Rembug Tokoh Muslimah Sleman “Islam, Solusi KDRT”
HTI Press. Di tengah mendungnya cuaca, puluhan ibu bersemangat mengikuti rembug tokoh muslimah se-Sleman bertajuk Solusi Islam Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) bertempat di ruang unit 1 Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sleman, Ahad (22/12). Agenda yang digelar oleh Muslimah DPD II HTI Sleman ini, dihadiri oleh peserta dari kalangan isteri camat, PKK, posyandu, dasawisma, dan kalangan terkait lainnya.
Dalam paparannya, Dra. Iscahyati (Kasubid Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Sleman) menyampaikan fakta meningkatnya kasus KDRT di Sleman dimana tren kekerasan Sleman menduduki peringkat pertama dari 5 kabupaten yang ada di DIY. Lebih lanjut Iscahyati menyampaikan upaya pemerintah dalam melakukan pencegahan, pelayanan dan pemberdayaan PKDRT yaitu melalui pembuatan kebijakan dan sosialisasi peraturan yang dibuat, pelatihan kader dan korban, sarasehan dan kampanye, pelayanan kasus, dan sebagainya. Adapun dr. Asmawati (praktisi kesehatan, aktivis MHTI) lebih menilik KDRT dari sisi fenomenanya, solusi pemerintah dan upaya pencegahan yang harus dilakukan.
Yuni Kartika J. (Pengurus Muslimah DPD II HTI Sleman ) menyampaikan analisisnya bahwa KDRT terjadi dipicu oleh lemahnya ketaqwaan individu dan kontrol masyarakat, lemahnya pemahaman hubungan suami-istri, diabaikannya nilai ruhiyah, tidak adanya sanksi yang memberi efek jera bagi pelaku kekerasan/kriminal, serta tidak adanya jaminan kesejahteraan oleh negara. Yuni menganggap keliru pendapat sebagian orang yang menyatakan bahwa beberapa ajaran Islam mensubordinasi perempuan dan sebagai sumber pemicu KDRT.
Lebih jauh Yuni menjelaskan bahwa Islam telah mengatur agar rumah tangga berjalan harmonis dalam beberapa aspek. Dari aspek keluarga, Islam membolehkan memukul (yang tidak menyakitkan dan mematikan) kepada istrinya yang berbuat nusyuz, setelah menempuh tahapan seperti dinasehati dan dipisahkan ranjangnya. Adapun aspek sistemik, Islam mewajibkan negara menjamin distribusi kekayaan agar merata dengan terpenuhinya kebutuhan pokok, tersedianya lapangan kerja, dan lain-lain. Demikian juga negara harus melarang pornografi atau tontonan yang memicu kekerasan, membina masyarakat dengan pemahaman Islam seputar kehidupan rumah tangga, serta adanya sanksi tegas bagi pelaku KDRT. “Semua aspek ini bisa diterapkan dengan keberadaan daulah khilafah islamiyyah,” tegas Yuni.
Pada sesi diskusi, peserta terlibat aktif dalam memberikan tanggapan seputar fakta KDRT di wilayah tempat tinggalnya, permasalahan kurang termonitornya kasus karena korban enggan terbuka, kiat keluarga harmonis, sampai keinginan untuk menggandeng MHTI dalam memecahkan masalah kemasyarakatan.