Pengaturan Pelayanan Kesehatan dalam Islam

HTI Press. Lampung. Terhitung sejak 1 Januari 2014, pemerintah meresmikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai badan resmi yang bertanggung jawab mengurusi biaya kesehatan masyarakat Indonesia secara global. Kesimpulan ini diambil dari dasar Undang-Undang BPJS ayat 1 pasal 1 No. 24 Tahun 2011 berbunyi “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial”. Ini sebagai perwujudan dari peluncuran program Jaminan Kesehatan Nasional oleh pemerintah sebagai program yang akan mengelola pengurusan kesehatan masyarakat secara gratis.

Di tengah himpitan ekonomi yang begitu mencekik akibat penerapan sistem kapitalisme, tentu program ini bagai hujan turun di tengah kemarau panjang. Di saat sulitnya masyarakat  mendapatkan pelayanan kesehatan murah, pemerintah menyediakan jasa gratis. Namun, setelah dirinci lebih mendalam, hati masyarakat akan semakin hancur jika mengetahui kedok pemerintah dibalik jaminan kesehatan ini. Keberanian program dalam menggunakan kata ‘jaminan’ dengan arti benar-benar menjamin tersebut ternyata tidak pernah memberikan pelayanan kesehatan yang manusiawi bagi masyarakat.

Penuturan ini disampaikan Rakhmawati, S.Pi., M.Si. (DPD I MHTI Lampung) dalam program Halo Lampung bertema “Pengaturan Pelayanan Kesehatan dalam Islam” di Radar TV Lampung pada 30 Januari 2014. Rakhma menjelaskan bahwa dengan menggulirkan program JKN ternyata pemerintah ingin mengalihkan tanggung jawabnya sebagai pelayan rakyatnya. Negara sebagai institusi tertinggi dengan tanggung jawab atas setiap urusan rakyatnya, ingin lepas tangan terhadap tugas utamanya. Rakhma menegaskan, bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “Pemimpin laksana perisai, dan dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya”. Sayangnya, pelayanan kesehatan dengan mengharuskan masyarakat membayar sejumlah uang sesuai ketentuan ini akan hangus dalam waktu 2 tahun saja dan pelayanan kesehatannya akan hanya berlaku selama 5 hari di Rumah Sakit jika pasien dirawat inap. “Ini bukan seperti negara, namun seperti korporat atau perusahaan yang tidak mau rugi”, ungkap Rakhma.

dr. Sinta Prima Wulansari (praktisi kesehatan, Lajnah Fa’aliyah MHTI Lampung) pun mengiyakan pernyataan tersebut. Ia menambahkan, “Dengan 80% SDA dikuasai oleh negara asing, akhirnya negara tidak mampu membiayai kesehatan masyarakat sehingga rakyat harus merogoh kantongnya sendiri untuk membiayai kesehatannya”. Sinta juga mengatakan bahwa program JKN ini juga ada kelas-kelasnya, semua tergantung kepada rakyat akan memilih dan mampu di kelas mana.

Hal ini jauh berbeda dengan pelayanan kesehatan yang diberikan Islam seperti pelaksanannya pada masa kekhilafahan Islam selama 13 abad dahulu. Dalam pandangan Islam, rakyat menikmati pelayanan kesehatan secara gratis tanpa memandang apakah ia mampu ataukah miskin. Islam tidak membiarkan SDA dikuasai pihak asing atau perorangan. Rasulullah SAW. Bersabda: “Manusia berserikat dalam 3 hal; air, padang rumput dan api”. Semua hasil SDA negara dikembalikan kepada rakyat, sehingga negara tidak mengalami kekurangan anggaran belanja dan kecil kemungkinan memangkas kewajibannya dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya termasuk dalam bidang kesehatan.

Pada masa penerapan Islam sebagai aturan kehidupan bernegara, hampir setiap daerah terdapat tenaga medis yang mumpuni. Negara tentu sangat memperhatikan penempatan tenaga ahli kesehatan di setiap daerah. Islam juga tidak membatasi hari bolehnya pasien menginap selama sakitnya belum sembuh tanpa dipungut biaya apapun. Sekalipun dipungut biaya tidak akan memiskinkan pasien karena SDA negara terkelola dengan baik dan benar sesuai aturan Allah.

Buruknya pelayanan kesehatan yang terjadi saat ini tentu tidak akan berakhir hingga sistem kapitalisme dalam kehidupan negara diganti dengan Islam. Sebab persoalan pelayanan kesehatan ini sangat terkait dengan kebijakan negara dan juga bergantung dengan sistem ekonomi negara tersebut. Islam tidak akan bisa diterapkan tanpa adanya institusi penjaganya yaitu negara khilafah islamiyah. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*