Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelar rapat terbatas hari ini Senin (30/12) di Istana Bogor untuk melakukan pengecekan terakhir program Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) sebelum diluncurkan pada Selasa (31/12). Program tersebut akan mulai diberlakukan pada 1 Januari 2014.
Ia mengatakan penerapan BPJS Kesehatan merupakan implementasi dari Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Program tersebut disebut Presiden SBY sebagai tonggak sejarah penting karena akan mengubah wajah dan tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. “Ini akan membuat pembangunan yang kita lakukan menjadi lebih adil terutama adil bagi saudara-saudara kita yang tergolong belum mampu,” katanya. (republika.co.id, 30/12/2013)
Komentar:
Namanya terdengar bagus, Jaminan Sosial Nasional, tetapi isinya ternyata hanya mengatur tentang asuransi sosial yang akan dikelola oleh BPJS. Artinya, itu adalah swastanisasi pelayanan sosial khususnya di bidang kesehatan.
Hal ini bisa dilihat dari isi UU No. 40 tahun 2004 tentang SJSN itu. Dalam Pasal 1 berbunyi: Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. Lalu Pasal 17 ayat (1): Setiap peserta wajib membayar iuran. (2) Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada BPJS secara berkala.
Dari dua pasal itu bisa dipahami:
1. Terjadi pengalihan tanggung jawab negara kepada individu atau rakyat melalui iuran yang dibayarkan langsung, atau melalui pemberi kerja bagi karyawan swasta, atau oleh negara bagi pegawai negeri. Lalu sebagai tambal sulamnya, negara membayar iuran program jaminan sosial bagi yang miskin. Pengalihan tanggung jawab negara kepada individu dalam masalah jaminan sosial juga bisa dilihat dari penjelasan undang-undang tersebut tentang prinsip gotong-royong yaitu: Peserta yang mampu (membantu) kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Jadi, jelas undang-undang ini justru ingin melepaskan tanggung jawab negara terhadap jaminan sosial atau kesehatan.
2. Yang akan menerima jaminan sosial adalah mereka yang teregister atau tercatat membayar iuran.
3. Jaminan sosial tersebut hanya bersifat parsial, misalnya jaminan kesehatan, tetapi tidak memberikan jaminan kepada rakyat dalam pemenuhan kebutuhan pokok sandang, pangan dan papan maupun pendidikan.
Adapun BPJS adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS, yang merupakan amanat dari UU No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN. BPJS akan menjadi lembaga superbody yang memiliki kewenangan luar biasa di negara ini untuk merampok uang rakyat.
Tidak hanya kepada para buruh, sasaran UU ini adalah seluruh rakyat Indonesia. Kedua UU tersebut mengatur asuransi sosial yang akan dikelola oleh BPJS. Hal ini ditegaskan oleh UU 40/2004 pasal 19 ayat 1 yang berbunyi: Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Juga Pasal 29, 35, 39, dan 43. Semua pasal tersebut menyebutkan secara jelas bahwa jaminan sosial itu diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial.
Prinsip asuransi sosial juga terlihat dalam UU Nomer 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Pada Pasal 1 huruf (g) dan Pasal 14 serta Pasal 16 disebutkan bahwa BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip kepesertaan yang bersifat wajib.
Inilah fakta sebenarnya dan bahaya UU SJSN dan BPJS bagi rakyat. Rakyat dipalak sedemikian rupa atas nama kepentingan negara dalam menjamin layanan kesehatan dan sosial lainnya. Bagaimana tidak memalak. UU itu menyiapkan seperangkat sanksi bagi rakyat yang tidak mau membayar premi. Jadi, bohong jika dikatakan bahwa UU ini akan membawa kesejahteraan bagi rakyat.
Hanya dengan penerapan syariah dalam bingkai khilafah pemalakan dihapus, karena khilafah adalah negara riayah (pemelihara) bukan jibayah (pemalak) dan hanya negara Khilafah yang mampu memberikan jaminan kesejahteraan untuk tiap inidvidu rakyatnya, baik kaya atau miskin, muslim maupun non muslim, menjadi riil, bukan bualan. []