Jumlah korban kekejaman rezim militer as Sisi terus meningkat sejak kudeta militer awal Juli 2013. Di sisi lain Barat yang kerap mengklaim sebagai pendekar HAM diam terhadap pembantaian ini. Amerika juga tampak melakukan pembiaran.
Situs www.middleeastmonitor.com (2/1) memberitakan Pusat Mesir Untuk Hak Ekonomi dan Sosial (ECESR) memperkirakan 2.665 orang terbunuh akibat kekerasan dan hampir 16.000 orang terluka sejak tersingkirnya presiden terpilih Mohamed Morsi.
Rincian itu dikumpulkan oleh ECESR dalam proyek dokumentasi besar berbasis internet yang disebut Wiki-Thwara yang bertujuan merekam jumlah korban dalam insiden yang terjadi pasca kudeta.
Data Statistik jumlah terbunuh dicatat hingga 11 November, sementara yang terluka didata hingga 3 Desember. Semua insiden itu terjadi selama masa presiden interim Adli Mansour.
Jumlah orang yang ditangkap di Mesir selama periode yang sama, menurut ECESR, adalah 13.145 orang dalam 718 insiden. Namun, pusat penelitian itu mengatakan bahwa tidak semua pengumpulan data telah selesai.
Jumlah pembunuhan mencapai puncaknya pada bulan Agustus, kata ECESR , ketika pembantaian Rabaa Al – Adawiyya dan Al – Nahda terjadi. Hampir 8.000 orang terluka dalam bulan yang sama.
Pusat penelitian itu telah menekankan bahwa mereka telah mengumpulkan data dan menganalisanya dengan cara non – partisan untuk menghindari tuduhan bias politik yang dapat menyulitkan dilakukannya pengadilan yang fair dan adil.
Perlu dicatat bahwa statistik yang dirilis oleh ECESR itu menunjukkan angka jauh lebih tinggi daripada jumlah korban yang dikeluarkan oleh statistik resmi yang diberikan oleh sumber-sumber resmi di pemerintahan. (rz)