Konggres Ibu Nusantara Jawa Timur
Penyelenggaraan KONGRES IBU NUSANTARA (KIN) di Jawa Timur di pusatkan di Surabaya, pada hari Ahad, 22 Desember 2013 dan bertempat di Gelora Pancasila, Jl. Indragiri no. 6 Surabaya. Sekitar 3500 Ibu dari Surabaya dan sekitarnya serta perwakilan dari kota-kota lain di Jawa Timur hadir untuk mengikuti kongres kaum ibu ini. Orator pertama, Nikmah Aliyah (DPD MHTI Jatim), kedua Nida Sa’adah (DPP MHTI) dan ketiga Rif’ah Kholidah (DPD MHTI Jatim).
Kongres ini menegaskan arti penting kaum Ibu dan keharusan bagi Negara untuk menjamin agar kedudukan dan peran Ibu berlangsung secara optimal dengan jalan memberikan dan memastikan agar setiap Ibu harus sejahtera. Syariah Islam menempatkan kedudukan dan peran Ibu sebagai peran mulia dan strategis yang sangat menentukan masa depan bangsa. Sebab Ibu adalah pendidik utama dan pertama bagi generasi, sumber kasih saying dan cinta bagi keluarga –terutama anak-anaknya-, dan sumber penanaman agama dan perilaku melalui pendidikan dan keteladanannya. Namun, sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan pemerintah menjadikan pihak asing menguasai asset kekayaan Indonesia dan sektor strategis yaitu pertambangan dan migas, telekomunikasi, perbankan, semen serta farmasi. Hal ini menjadikan Indonesia terpuruk dan utangnya semakin membengkak hingga mencapai Rp 2.273,76 triliun per september 2013. Rakyat harus menanggung kemiskinan dan Ibu terpaksa meninggalkan rumah demi membantu nafkah keluarga. Kaum Ibu tereksploitasi akibat penerapan system ekonomi Kapitalisme.
Kondisi tersebut diperparah dengan kebijakan pemerintah untuk melibatkan Indonesia pada kesepakatan perdagangan bebas: APEC, WTO, dan lain-lain. Perdagangan bebas terbukti makin menjadikan rakyat makin miskin. Sejak APEC ditandatangani pada 1989, lebih dari 6.000 industri gulung tikar dan membawa dampak pengangguran. Begitu pula sejak ACFTA, 1.650 industri bangkrut karena tidak mampu bersaing dengan produk China dan menjadikan lebih dari 140.500 orang kehilangan pekerjaan. Kondisi ini memaksa para Ibu harus mencari nafkah dan meninggalkan peran keibuannya.
Dalam mengatasi kemiskinan, pemerintah lagi-lagi membuat kebijakan yang mendorong para Ibu meninggalkan peran keibuannya melalui program Pemberdayaan Ekonomi Perempuan (PEP). Padahal, jelas-jelas yang membuat miskin adalah sistem ekonomi kapitalisme dan perdagangan bebas, namun pemerintah justru mendorong perempuan menyelesaikan masalah kemiskinan ini.
Sebelum diakhiri, ada pembacaan puisi oleh Lilik (Dosen Universitas Airlangga) serta pembacaan dan penandatangan ikrar oleh para tokoh perempuan untuk berusaha sekuat mungkin menjalankan peran keibuannya, memperbaiki diri dan keluarga sekaligus melibatkan diri dalam perjuangan penegakan Khilafah. Ikrar ditutup dengan parade bendera kaum muslimin oleh generasi (siswa SD hingga SMA).