Adanya sejumlah rumah sakit yang menyiapkan kamar khusus untuk caleg yang sakit jiwa karena gagal, menurut pengamat sosial Iwan Januar menunjukkan luar biasanya mudharat demokrasi.
“Maka luar biasa mudharatnya demokrasi. Sudahlah merusak ekonomi, menimbulkan depresi, yang paling parah adalah merusak akidah. Pantas saja banyak yang sakit jiwa,” ungkapnya kepada mediaumat.com, Ahad (19/1) melalui surat elektronik.
Menurut Iwan, hal itu bisa dilihat sebabnya, seorang caleg harus berjuang keras di partainya agar mendapatkan nomor urut ‘jadi’. Setelah itu ia juga harus berjuang blusukan ke kantong-kantong suara bersaing dengan kandidat lain baik dari parpolnya sendiri ataupun yang lain untuk memperoleh suara.
Tapi yang paling membuat para caleg gagal itu depresi adalah beban biaya yang harus mereka pikul. Baik untuk melobi pengurus parpol maupun biaya kampanye. Biaya itu bisa berasal dari harta benda mereka sendiri maupun hutang sana-sini. “Terbayang kan bila gagal?” tanyanya retoris.
Padahal biaya yang harus dipikul itu kisarannya antara 1-6 miliar. Untuk level daerah sekitar 1 miliar lebih, tapi untuk caleg pusat/DPR sudah diestimasi oleh sejumlah politisi dan anggota dewan bisa menembus angka 5-6 miliar.
Ini pertanda bahwa demokrasi itu sistem politik berbiaya tinggi dan tidak sehat secara sosial. Orang dibuat menjadi tamak, ambisius dan egois dalam soal politik. “Bila gagal ujung-ujungnya adalah sakit jiwa, minimal sakit hati, dan pastinya sakit kantong,” tegasnya.
Anggota Lajnah Siyasiyah DPP HTI tersebut juga menyatakan praktek demokrasi mendorong pelakunya berbuat kesyirikan. “Belum lagi demokrasi di Indonesia khususnya, juga mendorong praktek-praktek syirik karena banyak caleg yang kerap memanfaatkan jasa dukun untuk membantu pencalonan mereka,” pungkasnya. (mediaumat.com, 19/1/2014)