“PEMILU: Antara Harapan dan Ilusi”
HTI Press. Yogyakarta. Gegap gempita “pesta demokrasi” mulai membahana ke sekian kalinya namun rakyat tetap sengsara. Apakah masih berharap pada Pemilu? Atau justru ragu? Demikianlah ulasan yang disampaikan Mayangsari Rahayu, S.S.i selaku moderator mengomentari video pengantar dalam pengajian umum spesial bertajuk Pemilu: Antara Harapan dan Ilusi, Sabtu (4/2) di selasar utara Masjid Kampus UGM.
Agenda bulanan yang diselenggarakan oleh MHTI Chapter Kampus UGM ini menghadirkan Sinta Rachmawati, S.Farm, Apt. (dosen Universitas Negeri Jember, mahasiswi pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat UGM) dan Lutfhi Aqrobah, S.Si. (aktivis Muslimah HTI).
Sinta menyampaikan bahwa di tahun 2014 masyarakat masih punya harapan melihat Indonesia lebih baik. Sinta mengingatkan kepada para intelektual agar keberadaannya di tengah masyarakat mampu menjelaskan kebenaran yang harus diperjuangkan dan mengkritisi kekeliruan yang tengah terjadi. Adapun Lutfhi mempertegas bahwa realitas kerusakan yang terjadi saat ini seperti pergaulan bebas, korupsi, kriminalitas, kemiskinan, pengangguran, dan lain-lain merupakan akibat dari persoalan sistemik yang tengah mendera Indonesia. Hal tersebut menyebabkan fenomena golput tinggi terjadi di sejumlah PILKADA yang dilaksanakan.
Sekitar 50 mahasiswi yang hadir nampak antusias dengan melontarkan pertanyaan dalam 2 termin. Inas (TEP FTP 2013) dan Lutfi (vokasi 2013) menanyakan apakah pemilu benar-benar sebuah ilusi, dan sikap seperti apa yang harus ditunjukkan untuk menghadapi pemilu 2014. Endah mahasiswi 2012 jurusan politik pemerintahan (JPP) FISIPOL juga berkomentar bahwa rakyat sekarang sudah jenuh dengan kondisi yang ada, dan anehnya munculah wacana bahwa masalah tersebut akan diselesaikan dengan menggunakan hak pilih 2014. Diamini oleh Amelia dari JPP bahwa demokrasi sekarang sudah kebobolan dengan pemikiran kebebasan yang diusung oleh kebanyakan orang sehingga melegalkan kemaksiatan yang dilakukan atas nama HAM.
Moderator menyimpulkan di akhir acara bahwa dengan melihat kondisi yang berulang nyatalah bahwa pemilu tidak bisa diharapkan untuk membawa perubahan yang besar. Harapan itu ada dengan memperjuangkan sistem benar yang berasal dari pencipta. Sehingga Islam pun mengatur bahwa dalam urusan pemerintahan ada format khilafah yang akan menerapkan hukum-hukum Allah. []