkan.

Negara Khilafah akan menciptakan suasana keimanan yang mendorong semua keluarga muslim berupaya  menyelesaikan setiap masalah rumah tangganya dengan mengacu kepada akidah dan syariat Islam. Negara Khilafah juga akan melahirkan  masyarakat yang memiliki kepedulian tinggi terhadap penerapan syariat Islam sehingga akan menjaga dan memastikan semua keluarga  muslim menyelesaikan masalah rumah tangganya  sesuai Islam.

Negara Khilafah juga akan mengeluarkan undang undang yang mengatur tentang pernikahan maupun kehidupan pernikahan yang bersumber dari al  Quran dan hadist. Ini akan menjadikan  seluruh keluarga muslim membangun rumah tangganya dan mencari solusi dari setiap problem yang dihadapinya sesuai dengan perintah dan larangan Allah SWT dan RasulNya. Negara Khilafah juga akan memberikan sanksi tegas bagi siapapun yang menyebarkan aib maupun rahasia keluarga muslim sehingga dipastikan tak ada masalah rumah tangga yang menjadi konsumsi publik. Hanya  dengan Islam, masalah rumah tangga selesai  secara tuntas.  Jadi, tunggu apa lagi…tinggalkan system kapitalisme yang rusak ini dan terapkan system khilafah Islamiyah…ridho Allah menanti. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*