Tahun 2013 berlalu. Banyak langkah dakwah yang telah kita lakukan di sepanjang tahun 2013. Di antaranya seminar, diskusi, konferensi, muktamar, masirah (unjuk pikiran), temu tokoh, konferensi pers, training, kunjungan atau audiensi dan lainnya yang bersifat insidental, ataupun yang bersifat rutin seperti pembinaan dan pengkaderan.
Ragam kegiatan itu telah mewarnai dinamika dakwah di negeri ini. Yang paling menggema tentu adalah Muktamar Khilafah yang diselenggarakan di sepanjang bulan Mei dan Juni 2013 lalu di 31 kota besar di Indonesia. Inilah kegiatan yang menguras paling banyak energi dan melibatkan paling banyak orang.
Kita juga melakukan banyak kegiatan guna merespon sejumlah persoalan aktual seperti soal RUU Ormas, Miss World, penyadapan oleh Australia dan AS, Pekan Kondom Nasional dan lainnya.
RUU Ormas memang istimewa. Inilah RUU yang bersentuhan langsung dengan eksistensi HTI, juga puluhan atau bahkan ratusan organisasi atau kelompok Islam lainnya. Di dalam RUU itu, terdapat banyak ketentuan yang sangat mengekang, terutama soal asas. Disebutkan bahwa setiap ormas diwajibkan memiliki asas Pancasila. HTI dan ormas Islam lain tidak bisa menerima ketentuan ini. Alasannya sederhana: karena HTI adalah organisasi Islam. Masak, organisasi Islam berasas selain Islam?
Oleh karena itu, RUU Ormas tidak boleh lolos begitu saja. Harus dipastikan bahwa RUU ini tidak bakal memberikan kesulitan apalagi bahaya kepada Ormas Islam dan aktivitas dakwah. Semua Ormas Islam bergerak. Bahkan NU yang awalnya agak cenderung menerima, akhirnya ikut menolak juga. Suara keras masyarakat bertambah nyaring dengan kehadiran puluhan ulama dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan DKI bahkan juga dari Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Mereka secara bergantian menyampaikan aspirasinya kepada Pansus RUU Ormas dan fraksi-fraksi di DPR.
Terhadap penyelenggaraan Miss World, selain HTI, penolakan juga dilakukan oleh lebih 60 ormas atau kelompok Islam lainnya. Di antaranya: MUI, NU, Muhammadiyah, FPI, DDII dan lainnya; termasuk ormas perempuan seperti Aisyiah dan Muslimat NU. Segala usaha ditempuh untuk membatalkan perhelatan yang jelas-jelas hendak mengeksploitasi perempuan. Di antaranya, audiensi ke kantor Kemenkokesra yang diketahui turut memberikan rekomendasi; juga audiensi ke Mabes Polri, yang ketika itu diterima oleh Kabaharkam (Kepala Badan Pemelihara Keamanan) Mabes Polri Komjen Badrodin Haiti dan stafnya, jenderal bintang dua dan satu.
Kepada para pejabat di kedua kantor itu, kita menyerukan dengan tegas untuk menghentikan Miss World karena perhelatan itu adalah sebuah kemungkaran, bertentangan dengan nilai-nilai Islam, serta bertentangan dengan kehendak untuk menjaga harkat dan martabat perempuan.
++++
AlhamdulilLah, kita sangat bersyukur. Semua kegiatan yang diselenggarakan di sepanjang tahun 2013 lalu, utamanya Muktamar Khilafah (MK), dapat berjalan dengan sukses dan telah memberikan pengaruh penting dalam dakwah di negeri ini. Kegiatan yang diikuti oleh lebih dari 360 ribu orang itu telah meningkatkan kesadaran umat tentang arti pentingnya Khilafah bagi perwujudan kembali ‘izzul Islam wal Muslimin. Kegiatan itu juga penting untuk menumbuhkan kepercayaan umat terhadap Hizbut Tahrir. Di tengah krisis kepercayaan terhadap partai politik, termasuk partai politik Islam, akibat berbagai kasus korupsi, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) ingin menunjukkan diri (dalam arti positif) sebagai kelompok yang masih bisa diharapkan untuk membawa umat kepada terwujudnya cita-cita. Melalui muktamar ini, berbagai pihak juga bisa melihat, bahwa HTI terbukti mampu menyelenggarakan acara besar dengan aman, megah, meriah dan terkendali. Ini akan menepis kekhawatiran atau tudingan sementara pihak yang menyatakan bahwa HTI adalah kelompok radikal yang akan membuat onar negeri ini.
AlhamdulilLah juga, meski akhirnya RUU Ormas tetap disahkan, isinya sudah banyak mengalami perubahan, mengakomodasi aspirasi umat. Ketentuan-ketentuan yang bakal menimbulkan dharar bagi kegiatan dakwah bisa diminimalisasi.
Sementara itu, setelah mendapat protes keras dari banyak kalangan, kontes kecantikan wanita se-dunia, Miss World, meski tetap saja diselenggarakan di Indonesia, tempatnya diubah dari Sentul-Bogor ke Pulau Bali. Sama seperti Miss World, setelah menuai banyak protes dari berbagai kalangan, agenda Pekan Kondom Nasional (PKN) akhirnya juga dibatalkan.
Semua itu adalah buah dari opini penolakan serempak oleh berbagai pihak. Kata kuncinya: Jangan pernah berhenti menyuarakan penolakan terhadap kemungkaran. Jangan lelah mengajak semua pihak dan memanfaatkan semua media untuk menyuarakan kebenaran. Meski tidak selalu berbuah sesuai harapan, suara penolakan terhadap kemungkaran ini menunjukkan bahwa umat Islam masih ‘hidup’, masih memiliki energi menegakkan kebenaran.
++++
Akhirnya, kita menyadari pada tahun 2014 kita akan melewati sejumlah peristiwa politik penting yang bakal menentukan warna negeri ini 5 tahun ke depan. Itulah Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden. Dalam kedua peristiwa tersebut, jelas HTI tidak turut serta. Namun, tidak berarti HTI hanya akan duduk menjadi penonton seperti yang dituduhkan oleh sementara kalangan.
Dalam mewujudkan tujuan politiknya, HT mengikuti metode (thariqah) dakwah Rasulullah saw. Dimulai dari tahap pembinaan dan pengkaderan (marhalah tatsqif wa takwin), interaksi dengan umat (tafa’ul ma’al-ummah) dan tahap istilamul-hukmi (penyerahterimaan kekuasaan) melalui dukungan ahlun-nushrah. Dari tahap pembinaan dan pengkaderan lahir kader dakwah yang ber-syakhsiyyah atau berkepribadian islami dan pengembangan tubuh jamaah. Adapun melalui interaksi dengan umat dengan berbagai kegiatan seperti yang selama ini dilakukan, ide-ide Islam berkembang dan menjadi opini publik. Pada saat yang sama, dilakukan kontak dengan the influenzial people (ashabul fa’aliyat) serta ahlul quwwah baik dari kalangan penguasa maupun pemimpin militer, sedemikian sehingga mereka paham, bersetuju dan mendukung bahkan memberikan nushrah atau pertolongan pada dakwah sehingga tercapai tujuan politik, yakni tegaknya syariah dan Khilafah.
Jadi, jelas sekali terlihat, HT bukanlah tengah duduk manis sebagai penonton. HT justru tengah bekerja, bahkan dengan sangat sistematis, untuk tercapainya tujuan politik. Hanya saja, jalan yang ditempuh HTI tidaklah sama dengan jalan yang ditempuh oleh umumnya kelompok politik yang memilih jalan demokrasi. Dari sisi HT, justru merekalah yang tengah “menonton” bagaimana HT bekerja menegakkan kembali kehidupan Islam.
Usaha perbaikan (islahi) sebuah masyarakat yang tumbuh tidak berdasar pada akidah Islam memang tidak mudah, karena memang dasar yang digunakan bukanlah Islam. Karena itu usaha yang bersifat mengubah (taghyiri) masyarakat yang berdasar pada paham sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara) menjadi masyarakat yang berdasar pada Islam haruslah diutamakan. Tanpa ini, kita akan terus mengalami ironi. Ini negeri Muslim, penduduk mayoritasnya Muslim dan para pejabatnya kebanyakan Muslim; tetapi sulit sekali menyelesaikan masalah-masalah yang muncul dengan cara Islam karena Islam hanya dijadikan sebagai agama individual, bukan agama komunal, dalam arti tidak dijadikan sebagai dasar pengaturan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Oleh karena itu, teruslah melangkah, berdakwah dengan metode atau thariqah yang benar. Yakinlah, ikhtiar yang dilakukan dengan penuh kesungguhan, kesabaran dan keikhlasan, cepat atau lambat, pada akhirnya akan menemukan titik keberhasilan. Insya Allah. [HM Ismail Yusanto]