Gus Uwik : Harga Elpiji Melambung, Pemerintah Dzalim

Kenaikan harga yang tiba-tiba serta mendadak pada elpiji 12 kg sungguh membuat sebagian besar masyarakat dan pengusaha kelas kecil/menengah bereaksi terkaget-kaget dan keberatan. Sebab kenaikan harga dari 85 ribu/tabung menjadi 140 ribu/tabung jelas mencekik.

“Kenaikan ini jelas kebijakan yang dzalim. Ini kado menyakitkan di tahun baru bagi masyarakat,” tegasnya.

Oleh karena itu, tokoh muda bogor ini mendesak pemerintah menghentikan dan membatalkan kenaikan sumber energi kebutuhan pokok rakyat tersebut.

Menurut HTI, penaikan harga gas tersebut sangat semena-mena, karena menaikkan harga dalam situasi sulit seperti ini akibat penaikan harga BBM, padahal sebelumnya pemerintah juga memaksa rakyat Indonesia untuk berpindah dari konsumsi minyak tanah ke gas.

“Ini keputusan yang sangat dzalim yang dilakukan oleh perusahaan milik negara. Pemerintah yang seharusnya melayani masyarakat justru sebaliknya. Karena itu pemerintah harus menghentikan dan membatalkan kenaikan harga kebutuhan pokok rakyat ini. Karena ini berdampak sangat serius pada peningkatan beban rakyat,” tegas Gus Uwik.

Menurut Gus Uwik lagi, penaikan harga gas dan hajat hidup orang banyak yang semena-mena dan terus berulang lantaran negara mengatur masyarakat itu seperti hubungan pembeli dan penjual.

Apalagi kemudian seolah-olah Pertamina dilepas dengan alasan bisnis merugi sekian triliun kemudian dibenarkan untuk menaikan harga dengan semena-mena.

Oleh karena itu, Gus Uwik menegaskan lagi, semestinya hubungan antara pemerintah dengan rakyat itu pelayanan.

Sehingga pemerintah melayani rakyat. Jadi tidak ada istilah rugi di sini. Lagi pula gas itu kan milik rakyat. Lalu pemerintah diwajibkan mengelola kok bilang rugi.

“Ini adalah pola-pola kapitalis, rakyat yang sebagai pemilik gas itu diposisikan sebagai pembeli,” pungkasnya.

Kondisi ini jelas akan berdampak secara langsung terhadap 221.072 warga miskin kota Bogor. Mereka akan semakin terhimpit oleh beban berat kehidupan. Para kapitalis tentu akan menaikkan harga-harga produksinya yang pasti akan sangat berpengaruh pada beban hidup masyarakat.

“Maka jangan disalahkan jika angka kriminalitas di kota bogor nanti bisa dimungkinkan akan meningkat pesat. Angka perceraian juga meningkat dan penyakit sosial lainnya. Dari sekian banyak survei menjelaskan, tingkat kriminalitasn perceraian, dll akan berbanding lurus dengan semakin meningkatnya bebas ekonomi akibat naiknya harga barang-barang,” jelasnya.

Padahal, menurut Gus Uwik, di dalam Islam seluruh masyarakat, baik muslim maupun non muslim berserikat dalam sektor energi.

Artinya, sektor energi tidak boleh di liberalisasi dan di kapitalisasi. Energi harus di kelola oleh negara untuk kemakmuran masyarakat.

Negara harus menggratiskan seluruh biaya yang berkait dengan layanan energi. Kalaupun ada biaya akibat proses produksi maka hanya harga itulah yang dibebankan pada masyarakat bukan untuk mencari keuntungan.

“Di dalam hadist disebutkan mengambil harga dari energi adalah haram. Artinya negara wajib menyediakan layanan energi, seperti listrik, gas, dll gratis, tidak di pungut biaya atau kalau pun ada biaya dengan harga yang sangat murah,” tegas Gus Uwik.

Oleh karena itu, menurut Gus Uwik karena sistem yang diterapkan di Indonesia adalah kapitalisme yang ‘menghalalkan’ liberalisasi sektor migas. Akhirnya energi menjadi barang yang susah dan mahal.

Indonesia akan tercukupi kebutuhan energinya jika dikelola secara syariah dalam bingkai khilafah. (bogorplus.com, 5/1/2014)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*