Oleh: Fika Komara (Member of the Central Media Office of Hizb ut Tahrir)
Baru-baru ini, citra positif Hongkong sebagai kota modern dan merupakan salah satu pusat keuangan dunia, akhir – akhir ini mendapat sorotan tajam akibat praktik “mirip perbudakan” yang terjadi pada ratusan ribu buruh migran perempuan di negeri itu. Adalah kasus Erwiana Sulistyaningsih – buruh migran asal Indonesia yang disiksa oleh majikannya selama 8 bulan hingga nyaris lumpuh, telah menggugah simpati publik warga Hongkong dan menuai aksi besar di Hongkong tanggal 12 Januari lalu yang diikuti 6000 partisipan buruh migran Indonesia dan Filipina termasuk juga warga Hongkong yang melakukan aksi demo berjalan dari Southorn Playground Wanchai, menuju kantor pusat kepolisian Hongkong di Arsenal Street. Mereka menyerukan agar kepolisian Hongkong mempercepat proses penyelidikan atas kasus Erwiana dan mengkaji ulang cara kerja polisi dalam menanggapi keluhan dari pekerja migrant PRT tersebut.
Diberitakan oleh South China Morning Post bahwa pada awalnya kepolisian Hongkong menolak untuk menyelidiki kasus Erwina dan inilah yang memicu protes keras dari public. Padahal kasus kekerasan terhadap pekerja domestic di Hongkong bukanlah kali yang pertama. Hong Kong’s Mission for Migrant Workers (MFMW) merilis sebuah studi tahun lalu didasarkan pada wawancara terhadap lebih dari 3.000 pekerja rumah tangga asing dan ditemukan bahwa hampir sepertiga dari mereka tidak mendapat akomodasi layak di dalam rumah. Selain itu, pada bulan November tahun lalu, Amnesty International, organisasi hak asasi manusia yang berbasis di Inggris, mengutuk kondisi “mirip perbudakan” yang dihadapi oleh ribuan perempuan Indonesia yang bekerja di Hongkong dan menuduh pemerintah Hongkong menutup mata dan lamban dalam menindak praktek perbudakan modern ini.
Hong Kong adalah rumah bagi hampir 300.000 pembantu rumah tangga dari Indonesia dan Filipina yang mayoritas adalah perempuan – dan kebijakan Hongkong terkait buruh migran telah mendapat hujan kritik terus-menerus dari berbagai kelompok karena sering membuat para pembantu rumah tangga migran enggan melaporkan pelecehan/ kekerasan karena takut kehilangan pekerjaan mereka dan akan dideportasi jika mereka gagal untuk menemukan pekerjaan baru dengan cepat.
Komentar:
Inilah harga mahal kehidupan modern ala Kapitalisme di sebuah kota yang katanya menjadi representasi bagi kemajuan ekonomi di Asia. Hongkong yang memiliki indeks pembangunan manusia yang tinggi ini justru memelihara praktek penistaan terhadap martabat manusia yakni ratusan ribu pekerja domestik perempuan yang mendapat perlakuan diskriminatif, lingkungan kerja yang tidak layak bahkan penyiksaan fisik. Tak berbeda dengan Hongkong, kota-kota modern di Barat yang mempraktekan resep kehidupan sekuler modern seperti London dan Ohio, juga mengukir prestasi perbudakan modern terhadap kaum perempuan. Ini adalah bukti IMPOTENSI dari negara kapitalis demokrasi yang memuja HAM dalam mencegah perbudakan, ketidakadilan dan dehumanisasi massal atas jutaan perempuan yang lemah sekaligus gagal memelihara martabat kemanusiaan.
Di abad modern ini, Kapitalisme telah sukses membangun sebuah peradaban manusia pemangsa, ini adalah akibat dari terciptanya kesenjangan global yang ekstrim yang menyebabkan migrasi massal ekonomi dari negara-negara yang lebih miskin untuk mencari pekerjaan meski dengan upah rendah, lingkungan kerja yang buruk termasuk hak-hak istimewa bagi majikan – akibat kebijakan deregulasi pasar bebas kapitalis yang lebih menghargai keuntungan materi dibandingkan martabat manusia. Hal ini juga diakibatkan oleh watak asli Kapitalisme yang mensucikan keuntungan materi sebagai tujuan utama dari masyarakat, sehingga tak pelak lagi ini menjadi bahan bakar bagi semangat dehumanisasi dan eksploitasi perempuan dan kaum lemah. Ditambah dengan mesin industri Kapitalis yang membenarkan eksploitasi perempuan melalui iklan, bisnis porno, hiburan, semata untuk keuntungan sistem kapitalis liberal, hal ini tidak hanya merendahkan status perempuan tetapi juga menciptakan kesan ‘pembenaran’ terhadap eksploitasi perempuan demi keuntungan – cara pandang seperti ini akhirnya juga mendorong para pelaku perdagangan manusia termasuk mereka yang terlibat dalam praktek perbudakan modern. Sehingga di bawah kehidupan Kapitalistik, kaum perempuan yang lemah akan selalu menjadi korban dari banyak predator Kapitalis dari mulai pihak majikan, perusahaan perekrut tenaga kerja, termasuk penguasa negara asal buruh migran yang inkompeten menyejahterakan rakyatnya didalam negeri sekaligus tidak peduli tentang hak-hak pekerja yang mereka kirim ke luar negeri demi sekedar angka remitansi ekonomi.
Sangat kontras dengan Kapitalisme, Islam adalah ideologi yang sangat fokus pada pencegahan kezhaliman dengan segala bentuknya termasuk praktek perbudakan. Prinsip-prinsip Islam memberi perlindungan dari praktek perbudakan, terbukti dari larangan Islam terhadap perbudakan atas orang merdeka dengan pengharaman yang pasti, seperti yang ditunjukkan dalam hadist berikut :
<< ثَلَاثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِ أَجْرَهُ >>
“Tiga orang yang Aku musuhi pada hari kiamat nanti adalah orang yang telah memberikan (baiat kepada khalifah) karena Aku, lalu berkhianat; orang yang menjual (sebagai budak) orang yang merdeka, lalu dia memakan harga (hasil) penjualannya; serta orang yang mengontrak pekerja, kemudian pekerja tersebut menunaikan pekerjaannya, sedangkan orang itu tidak memberikan upahnya” [HR.Bukhari no.430]
Disamping itu ideologi Islam menggariskan perlindungan penuh terhadap kaum perempuan yang dipandang sebagai kehormatan yang wajib dijaga, yang harus diperlakukan layaknya sebagai manusia yang bermartabat dan BUKAN dipandang hanya sebagai pekerja murah rendahan. Pencegahan kezhaliman dan perlindungan terhadap perempuan ini hanya akan terwujud dalam sebuah sistem pemerintahan ideologis bagi umat Islam, yakni sistem Khilafah yang memiliki visi politik untuk mengimplementasikan SELURUH prinsip-prinsip dan hukum Islam pada masyarakat. Sistem Khilafah adalah satu-satunya yang mampu menangani dengan kredibel dan memberikan solusi praktis untuk berbagai masalah politik, ekonomi dan sosial yang saat ini menimpa perempuan di seluruh negeri-negeri Muslim dan di seluruh dunia, termasuk perempuan Indonesia. []
(Written for the Central Media Office of Hizb ut Tahrir)