Refleksi Akhir Tahun 2013 RAPOT MERAH REZIM SEKULER

[Al-Islam edisi 686, 23 Shafar 1435 H – 27 Desember 2013 M]

Indonesia, negeri kaya tapi tak henti dirundung nestapa. Nasib serupa dialami kaum Muslim di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, dinamika politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam selama 2013 menunjukkan betapa negeri ini belum mapan dan jauh dari harapan.

Politik: Demokrasi dan Gurita Korupsi

Tahun 2013, tahun penting menjelang suksesi kepemimpinan. Parpol pun berancang-ancang berebut kekuasaan. Puluhan parpol mendaftar, namun hanya 12 parpol yang berhak berebut suara di pemilu. Hampir semuanya partai lama. Kalau pun baru, orangnya stok lama.

Di saat yang sama, tabir busuk parpol mulai terkuak. Syahwat mengumpulkan uang dengan segala cara untuk membiayai proses politik demokrasi tak bisa ditahan lagi. Jadilah parpol menjadi sarang para koruptor. Wakil-wakil rakyat satu per satu dicokok oleh KPK.

Korupsi juga dilakukan oleh birokrat di berbagai sektor. Dilakukan oleh pejabat berbagai kementerian, jenderal polisi, kepala SKK Migas, badan yang mengurusi pengelolaan usaha hulu migas, bahkan ketua MK.

Korupsi juga menyebar ke seantero negeri, dilakukan oleh para kepala daerah. Kemendagri mencatat, 309 kepala daerah terjerat kasus korupsi sejak pilkada langsung pada 2005, baik berstatus tersangka, terdakwa maupun terpidana. Dirjen Otda Djohermansyah Djohan menilai faktor utama semua itu adalah tingginya biaya politik selama pilkada.

Itulah mengapa, muncul politik dinasti. Begitu ada yang berkuasa, kekuasaan terus dipertahankan pada dinastinya. Pakar menyebutnya ‘cacat bawaan demokrasi’.

Sebab mendasarnya adalah bobrok dan rusaknya sistem politik demokrasi. Cukuplah jadi bukti, banyaknya pejabat politik, politisi dan kepala daerah yang merupakan produk langsung demokrasi, ramai-ramai terjerat korupsi. Bahkan begitu rusaknya sistem ini, siapapun yang masuk ke dalamnya, yang semula baik, akhirnya terseret juga dan yang berusaha bertahan untuk tetap baik harus terus makan hati, jika tidak terpental.

Ekonomi: Jago Utang, Dikuasai Asing

Hingga November 2013, utang pemerintah mencapai Rp 2.354,54 triliun, naik Rp 376,83 triliun (Rp 34,26 triliun perbulan) dari utang di akhir 2012 sebesar Rp 1.977,71 triliun.

Utang menjadi andalan Indonesia karena kekayaan alam telah digadaikan kepada asing. Rektor UGM Prof Pratikno mengatakan, hingga September aset negara sekitar 70-80 persen telah dikuasi oleh asing. Asing telah menguasai 50 % aset perbankan, 70-75% sektor migas dan batubara, 70% sektor telekomunikasi, bahkan 80-85% hasil pertambangan emas dan tembaga.

Dalam situasi seperti itu, pemerintah tak berkutik, titah asing tak bisa ditolak. Dengan berbagai dalih dan alasan, mulai Sabtu (22/6/2013) harga BBM bersubsidi dinaikkan pemerintah. Premium menjadi Rp 6.500 perliter dan solar Rp 5.500 perliter.

Itu terjadi di tengah dampak krisis ekonomi yang belum pulih, membuat rakyat makin susah, dan ekonomi negeri ini melambat. Kemiskinan pun terus tak terpecahkan. BPS mencatat, per Maret 2013 masih ada 28,7 juta orang miskin atau 11,37%. Tapi, jumlah penerima raskin 2013 sebelum kenaikan BBM ada 15,5 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS), atau 62 juta orang (asumsikan satu keluarga 4 orang). Jumlah RTS penerima BLSM malah lebih besar lagi.

Fakta lapangan menunjukkan kemiskinan cenderung makin kronis. Ini pula yang dirasakan Gubernur DKI Joko Widodo. Saat sidang paripurna DPRD DKI Jakarta April 2013, Jokowi memaparkan penduduk miskin pada September 2012 berjumlah 366.770 orang (3,70 %), lebih tinggi dari angka pada September 2011 berjumlah 355.200 orang (3,64 %).

Angka pengangguran ikut menegaskan. BPS mencatat, pengangguran terbuka ada 7,39 juta orang per Agustus 2013 (6,25 % ), meningkat 6,14 % dari periode yang sama 2012 berjumlah 7,24 juta orang.

Belanja APBN-P 2013 sebesar Rp 1.726,19 triliun dinaikkan Rp 116,2 triliun menjadi Rp 1.842,4 triliun di APBN 2014. Ironisnya, pengeluaran APBN lebih banyak untuk kepentingan birokrasi termasuk untuk fasilitas dan perjalanan dinas, dan untuk bayar utang dan bunganya. Sebaliknya, pengeluaran langsung kepada rakyat—diantaranya subsidi— terus dikurangi.

Di sisi penerimaan dinaikkan dari Rp 1.502 triliun (APBN-P 2013) menjadi Rp. 1.667,1 triliun di APBN 2014. Penerimaan dari pajak dinaikkan dari Rp. 1.148,36 triliun (76,5%) menjadi Rp 1.280,4 triliun (76,8%). Artinya, beban pungutan pajak atas rakyat makin bertambah. Lagi-lagi pemerintah lebih suka menambah beban pungutan terhadap rakyat, sementara kekayaan alam milik rakyat justru diserahkan kepada swasta terutama asing.

 

Sosial Budaya: Kian Rusak dan Liberal

Tahun 2013 banyak terjadi konflik horisontal. Demokrasi yang diangankan melahirkan tatanan masyarakat yang lebih baik ternyata sebaliknya. Masyarakat kian liberal dan terputus jalinan persaudaraannya.

Konflik antar anggota masyarakat terjadi hampir harian. Banyak masalah berujung pada kekerasan dan anarkisme. Bentrok antarkampung, antarsuku, antarpreman, antarsekolah, antarormas, antarpendukung calon kepala daerah, bahkan antargeng kerap terjadi. Dan negara tampak tak berdaya.

Budaya kekerasan ini berimbas kepada lahirnya manusia-manusia sadis. Kriminalitas tumbuh sangat mengkhawatirkan. Pembunuhan makin beragam modus operandinya.

Sementara kalangan remaja tergerus moralnya. Seks bebas menggejala. Video mesum tak hanya dibuat kalangan dewasa, tapi remaja hingga siswa SMP. Bahkan ada pelajar SMP di Surabaya yang memucikari kawan-kawannya sendiri.

Di sisi lain, pendidikan gagal melahirkan generasi terbaik. Banyak koruptor justru pernah mengenyam pendidikan tinggi. Bahkan diantaranya ada yang bergelar profesor dan doktor. Terbukti, pendidikan yang berjalan, kering dari nilai-nilai moral dan etika, apalagi agama. Yang terlahir justru generasi yang permisif, hedonis, materialis, dan individualis.

 

Internasional: Umat Islam Teraniaya

Situasi dunia Islam belum berubah. Bahkan di beberapa tempat makin buruk. Umat Islam menjadi keganasan berbagai rezim. Di Suriah, lebih dari 125 ribu Muslim dibantai oleh rezim Bashar Assad. Anehnya, dunia membiarkan pembunuhan massal tersebut.

Di Palestina, umat Islam masih menjadi bulan-bulanan tentara Israel. Rumah mereka dihancurkan dan diganti permukiman Yahudi. Bahkan bagian bawah Masjid Al-Aqsha dibuat terowongan untuk membangun tempat peribadatan kaum terlaknat itu. Umat Islam di Gaza diblokade dari segala penjuru. Terowongan yang menghubungkan Gaza-Mesir dihancurkan. Sementara itu, di Afghanistan umat Islam terus dijajah oleh Amerika Serikat dan penguasanya sendiri.

Di belahan dunia lainnya, kaum minoritas Muslim terus jadi bulan-bulanan. Muslim di Xinjiang (Cina), Rohingya (Myanmar), dan Pattani (Thailand) berjuang untuk membebaskan diri dari kekejaman rezim penguasa. Sementara di Barat, minoritas Muslim sering mendapatkan perlakukan diskriminatif. Mereka semua tak bisa berbuat banyak, kecuali bertahan dan membela diri dengan kemampuan yang ada

 

Menarik Ibrah

Pertama, Setiap penerapan sistem sekuler, yakni sistem yang tidak bersumber dari Allah SWT, Pencipta manusia, kehidupan dan alam semesta, pasti akan menimbulkan kerusakan dan kerugian bagi umat manusia. Sebab Allah SWT mengingatkan:

﴿وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ﴾

Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (TQS al-A’raf [7]: 96)

 

Maka semua itu semestinya menyadarkan kita semua untuk bersegera meninggalkan semua bentuk sistem dan ideologi kufur, terutama kapitalisme dan kembali kepada jalan yang benar, yang diridhai oleh Allah SWT.

Kedua, dalam kenyataannya Barat tak pernah membiarkan rakyat di negeri-negeri muslim membawa negaranya ke arah Islam. Mereka selalu berusaha agar sistem yang diterapkan tetaplah sistem sekuler meski dibolehkan dengan selubung Islam, dan penguasanya tetaplah mau berkompromi dengan kepentingan Barat. Itulah yang terjadi saat ini di negeri ini, sebagaimana tampak dari proses legislasi di parlemen dan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah, khususnya di bidang ekonomi dan politik yang lebih menguntungkan kepentingan Barat. Cengkeraman Barat juga tampak di negeri-negeri muslim yang tengah bergolak seperti di Suriah, begitu juga di Mesir dan negeri- negeri lain di kawasan Timur Tengah. Kenyataan ini juga semestinya memberikan peringatan umat Islam untuk tidak mudah terkooptasi oleh kepentingan penjajah. Juga peringatan kepada penguasa dimanapun untuk menjalankan kekuasaannya dengan benar, penuh amanah demi tegaknya kebenaran Islam, bukan demi memperturutkan nafsu serakah kekuasaan dan kesetiaan pada negara penjajah.

Ketiga, bila kita ingin sungguh-sungguh lepas dari berbagai persoalan yang tengah membelit negeri ini, maka kita harus memilih sistem yang baik dan pemimpin yang amanah. Sistem yang baik hanya sistem yang berasal dari Dzat yang Maha Baik, itulah syariah Islam. Dan pemimpin yang amanah adalah yang mau tunduk pada sistem yang baik itu. Di sinilah esensi seruan Selamatkan Indonesia Dengan Syariah yang gencar diserukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia.

Keempat, Karena itu seluruh komponen umat Islam harus bekerja sama dan berusaha sungguh-sungguh penuh keikhlasan dan kesabaran untuk menghentikan sekularisme dan menegakkan syariah dan khilafah. Hanya dengan sistem berdasar syariah yang dipimpin oleh seorang khalifah, Indonesia dan juga dunia, benar-benar bisa menjadi baik. Syariah adalah jalan satu-satunya untuk memberikan kebaikan dan kerahmatan Islam bagi seluruh alam semesta, sedemikian sehingga kezaliman dan penjajahan bisa dihapuskan di muka bumi. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []

 

Komentar Al Islam:

Menjelang pemilu 2014, DPR semakin rajin mengusulkan pemekaran daerah. Setelah mengusulkan pembentukan 65 daerah otonom baru, kini DPR kembali mengajukan usulan 22 daerah otonom baru. Dalam tahun sidang 2013-2014, DPR telah mengusulkan 87 daerah otonom baru. (Kompas, 23/12)

  1. Padahal dari hasil evaluasi sementara Kementerian Dalam Negeri terhadap daerah yang dimekarkan sejak diberlakukanya ketentuan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB), hampir 80 persen daerah pemekaran di Indonesia dinyatakan gagal dalam menjalankan misi memakmurkan masyarakat wilayahnya.
  2. Itu bukti, motiv pemekaran daerah lebih untuk bagi-bagi kekuasaan dan untuk kepentingan pemilu dengan memperalat alasan untuk memajukan daerah dan melayani serta menyejahterakan rakyat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*