Muslimah HTI: Bupati Kendal Harusnya Tak Mentolerir Hal yang Dilarang Agama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pernyataan Bupati Kendal, Jawa Tengah, Widya Kandi Susanti terkait lokalisasi prostitusi telah memicu perdebatan luas. Semua maklum bahwa prostitusi terlarang menurut pandangan agama, juga memunculkan berbagai persoalan sosial dan mengancam pilar-pilar keutuhan keluarga.

Namun menurut sang bupati pekerja seks komersial adalah pahlawan keluarga karena mereka umumnya bekerja untuk menghidupi keluarga. Dalam kondisi itu, tidak manusiawi jika tempat pelacuran ditutup.

“Selain tidak manusiawi, dengan ditutupnya lokalisasi akan menimbulkan persoalan baru, yaitu menambah kemiskinan dan merebaknya penyakit kelamin. Pasalnya, kemungkinan paraPSK itu akan mangkal di jalan-jalan bila lokalisasi ditutup,” papar Bupati Widya, Kamis (23/1/2014).

Menanggapi statemen bupati Kendal, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menganggap pernyataan Bupati Widya menunjukkan cara berfikirnya yang pragmatis, kompromis dan sekular. Sebagai pengambil kebijakan, bupati selayaknya menyampaikan pernyataan dan membuat kebijakan yang bisa memberikan solusi apapun konsekuensinya, tidak hanya bersikap kompromis dan mencari yang paling ringan risikonya.

“Sebagai seorang muslimah semestinya tidak mentolerir hal yang dilarang agama. Bila merujuk kepada aturan agama (Islam) justru Bupati Widya akan mendapati komprehensifnya aturan Islam mengatasi persoalan ini,” ungkap Juru BicaraMuslimah Hizbut Tahrir Indonesia, Iffah Ainur Rochmah dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, Senin (27/1/2014).

Menurut Iffah, Islam menetapkan lima jalur yang harus ditempuh untuk mengatasi maraknya prostitusi yakni penegakan hukum/sanksi tegas kepada semua pelaku prostitusi/zina. Tidak hanya mucikari atau germonya. PSK dan pemakai jasanya yang merupakan subyek dalam lingkaran prostitusi harus dikenai sanksi tegas.

Hukuman di dunia bagi orang yang berzina adalah dirajam (dilempari batu) jika ia pernah menikah, atau dicambuk seratus kali jika ia belum pernah menikah lalu diasingkan selama satu tahun. Jika di dunia ia tidak sempat mendapat hukuman tadi, maka di akhirat ia disiksa di neraka. Bagi wanita pezina, di neraka ia disiksa dalam keadaan tergantung pada payudaranya.

“Jalur yang kedua adalah penyediaan lapangan kerja. Faktor kemiskinan yang seringkali menjadi alasan utama PSK terjun ke lembah prostitusi tidak perlu terjadi bila negara memberikan jaminan kebutuhan hidup setiap anggota masyarakat, termasuk penyediaan lapangan pekerjaan, terutama bagi kaum laki-laki. Perempuan semestinya tidak menjadi pencari nafkah utama bagi keluarganya,” jelas Iffah.

Jalur yang ketiga menurut Iffah adalah pendidikan/edukasi yang sejalan. Pendidikan bermutu dan bebas biaya akan memberikan bekal kepandaian dan keahlian pada setiap orang agar mampu bekerja dan berkarya dengan cara yang baik dan halal. Pendidikan juga menanamkan nilai dasar tentang benar dan salah serta standar-standar hidup yang boleh diambil dan tidak.

“Alasan PSK yang kembali ke tempat prostitusi setelah mendapat pembinaan ketrampilan karena lebih sulit mendapat uang dari hasil menjahit dibanding melacur tidak akan terjadi bila ada penanaman kuat tentang standar benar dan salah,” ungkapnya.

Selain itu ada jalur sosial. Menurutnya pembinaan untuk membentuk keluarga yang harmonis merupakan penyelesaian jalur sosial yang juga harus menjadi perhatian pemerintah. Hal lain adalah pembentukan lingkungan sosial yang tidak permisif terhadap kemaksiatan sehingga pelaku prostitusi akan mendapat kontrol sosial dari lingkungan sekitar.

“Jalur terakhir adalah kemauan politik. Penyelesaian prostitusi membutuhkan diterapkannya kebijakan yang didasari syariat Islam. Harus dibuat undang-undang yang tegas mengatur keharaman bisnis apapun yang terkait pelacuran. Bukan hanya menutup semua lokalisasi, tapi juga semua produksi yang memicu seks bebas seperti pornografi lewat media,” ungkap Iffah.

Iffah menilai dibutuhkan political will di tingkat negara untuk menutup tuntas pintu-pintu prostitusi. Kebijakan di tingkat kepala daerah tidak akan mampu mewujudkannya. Karenanya seluruh masyarakat sesungguhnya membutuhkan negara yang menerapkan syariat Islam secara sempurna dan negara yang mampu menerapkan syariat Islam ini dalam bentuk Khilafah Islamiyah. []

sumber: http://www.tribunnews.com/regional/2014/01/27/muslimah-hti-bupati-kendal-harusnya-tak-mentolerir-hal-yang-dilarang-agama

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*