Allah SWT berfirman: Wahai orang-orang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah (keseluruhan), dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan karena sesungguhnya setan itu bagi kalian adalah musuh yang nyata (TQS al-Baqarah [2]: 208).
Kata kaffat[an] yang bermakna jami’[an] dalam ayat ini, menurut Syeikh Abu Bakar al-Jazairi, mengandung dua konotasi. Pertama: Tidak boleh salah seorang pun yang tertinggal masuk ke dalam Islam. Kedua: Tidak boleh satu pun dari syariah dan hukum-hukum Islam yang ditinggalkan. Melalui ayat ini Allah SWT menyeru hamba-hamba-Nya yang Mukmin dengan memerintahkan kepada mereka agar masuk ke dalam Islam secara menyeluruh, dengan tidak memilah-milah atau memilih-milih di antara syariah atau hukum-hukum-Nya. Dengan kata lain, jangan sampai syariah dan hukum-hukum Allah SWT yang sesuai dengan kepentingan dan hawa nafsu mereka, mereka terima dan mereka amalkan. Sebaliknya, syariah dan hukum-hukum-Nya yang tidak sesuai dengan kepentingan dan hawa nafsu mereka, mereka tolak; mereka tinggalkan; dan mereka campakkan. Padahal sesungguhnya mereka wajib untuk menerima dan mengamalkan syariah Islam dan hukum-hukumnya secara keseluruhan (Lihat: Al-Jazairi, Aysar at-Tafasir, I/97).
Adapun terkait frasa khuthuwat asy-syaithan (langkah-langkah setan) dalam ayat ini maknanya adalah jalan-jalan mereka yang selalu mengajak orang pada kebatilan serta selalu menghiasai keburukan dan kejelekan. Dengan demikian, dalam ayat ini Allah SWT melarang kaum beriman untuk mengikuti langkah-langkah setan yang biasa menghiasi keburukan dan mempercantik kemungkaran. Allah SWT memperingatkan hamba-hamba-Nya yang Mukmin akan akibat buruk dari mengikuti langkah-langkah setan, yakni kehancuran yang sempurna (di dunia dan akhirat, pen.). Kehancuran itulah yang dikehendaki oleh setan yang meniscayakan permusuhannya terhadap manusia (Lihat: Al-Jazairi, Aysar at-Tafasir, I/97).
Dalam ayat selanjutnya Allah SWT menegaskan (yang artinya): Jika kalian tergelincir (oleh setan) setelah datang berbagai penjelasan kepada kalian maka sesungguhnya Allah Mahakeras lagi Mahaadil (TQS al-Baqarah [2]: 208). Ayat ini mengandung ancaman sangat besar dan amat keras terhadap siapa saja yang digelincirkan oleh setan, yakni saat dia menerima sebagian syariah Islam tetapi menolak sebagian lainnya, padahal dia tahu bahwa Islam dan syariahnya itu benar. Karena tindakan mereka yang demikian itu, Allah SWT benar-benar akan menyiksa mereka (Lihat: Al-Jazairi, Aysar at-Tafasir, I/97).
Siapa setan? Setan (syaythan), menurut sebagian ulama, berasal dari kata syathana; maknanya adalah ba’uda, yakni jauh. Maksudnya, setan adalah sosok yang jauh dari segala kebajikan (Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, I/115; Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyaf, I/39). Setan juga berarti sosok yang jauh dan berpaling dari kebenaran. Karena itu siapa saja yang berpaling dan menentang (kebenaran), baik dari golongan jin ataupun manusia, adalah setan (Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, I/90; Al-Alusi, Ruh al-Ma’ani fi Tafsir al-Qur’an al-Azhim wa Sab’i al-Matsani, I/166).
Dengan demikian setan bisa berwujud jin ataupun manusia. Ini sesuai dengan firman Allah SWT (yang artinya): Demikianlah Kami telah menjadikan bagi setiap nabi itu musuh berupa setan-setan dari jenis manusia dan jin. Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia) (TQS al-An’am [6]: 112).
Karena itulah Allah SWT mengisyaratkan agar manusia berlindung kepada Dia dari godaan dan kejahatan jin serta manusia (Lihat: TQS an-Nas [114]: 1-6).
Persoalannya, setan amatlah cerdik. Setan boleh jadi tidak menghalang-halangi manusia dari ibadah kepada Allah SWT dan amalan yang baik, tetapi setan menyimpangkan niat manusia beribadah atau beramal baik sehingga bukan karena Allah SWT. Boleh jadi pula setan menjadikan manusia ikhlas beramal karena Allah SWT, tetapi setan berupaya agar manusia beramal tidak sesuai dengan tuntunan Rasul-Nya. Di dalam bukunya yang amat terkenal, Talbis al-Iblis (Tipudaya Iblis), Ibn al-Jauzi secara panjang lebar mengungkapkan bagaimana sepak terjang setan dalam memperdaya manusia; termasuk di dalamnya para ahli ibadah, para pembaca Alquran, para ahli hadits, para ulama fikih, juga para pengemban dakwah.
Menurut Ibn al-Jauzi, setidaknya ada enam langkah setan dalam menjerat manusia. Pertama: berusaha menjadikan manusia kafir atau musyrik. Kedua: Jika gagal, berusaha menjadikan mereka yang Muslim sebagai pelaku bid’ah. Ketiga: Jika gagal, berusaha menjadikan mereka tukang maksiat/pelaku dosa besar. Keempat: Jika gagal, berusaha agar mereka banyak melakukan dosa-dosa kecil. Kelima: Jika gagal, berusaha menyibukkan mereka dalam masalah-masalah yang mubah (yang tidak bermanfaat dan tidak berpahala). Keenam: Jika gagal juga, berusaha menyibukkan mereka dengan urusan-urusan sederhana sehingga mereka melupakan berbagai urusan yang lebih utama; misalnya menyibukkan diri dengan amalan sunnah, tetapi meninggalkan amalan wajib. Wal ‘iyadzu bilLah. [] abi
Sumber: Tabloid Media Umat Edisi 121