HTI Press, Bogor. Mengantisipasi maraknya budaya merusak tahun baru, seperti pesta miras, narkoba dan seks bebas yang trendnya cenderung naik dari tahun ke tahun, HTI Kota Bogor bersama puluhan tokoh masyarakat mendatangi Kepolisian Resort (Polres) Kota Bogor, pada hari senin (30/13) kemarin. Dalam kesempatan tersebut HTI bersama rombongan mendesak aparat bertindak cepat mencegah dan memberantas dengan tegas perilaku menyimpang di atas.
Rombongan yang dipimpin langsung oleh Ketua DPD 2 HTI Kota Bogor, Gus Uwik, yang diikuti beberapa pengurus teras HTI lainnya, juga beberapa tokoh masyarakat, diantaranya Bapak Husni Tamrin Tagola (Sesepuh Bogor yang juga mantan dosen di IPB), Bapak Toha (Tokoh Masyarakat Menteng Asri), Baiturrahim S.Psi (Psikolog Islam), KH. Umar Ash-Shiddiq (Pimpinan PonPes Daaruts Tsaqofah-Cempalang Baru) dan masih banyak lagi yang lain.
Rombongan diterima langsung oleh Kapolres Bogor Kota, Wakapolres, Kabaops dan jajaran yang lainnya di Mapolres Kapten Muslihat.
Dalam kesempatan audiensi tersebut HTI dan tokoh masyarakat mendesak pemerintah dan aparat untuk menindak budaya merusak perayaan akhir tahun.
“Dalam pantauan kami, konsumsi miras, narkoba dan perilaku seks bebas di malam pergantian tahun baru ternyata mengalami peningkatan lebih dari 100%. Inikan miris,” papar Gus Uwik.
Selanjutnya tokoh muda bogor ini mengatakan bahwa, budaya tahun baru acapkali selalu di ramaikan dengan perilaku hura-hura, pesta miras, ajang gaul bebas dan lain sebagainya.
“Dalam pandangan Islam itu tidak ada dan sangat dilarang. Oleh karenanya, aparat baik pemerintah maupun penegak hukum berkewajiban, untuk menghilangkan praktek-prektek yg senantiasa terjadi tatkala pergantian malam tahun baru. Kami sebagai masyarakat tidak punya kewenangan merubah dan melakukan tindakan fisik terhadap pelaku kemaksiyatan, seperti pezina, pemabuk, dn lain-lain. Ini ada ditangan aparat penegak hukum dan pemerintah,” ungkap Gus Uwik.
Merespons kedatangan rombongan HTI bersama tokoh masyarakat, Kapolres Bogor Kota, AKBP Bahtiar Ujang Purnama mengatakan bahwa pihak kepolisian sangat mengapresiasi apa yang dilakukan HTI dalam rangka melakukan perbaikan di tengah-tengah masyarakat.
“Yang penting kita berada pada jalurnya masing-masing. Polisi bertindak dan masyarakat, juga dalam hal ini HTI kooperatif menyampaikan masukan dan nasehat kepada kami,” ujar Kapolres.
Dalam kesempatan tersebut Gus Uwik mengkritisi apa yang dilakukan oleh pemerintah dan aparat dalam persiapan tahun baru. Pemerintah dan aparat lebih mengedepankan persiapan rekayasa lalu lintas, kebersihan, kamtibmas daripada persiapan dan pencegahan atas perilaku menyimpang di atas.
“Miras, Narkoba dan Seks Bebas selain memang secara tegas diharamkan oleh Islam juga menjadi ancaman serius dan berkepanjangan kepada masyarakat luas. Penyakit-penyakit mematikan akan tersebar luas akibat budaya tersebut. Seharusnya pemerintah dan aparat membuat persiapan yang lebih matang atas hal tersebut,” tukas Gus Uwik
Menurut pandangan HTI sebenarnya budaya merusak tersebut bukan hanya marak di akhir tahun saja, namun hampir tiap hari juga ada. Dan anehnya adalah semakin banyak di razia ternyata semakin banyak dan semakin menjamur. Inilah yang menurut Gus Uwik aneh dan pasti ada yang salah dalam penanganannya.
“Menurut kami, ini karena faktor keimanan masyarakat yang lemah serta lemahnya penegakan hukum. Hukum tidak mampu membuat efek jera bagi pelakunya,” tegasnya.
Dalam Islam, pemerintah wajib memastikan bahwa setiap individu-individu masyarakat mempunyai tingkat keimanan yang tinggi. Sebab keimanan adalah modal besar sebagai kontrol individu. Seseorang tidak akan melakukan kemaksiyatan baik kecil maupun besar karena mereka tahu dan sadar bahwa hl tersebut dilarang oleh agama.
“Dalam Islam, pemerintah wajib membuat program dan aturan yang mendorong dan memaksa setiap individu masyarakat agar baik dan mempunyai iman yang kuat. Namun berbeda kondisinya saat ini. Pemerintah dalam masalah pembentukan keimanan diserahkan ke individu-individu dan dijadikan wilayah private dimana pemerintah gak bisa ikut campur. Padahal di sinilah salah satu akar masalahnya. Disinilah pemerintah saya katakan abai,” jelasnya lagi.
Selain itu, kelalaian pemerintah selanjutnya adalah memberlakukan hukuman yang ringan. Kondisi tersebut bertolak belakang dengan sistem hukum Islam. Islam memberi ancaman dan hukuman yang berat bagi masyarakat yang kedapatan mengkonsumsi miras, narkoba dan pesta seks bebas.
Islam mengancam orang yang minum khamar lalu mabuk, tidak diterima shalatnya 40 hari. Bila dia mati masuk neraka. Bila dia taubat, maka Allah akan mengampuninya. Namun bila kembali minum khamar dan mabuk, tidak diterima shalatnya 40 hari. Bila mati masuk neraka. Bila dia kembali minum, maka hak Allah untuk memberinya minum dari Radghatul Khabal di hari kiamat. Para shahabat bertanya, Ya Rasulallah, apakah Radaghatul khabal? Beliau menjawab, perasan penduduk neraka.
“Ini adalah ancaman mengerikan bagi pemabuk. Mereka diharamkan masuk surga. Siapa orangnya yang mau masuk neraka? Tentu semua tidak mau,” jelasnya.
Selain itu, hukuman berat pun akan diberikan kepada pemabuk ketika masih hidup. Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam Al-Mughni: hukuman bagi pemabuk adalah dicambuk 80 kali. Sesungguhnya mereka telah meriwayatkan bahwa Umar radhiyallahu ‘anhu bermusyawarah bersama kaum muslimin tentang hukuman bagi peminum khamr, maka Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu berkata: Cambuklah dia 80 kali, dengan pendapat itu pula ia menulis risalah kepada Khalid radhiyallahu ‘anhu dan Abu Ubaidah radhiyallahu ‘anhu di Syam.
“Sanksi berat bagi pemakai narkoba juga diberlakukan dalam Islam. Mereka yang menggunakan narkoba adalah ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qadhi, misalnya dipenjara, dicambuk, dan sebagainya. Sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. Pengguna narkoba yang baru beda hukumannya dengan pengguna narkoba yang sudah lama. Beda pula dengan pengedar narkoba, dan beda pula dengan pemilik pabrik narkoba. Ta’zir dapat sampai pada tingkatan hukuman mati,” jelasnya.
Pun demikian halnya bagi pezina. Sanksi dalam Islam juga sangat berat dan mengerikan. Bagi pezina yang belum nikah dicambuk sebanyak 100 kali. Sedangkan bagi pezina yang sudah menikah maka akan dihukum rajam hingga mati.
“Jika hukuman ditegakkan sebagaimana Islam mengatur maka saya yakin orang akan berpikir seribu kali untuk pesta miras, narkoba apalagi seks bebas. Inilah cara sistem Islam membendung dan memberantas secara cepat dan tepat perilaku merusak di atas,” imbuhnya.
Lebih lanjut, tokoh yang mulai mendapat amanah baru menjadi salah satu anggota Dewn Pimpinan Pusat (DPP) HTI ini, menegaskan bahwa inilah pentingnya perjuangan penegakkan syariat Islam dalam bingkai Khilafah. Sistem preventif dan sanksinya mampu mencegah tindak kriminal yang ada seminimal mungkin. Sejarah mencatat selama 13 abad hanya tercatat 16 kali kasus kriminal. Sungguh ini bukan hanya andil orangnya tapi karena sistemnya mampu membuat orang berpikir berulang kali untuk melakukan maksiat.