“Kami tidak lagi berada di pemerintahan tapi kami masih berkuasa . Dengan menyetujui bahwa pemerintah kami akan mengundurkan diri, kami telah membuktikan bahwa kami mendukung pemindahan kekuasaan secara damai, kami menempatkan kepentingan Tunisia di atas kepentingan atau pertimbangan-pertimbangan lain, dan kami tidak menahan kantor-kantor Negara”.
Pemimpin veteran dari Partai Ennahda Tunisia, Rashid Ghannouchi, telah kembali ke rumahnya yang sederhana di Tunisia untuk beristirahat dan menerima tamu setelah akhir musyawarah pengunduran diri kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai di bawah Perdana Menteri Ali Larayedh.
“Kami tidak lagi dalam pemerintahan tapi kami masih berkuasa, ” kata Ghannouchi. “Dengan menyetujui bahwa pemerintah kami akan mengundurkan diri, kami telah membuktikan bahwa kami mendukung pemindahan kekuasaan secara damai, kami menempatkan kepentingan Tunisia di atas kepentingan atau pertimbangan-pertimbangan lain, dan kami tidak menahan kantor-kantor negara.”
Dia mencatat bahwa pihaknya telah membuat konsesi besar mengenai banyak pasal dalam konstitusi baru, terutama mengenai pemberantasan kaum takfir (yang menganggap orang lain sebagai orang-orang kafir), dan dengan tidak bersikeras bahwa Syariah (hukum Islam) harus dinyatakan dalam konstitusi sebagai sumber utama perundang-undangan. Ghannouchi juga mengatakan bahwa Ennahda menunjukkan fleksibilitas mengenai ayat yang mencakup kesetaraan antara pria dan wanita.” Apakah itu berarti memainkan Islamisasi Tunisia atau konsep negara sipil?” tanyanya.
Pemerintah Larayedh mengajukan pengunduran diri pada hari Kamis lalu dalam konteks kesepakatan yang dicapai selama diskusi konsensus nasional rakyat Tunisia yang bertujuan membantu negara untuk keluar dari krisis yang dihadapi.
Mantan menteri perumahan, Madhy Jumaa, sedang membentuk pemerintah baru yang independen yang terdiri dari para teknokrat untuk menjalankan urusan negara hingga pemilihan parlemen dan presiden bisa dilangsungkan. (rz/www.middleeastmonitor.com)
Sumber : Raialyoum