Pada tanggal 27/1/2014, Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata Mesir dalam sidang darurat mengeluarkan pernyataan yang berisi pengumuman “pencalonan Abdul Fattah al-Sisi sebagai presiden, bahkan ini dianggap sebagai mandat dan kewajiban”. Dewan juga mengumumkan kenaikan pangkat al-Sisi menjadi Marsekal.
Padahal semua orang tahu bahwa al-Sisi tidak pernah memimpin pertempuran apapun melawan entitas Yahudi yang menduduki Palestina. Akan tetapi ia memimpin peperangan melawan rakyatnya sendiri ketika ia memerintahkan pembunuhan terhadap para demonstran yang melakukan aksi di sejumlah alun-alun, hingga ribuan dari mereka nyawanya melayang, dan sejauh ini rezimnya masih melakukan pembunuhan dan penahanan dengan sewenang-wenang.
Sementara itu, Presiden Mesir yang berada di penjara, Muhammad Mursi, pada tahun 2012 menaikkan pangkatnya menjadi Jenderal, padahal semua tahu bahwa al-Sisi adalah seorang intelijen di militer, yang kemudian berbalik melawan dirinya dan melemparkannya ke dalam penjara.
Yang aneh dalam hal ini, adalah bahwa militer telah bertindak sebagai lembaga politik yang menjadi kompetitif bagi kekuatan politik yang lain, sebagaimana ia memperlihatkan sebagai penguasa yang mengontrol dan menguasai negeri ini.
Dan yang lebih aneh lagi, adalah bahwa para pendukung demokrasi dan sekularisme justru mereka mendukung pemerintahan otoriter, dan menolak pemerintahan kelompok politik tertentu yang berbeda pendapat dengan mereka. Jadi mereka lebih memilih pemerintahan otoriter ini, sebab mereka tidak berada dalam kekuasaan. Dalam hal ini, mereka memperlihatkan ketidakmampuannya untuk mengatasi masalah tanpa menyerukan intervensi militer. Sehingga mereka memberi restu militer untuk melakukan pembantaian dan kejahatan, dan mereka pun bertepuk tangan serta menari di atas darah orang-orang yang tidak bersalah.
Sehingga dengan demikian, mereka telah melenyapkan demokrasi di Mesir selamanya, karena mereka, para penyeru demokrasi merasa tidak berdaya untuk mendirikan negara demokratis yang janjikan, juga masyarakat sudah tidak lagi mempercayai mereka dan demokrasinya setelah sebagian orang tertipu, yaitu orang-orang yang dianggap sebagai kelompok Islamis, oleh demokrasi mereka untuk waktu yang singkat, yang kemudian mereka dilempar ke dalam apinya.
Perlu diketahui, bahwa para pendukung sekularisme dan demokrasi itu adalah segelintir orang yang menguasai media, kemudian media membisiki masyarakat bahwa segelintir orang ini seolah-olah penguasa negara, padahal mereka sangat lemah, dan sangat ketakutan sekali. Untuk itu, mereka menggunakan militer guna melindungi dan mewujudkan keinginannya meraih sejumlah posisi dalam negara.
Padahal semua tahu bahwa statistik menunjukkan antara 90 persen sampai 95 persen dari rakyat Mesir menginginkan penerapan Islam, dan mereka merindukan sistem Khilafah, yang telah memerintah negara mereka selama lebih dari tiga abad, dimana mereka hidup dalam naungannya dengan penuh kenyamanan, keamanan, keadilan dan kemakmuran (kantor berita HT, 2/2/2014).