Oleh: Hafidz Abdurrahman
Negara Khilafah adalah khalifah itu sendiri. Karena itu, kekuasaan di dalam negara khilafah berbeda dengan kekuasaan dalam negara-negara lain. Maka, negara khilafah tidak mengenal pembagian kekuasaan (sparating of power), sebagaimana yang diperkenalkan oleh Montesque dalam sistem negara demokrasi. Karena itu, di dalam negara khilafah tidak ada kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif yang berdiri sendiri-sendiri.
Dalam sistem demokrasi, kekuasaan eksekutif dipegang oleh presiden dan kabinetnya, jika menganut sistem presidensiil. Atau dipegang oleh perdana menteri dan kabinetnya, jika menganut sistem parlementer. Sedangkan kekuasaan legislatif dipegang oleh parlemen, dan yudikatif oleh lembaga kehakiman (peradilan). Namun, pembagian seperti ini tidak ada dalam negara khilafah. Karena itu, negara khilafah tidak mengenal parlemen model negara demokrasi.
Parlemen dalam negara demokrasi berfungsi membuat UU, mengangkat dan memberhentikan presiden (perdana menteri), serta fungsi check and balance. Sementara Majelis Umat dalam negara khilafah tidak mempunyai otoritas membuat UU, karena otoritas ini sepenuhnya di tangan khalifah. Majelis Umat bisa mengangkat khalifah, tetapi tidak berhak memberhentikannya. Karena otoritas untuk memberhentikannya ada di tangan Mahkamah Mazalim. Demikian juga fungsi check and balance, memang sepenuhnya di tangan Majelis Umat, namun pandangan mereka ada tidak selamanya mengikat.
Pemilu Majelis Umat
Meski posisi Majelis Umat bukan sebagai lembaga legislatif, tetapi mereka tetap merupakan wakil rakyat, dalam konteks syura (memberi masukan) bagi yang Muslim, dan syakwa (komplain/pengaduan) bagi yang non-Muslim. Karena itu, anggota Majelis Umat ini terdiri atas pria, wanita, Muslim dan non-Muslim. Sebagai wakil rakyat, maka mereka harus dipilih oleh rakyat, bukan ditunjuk atau diangkat. Mereka mencerminkan dua: Pertama, sebagai leader di dalam komunitasnya. Kedua, sebagai representasi.
Sebelum dilakukan Pemilu Majelis Umat, terlebih dahulu akan diadakan Pemilu Majelis Wilayah. Majelis Wilayah ini dibentuk dengan dua tujuan:
1- Memberikan informasi yang dibutuhkan wali (kepala daerah tingkat I) tentang fakta dan berbagai kebutuhan wilayahnya. Semuanya ini untuk membantu wali dalam menjalankan tugasnya sehingga bisa mewujudkan kehidupan yang aman, makmur dan sejahtera bagi penduduk di wilayahnya.
2- Menyampaikan sikap, baik yang mencerminkan kerelaan atau komplain terhadap kekuasaan wali.
Dengan demikian, fakta Majelis Wilayah ini adalah fakta administratif untuk membantu wali, dengan memberikan guidance kepadanya tentang fakta wilayah, kerelaan dan komplain terhadapnya. Namun, Majelis Wilayah ini tidak mempunyai kewenangan lain, sebagaimana kewenangan yang dimiliki oleh Majelis Umat.
Pemilihan Majelis Umat didahului dengan pemilihan Majelis Wilayah, yang mewakili seluruh wilayah yang berada di dalam negara khilafah. Mereka yang terpilih dalam Majelis Wilayah ini kemudian memilih anggota Majelis Umat di antara mereka. Dengan demikian, pemilihan Majelis Wilayah dilakukan oleh rakyat secara langsung, sedangkan Majelis Umat dipilih oleh Majelis Wilayah.
Anggota Majelis Wilayah yang mendapatkan suara terbanyak akan menjadi anggata Majelis Umat. Jika suaranya sama, maka bisa dipilih ulang. Demikian seterusnya, hingga terpilihlah jumlah anggota Majelis Umat yang dibutuhkan. Masa jabatan mereka sama dengan masa jabatan Majelis Wilayah. Karena permulaan dan akhirnya bersamaan. Khalifah bisa menetapkan, masa jabatan mereka dalam UU Pemilu, selama 5 tahun, atau lebih. Semuanya diserahkan kepada tabanni Khalifah.
Tiap Muslim maupun non-Muslim, baik pria maupun wanita, yang berakal dan baligh mempunyai hak untuk dipilih dan memilih anggota Majelis Umat. Meski antara Muslim dan non-Muslim mempunyai hak yang berbeda. Bagi anggota Majelis Umat yang Muslim mempunyai hak syura dan masyura, yaitu menyatakan pandangan tentang hukum syara’, strategi, konsep dan aksi tertentu. Sementara bagi yang non-Muslim hanya mempunyai hak dalam menyatakan pendapat tentang kesalahan pelaksanaan hukum Islam terhadap mereka, tentang kezaliman dan komplain. Tidak lebih dari itu.
Pemilu Majelis Wilayah dan Majelis Umat
Secara teknis, negara khilafah bisa membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang ada di setiap daerah. Komisi ini mempunyai hirarki struktural hingga ke pusat. Di pusat, komisi ini dipimpin oleh seorang ketua, sebut saja ketua KPU Pusat. Dialah yang diberi tugas oleh khalifah untuk menjalankan pelaksanaan pemilu dalam tenggat waktu tertentu. Waktunya bisa sebulan, atau kurang.
Majelis Wilayah yang dipilih per wilayah ini dipilih, setelah penduduk wilayah tersebut mencalonkan nama-nama calon Anggota Majelis Wilayah. Nama-nama yang dicalonkan, baik oleh orang lain maupun dirinya sendiri, kemudian diverifikasi terkait dengan kesediaannya menjadi calon, termasuk kriteria dan persyaratannya. Setelah terkonfirmasi, maka mereka ditetapkan oleh KPU setempat maju dalam pemilihan Anggota Majelis Wilayah.
KPU pun menyediakan ruang bagi mereka untuk melakukan kampanye, baik untuk mengampanyekan diri mereka sendiri, maupun orang lain. Kampanye ini bertujuan untuk memperkenalkan visi, misi dan agenda calon Anggota Majelis Wilayah tersebut. Selain itu, rakyat pun telah mengetahui rekam jejak mereka, sehingga mereka bisa menilai secara obyektif kelayakan calon tersebut.
Setelah itu, penduduk di wilayah tersebut memilih calon sesuai dengan kuota wilayahnya. Bisa berjumlah 1, 2, 3 atau 4 orang. Setelah selesai pemilihan, maka KPU menghitung hasil perolehan suara pemilihan di wilayahnya secara transparan dan terbuka, sehingga tidak terjadi kecurangan. Setelah itu, hasilnya dipublikasikan. Setelah dipublikasikan secara resmi dan terbuka, maka KPU membuka dimulainya “Masa Komplain”. Tujuannya untuk menampung keberatan, baik karena faktor kualifikasi, kecurangan maupun yang lain. KPU, dalam hal ini, diberi otoritas oleh UU untuk membatalkan calon, jika terbukti tidak memenuni kualifikasi, melakukan kecurangan atau faktor lain yang bisa mendiskualifikasinnya.
Begitu “Masa Komplain” ini berakhir, KPU akan mempublikasikan hasil pemilihan final Anggota Majelis Wilayah tersebut. Dengan demikian, mereka yang terpilih dan mendapatkan suara mayoritas ditetapkan oleh KPU sebagai Anggota Majelis Wilayah dalam periode 5 tahun, atau 6 tahun berikutnya, bergantung keputusan UU yang diadopsi oleh khalifah.
Setelah Anggota Majelis Wilayah ini terpilih, maka mereka segera berkumpul untuk melakukan pemilihan Anggota Majelis Umat di antara mereka. Prosesnya hampir sama dengan pemilihan Majelis Wilayah di atas. Setelah semua tahapan tadi dilalui, maka Majelis Umat ini pun terbentuk, yang diisi oleh mereka yang menjadi Anggota Majelis Wilayah. Dengan terbentuknya Majelis Umat ini, maka Pemilu Majelis Umat ini telah berakhir dengan baik.
Kesimpulan
Pemilu dalam negara khilafah jelas berbeda dengan Pemilu dalam sistem demokrasi. Tujuan dan orientasinya pun berbeda. Hasilnya juga pasti berbeda. Islam nyatanya mempunyai sistem Pemilu yang jauh lebih baik, ketimbang sistem pemilu yang dipraktikkan dalam sistem demokrasi. Semuanya ini membuka mata kita, bahwa Islam adalah satu-satunya ideologi, yang mempunyai sistem yang sempurna.
Karena Islam datang dari Allah SWT. Dzat yang Maha Sempurna, dan Maha Tahu seluk beluk hamba-Nya.