Rezim Pasar Bebas Kapitalisme Memiskinkan Dan Memperbudak Jutaan Ibu di Indonesia
Oleh: Fika M. Komara (Member of Central Media Office of Hizb ut Tahrir)
[written for Central Media Office]Untuk yang kesekian kalinya di tahun yang sama, rezim pasar bebas Kapitalisme memilih Indonesia sebagai tempat mereka untuk merumuskan agenda berbahaya mereka. Setelah KTT APEC awal November lalu, sekarang giliran konferensi WTO tingkat Menteri ke- 9 digelar di kota yang sama, Bali. Bukanlah tanpa alasan, Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan posisi yang sangat strategis di kawasan Asia Pasifik yang saat ini menjadi pusat perdagangan dunia, massifnya berbagai pertemuan untuk menyukseskan agenda perdagangan bebas ini menyiratkan dengan sangat jelas pertaruhan besar negara-negara raksasa Kapitalisme di negeri kaya yang berada kawasan yang mewakili 70% dari total perdagangan dunia saat ini. Berbagai forum dan perundingan sangat intensif dilakukan di berbagai bidang, semua dilakukan demi mengokohkan kawasan ini sebagai pasar besar bagi industri raksasa Kapitalis. Khususnya bagi Amerika Serikat yang tengah berjuang memulihkan perekonomiannya, sehingga memaksanya mengamankan kepentingan ekonominya di pasar Asia yang menggiurkan melalui APEC, ASEAN, East Asian Summit dan terutama melalui WTO.
Kapitalisme Menghisap Kekayaan Indonesia
Banyak kalangan mungkin tidak mampu secara langsung membaca bahaya dari berbagai forum yang mewakili rezim perdagangan bebas ini, padahal, kemiskinan yang sangat menyedihkan yang kita lihat di Indonesia dan dunia Muslim saat ini adalah akibat langsung dari kecacatan dan ketidakadilan pengelolaan ekonomi, kekayaan, dan sumber daya lahan oleh sistem buatan manusia, dan terutama oleh sistem kapitalis yang merugikan dan ekonomi pasar bebas. Kebebasan kepemilikan, kebijakan pasar bebas, dan model keuangan kapitalisme berbasis bunga mengakibatkan kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir elit sementara masyarakat kelaparan dan miskin.
Di Indonesia saja terbukti sejak kebijakan perdagangan bebas melalui ASEAN ditandatangani oleh pemerintahan SBY, setiap tahun ribuan industri nasional gulung tikar belum lagi melonjaknya angka impor pangan empat kali lipat sejak 2004, keadaan ini tentu mengakibatkan meningkatnya pengangguran dan meluasnya derita kemiskinan di tengah masyarakat. Sebutlah hasil survei BPS bulan Januari-Mei 2013, mencatat sebanyak 5,04 juta petani ‘hilang’ atau tidak lagi menjadi petani dalam waktu 10 tahun sejak 2003. Hal ini akibat desain kebijakan sistemik menyerang kehidupan para petani, yakni WTO mengharuskan pengurangan bahkan pencabutan berbagai subsidi bagi petani akhirnya para petani dan produsen pertanian pun kedodoran dan kalah bersaing dengan produk pertanian dari luar yang harganya murah. Impor pertanian pun terus membengkak dan ketergantungan kepada pangan impor makin besar, seperti dalam kasus kedelai, kacang merah, jagung, daging sapi, sayuran, produk hortikultura bahkan singkong dan garam.
Ditambah lagi adanya fenomena mengerikan yaitu dilegalkannya investasi asing melalui UU Penanaman Modal No. 25/2007 pintu investasi asing dibuka selebar-lebarnya, kepemilikan asing atas usaha di dalam negeri dan bidang usaha untuk investasi asing tidak boleh dibatasi, hampir seluruh sektor ekonomi seperti pertanian, pertambangan, migas, keuangan dan perbankkan boleh dikuasai oleh modal asing secara mayoritas bahkan hingga 95 %. Akibatnya, perekonomian negeri ini sebagian besar dikuasai asing. Asing menguasai sebagian besar industri migas, perbankan, manufaktur, dsb. Bahkan banyak perusahaan dalam negeri akhirnya dikuasai asing. Sebagian besar kebutuhan hidup di negeri ini dikuasai asing. Mulai air minum dalam kemasan dari Pure Life Nestle perusahaan Swiss dan Aqua yang dikuasai Danone Perancis; kecap Cap Bango dan Teh Sariwangi dimiliki Unilever Inggris; Susu SGM milik Sari Husada 82% sahamnya dikuasai Numico Belanda; sabun Lux, Pepsodent dan aneka shampo dikuasai Unilever, Inggris. Beras impor dari Thailand dan Vietnam, gula impor dari Meksiko dan India. Motor/mobil dari perusahaan Jepang, Cina, India, Eropa atau Amerika. Segala macam peralatan elektronik, komputer, ponsel buatan perusahaan Jepang, Korea, atau Cina. Operator telepon mayoritas dikuasai asing baik Indosat, XL, Telkomsel. Belanja? Carrefour punya Perancis, Alfamart 75% sahamnya punya Carrefour; Giant dan Hero dikuasai Dairy Farm International, Circle K dari Amerika dan Lotte dari Korsel. Beberapa Bank (BCA, Danamon, BII, dan Bank Niaga) sudah milik asing meski namanya masih Indonesia. Bangun rumah pakai semen: Tiga Roda Indocement milik Heidelberg, Jerman (61,70%), Semen Gresik milik Cemex Meksiko dan Semen Cibinong milik Holcim (Swiss).
Wabah barang impor ditambah dengan dominasi asing pada hajat hidup orang banyak di Indonesia telah membuat jutaan perempuan dan anak di Indonesia menjadi korban utama. Naiknya harga, kelangkaan lapangan kerja bagi suami mereka, dan tingginya biaya pendidikan dan kesehatan bagi anak-anak mereka – telah menciptakan kesulitan ekonomi dan kemiskinan yang meluas di antara jutaan ibu di Indonesia. Lebih dari 7 juta perempuan Indonesia terpaksa menjadi kepala keluarga dan tereskploitasi di dalam negerinya maupun di negeri orang, begitu pula dengan jutaan anak-anak terlantar yang kehilangan ibu mereka di rumah. Jadi tidak bisa dipungkiri, perjanjian kapitalis yang ditandatangani oleh penguasa dan pemerintah Muslim dengan IMF, Bank Dunia, lembaga-lembaga global lainnya, dan pemerintah asing, secara langsung menyebabkan penderitaan kaum Ibu dari hari ke hari demi berjuang untuk bertahan hidup di seluruh dunia Muslim hari ini.
Eksploitasi Jutaan Ibu di Indonesia
Rezim perdagangan bebas juga telah memaksa negeri-negeri Muslim menerapkan sistem pasar kerja bebas yang meniscayakan para Kapitalis bisa membeli tenaga kerja buruh semurah dan sebanyak mungkin di pasar tenaga kerja tanpa campur tangan negara dalam menjamin perlindungan dan kesejahteraan kaum buruh. Maka wajar saja jika jumlah TKW terus meningkat dari tahun ke tahun, bahkan laporan terakhir ILO menyebut jumlah PRT dari Indonesia- yang hampir 100% adalah perempuan- jumlahnya meningkat tajam dalam dua tahun terakhir. Sungguh sebuah kisah tragis dari sebuah bangsa yang kaya raya! Jutaan perempuannya telah diperbudak baik di dalam negerinya sendiri ataupun di negeri orang, dan November lalu kita kembali dikejutkan dengan laporan lembaga Amnesty Internasional yang mengecam kondisi “seperti perbudakan” yang dihadapi oleh 300.000 perempuan Indonesia yang bekerja di Hong Kong sebagai pembantu rumah tangga, dan menuduh pihak berwenang dari kelambanan tindakan yang “tidak bisa dibenarkan”. Tak ayal lagi, rezim pasar bebas ala Kapitalisme global ini telah menjerumuskan jutaan perempuan pada jurang kemiskinan sekaligus mengantarkan mereka pada lautan eksploitasi tenaga kerja murah yang berbasis pada hukum besi permintaan dan penawaran.
Gerakan eksploitasi perempuan secara sistemik yang didesain oleh rezim pasar bebas Kapitalis ini sungguh telah menghisap habis potensi ekonomi perempuan dan memaksa mereka meninggalkan peran keibuan terhadap jutaan anak-anak mereka. Ideologi Kapitalisme dengan rezim pasar bebasnya telah mengobarkan perang pada peran keibuan kaum perempuan. Tercatat lebih dari 90% buruh di pabrik-pabrik Jakarta adalah perempuan dan mayoritas dari mereka tidak mendapatkan hak untuk menyusui, akibatnya bayi-bayi buruh tersebut menderita gizi buruk, sungguh menyedihkan! Ini belum termasuk fakta bahwa 75% di antara buruh perempuan itu mengalami kekerasan di tempat kerja. Belum lagi kisah pilu jutaan anak-anak TKW yang ditinggalkan jauh oleh ibunya ke luar negeri dimana sekitar 6 juta perempuan Indonesia mengadu nasib menyabung nyawa di negeri orang. Di Sabah – Malaysia saja diperkirakan terdapat sekitar 50 ribu anak TKI yang tidak mendapat hak pendidikan secara layak.
Terampasnya hak dan kewajiban sebagai ibu ini semakin komplit dengan adanya hegemoni nilai-nilai Barat yang kian merasuki keluarga Muslim di negeri-negeri Islam. Peran sebagai Ibu dan pengatur rumah tangga tidak lagi dianggap sebagai peran mulia yang bergengsi, karena tidak menguntungkan secara finansial. Kapitalisme yang tak henti-hentinya mendorong pencapaian keuntungan ekonomi, telah menempatkan pekerjaan diatas fungsi keibuan, merusak peran vital perempuan. Hal ini menyerang identitas sejati perempuan sebagai yang melahirkan anak, ibu, manajer rumah tangga, dan pengasuh anak-anak, telah digeser dengan makna kesuksesan perempuan yang selalu dihubungkan dengan pekerjaan.
Di sisi lain, rezim pemerintah Indonesia justru memfasilitasi Kapitalisme merampas peran keibuan kaum perempuan, dengan terus menerapkan dan memuja sistem Kapitalisme, baik perangkat nilainya maupun sistem ekonominya yang imperialistik. Para penguasa di negeri-negeri muslim termasuk Indonesia telah menjual lahan dan anak-anak perempuan umat ini kepada negara dan perusahaan Barat, dan mengeksposnya hingga ke tataran eksploitasi. Mereka selalu berlindung dibalik kepentingan nasional bangsa dan ide nasionalisme, namun pada saat yang sama melegalkan praktek mega korupsi dengan membiarkan uang rakyat dan kekayaan bangsanya dicuri dan dirampok oleh perusahaan – perusahaan asing melalui kekayaan alamnya, demi keuntungan dan kekayaan pribadi yang mereka dapatkan dari tuan-tuan mereka di Barat.
Wajarlah kemudian jika negeri ini amat miskin dari generasi berkualitas yang lahir dari rahim para ibu mulia, karena pendidikan anak-anak negeri ini hanya diserahkan pada sistem pendidikan sekuler dan pro-pasar, sementara kaum ibunya justru diaruskan untuk memasuki alam pekerjaan. Fenomena rusaknya kualitas generasi muda dan munculnya pemimpin-pemimpin muda tanpa integritas pada pentas politik adalah problem serius yang mengindikasikan hilangnya generasi pemimpin akibat melemahnya peran keibuan jutaan perempuan di Indonesia.
Khilafah : Visi Politik Baru Untuk Indonesia
Islam dengan seluruh kesempurnaannya menawarkan visi politik yang sama sekali baru untuk dunia termasuk untuk Indonesia, agar terlepas dari belenggu kemiskinan dan jerat penjajahan ekonomi negara-negara kafir imperialis. Visi politik Islam memiliki kepemimpinan tunggal untuk umat Islam di seluruh dunia yakni Khilafah Islam, yang akan mengangkat beban ekonomi yang terlampau berat dari punggung-punggung umat Islam dan menempatkannya di atas bahu Khalifah yang kuat. Karena hanya sistem Khilafah Islam sajalah yang menawarkan kebijakan ekonomi sehat yang telah teruji oleh waktu mampu mengangkat kaum perempuan di dunia Muslim dari derita kemiskinan dan menciptakan kesejahteraan ekonomi yang berkelanjutan, menghapus penderitaan mereka dan membawa perubahan riil bagi kehidupan kaum perempuan. Bertolak belakang dengan sistem Kapitalis yang meminimalisir peran negara dan mengutamakan peran pasar, Islam justru sebaliknya. Sesuai dengan sabda Nabi (saw),
فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam adalah penggembala (ro’in), dan ia bertanggung jawab untuk orang-orang yang digembalakannya“.
Peran negara sangatlah vital di dalam Islam, tugas utamanya adalah melayani dan mengurusi kebutuhan rakyat, melindungi kaum lemah dan mencegah terjadinya kezhaliman dengan penerapan aturan Syariah Islam yang komprehensif. Khilafah dengan visi politiknya yang lurus akan mampu mengeluarkan Indonesia dari jerat penjajahan ekonomi sekaligus memuliakan jutaan perempuannya dengan beberapa prinsip berikut :
1. Khilafah memiliki visi ekonomi independen yang akan menjaga kedaulatan ekonominya. Khilafah adalah negara dengan visi ekonomi independen yang tidak tunduk pada keinginan pemerintah asing ataupun perusahaan multi nasional, dengan didukung oleh sistem politik luar negerinya Khilafah tidak akan menerima utang luar negeri ataupun perjanjian yang mencederai kedaulatan dari negaranya. Hal ini karena Syariah Islam mengatur pola khas dalam hubungan internasional, yang meniscayakan penolakan pada setiap intervensi asing, atau dominasi melalui cara apapun – misalnya perjanjian multilateral, investasi asing, utang luar negeri, atau bentuk apapun yang akan menghilangkan independensi negara Khilafah. Apalagi untuk negara-negara yang jelas-jelas memerangi Islam dan umat Islam (kafir harbi), maka tidak akan ada hubungan apapun kecuali peperangan. Karenanya negeri Muslim haram menerima konsep pasar bebas yang dipropagandakan oleh Amerika Serikat, Cina, dan negara-negara industri Barat yang akan membuka jalan selebar-lebarnya bagi negara-negara kufur untuk menguasai dan mengontrol perekonomian negeri-negeri Islam. Padahal hal tersebut secara tegas dilarang dalam Islam sebagaimana firman Allah SWT:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلا
Allah tidak memperkenankan orang-orang kafir menguasai orang-orang Mukmin (QS an-Nisa’ [4]: 141).
2. Khilafah mengontrol penuh penguasaan sumber daya milik umum dan perjanjian dagang internasional. Khilafah akan mengelola semua sumber daya alam milik umum dan menggunakannya untuk kepentingan umum sehingga semua merasakan manfaat dari aset-aset penting. Miliaran dolar dari sumber daya alam akan dibelanjakan untuk pendidikan, kesehatan, pertahanan, infrastruktur, dan mengentaskan rakyat keluar dari kemiskinan, di sisi lain Khilafah akan melarang semua bentuk penimbunan kekayaan, memastikan bahwa kekayaan beredar di tengah masyarakat dan memberikan insentif pada pembelanjaan dan investasi dalam bisnis yang juga dipadukan dengan kebijakan sistem ekonomi Khilafah yang melarang asing berinvestasi besar dalam pembangunan infrastruktur, pertanian, industri dan teknologi. Sementara itu, perdagangan luar negeri juga dikontrol sepenuhnya oleh negara dan ditujukan untuk memperkuat stabilitas politik dalam negeri, dakwah Islam dan perekonomian dalam negeri.
3. Khilafah menempatkan basis utama kebijakan ekonominya untuk pemenuhan kebutuhan hidup rakyat. Khilafah akan menjalankan apa yang disebut dengan Politik Ekonomi Islam, yakni penerapan berbagai kebijakan yang menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok (primer) tiap individu masyarakat secara keseluruhan, disertai adanya jaminan yang memungkinkan setiap individu untuk memenuhi kebutuhan (sekunder dan tersier) sesuai dengan kemampuan yang mereka. Dalam kitab al-Amwaal karangan Abu Ubaidah, diceritakan bahwa Khalifah Umar bin Khathab pernah berkata kepada pegawainya yang bertugas membagikan shadaqah: “Jika kamu memberikan, maka cukupkanlah”, selanjutnya berkata lagi: “Berilah mereka itu sedekah berulangkali sekalipun salah seorang diantara mereka memiliki seratus onta”. Masya Allah beliau menerapkan politik ekonomi yang memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan primer rakyat. Beliau mengawinkan kaum Muslim yang tidak mampu; membayar hutang-hutang mereka, dan memberikan biaya kepada para petani agar mereka menanami tanahnya. Prinsip kebijakan yang dipraktekan Umar belasan abad lampau ini membuat Khilafah akan memiliki kebijakan masa depan di abad 21 yang tidak hanya akan memastikan individu rakyat terpenuhi kebutuhannya, akan tetapi membuat mereka mandiri melalui hibah atau pinjaman bebas bunga untuk menggarap lahan pertanian mereka juga untuk merintis usaha bisnis mereka.
4. Khilafah memuliakan perempuan dan perannya sebagai Ibu. Islam adalah ideologi yang sangat fokus pada perlindungan kehormatan kaum perempuan karena ia dipandang sebagai kehormatan yang wajib dijaga, yang harus diperlakukan layaknya sebagai manusia yang bermartabat dan BUKAN dipandang hanya sebagai pekerja murah rendahan. Khilafah akan menjaga kehormatan kaum perempuan dan TIDAK AKAN PERNAH menjadikan mereka sebagai komoditas dagang internasional. Begitupula bahwa dalam masyarakat Islam, bekerja bagi seorang perempuan betul-betul hanya sekedar sebuah pilihan, bukan tuntutan keadaan. Jika dia menghendaki, dia boleh melakukannya. Jika dia tidak menghendakinya, dia boleh untuk tidak melakukannya. Islam menggariskan bahwa perempuan harus selalu dijamin nafkahnya oleh kerabat laki-laki mereka, dan jika mereka tidak memiliki kerabat laki-laki maka negara yang akan menjamin kebutuhan finansialnya, seperti firman Allah Swt :
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ…
“Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seorang tidak dibebani selain menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan ahli waris pun berkewajiban demikian…” (QS al-Baqarah [2]:233).
Selain itu perempuan di mata Islam memiliki peranan suprastrategis sebagai ibu yang melahirkan dan mendidik generasi. Di tangan kaum perempuan lah generasi terbaik atau khairu ummah akan terbentuk.
Sebagaimana firman Allah SWT :
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Ali Imran [3]: 110).
Umat ini sangat membutuhkan generasi pemimpin yang akan mengeluarkan negeri ini dari kegelapan menuju cahaya. Dan kita membutuhkan seorang ibu yang mencetak pemimpin – pemimpin besar itu. Jutaan perempuan dan kaum Ibu hari ini yang menghadapi eksploitasi ekonomi di seluruh dunia Muslim akan memiliki kisah yang sama sekali berbeda di bawah naungan sistem Khilafah yang sangat kredibel dan telah teruji oleh waktu dalam menangani kemiskinan, mencetak generasi cemerlang dan senantiasa menjaga kehormatan perempuan. []