Round Table Discussion “Indonesia dan Dunia yang Lebih Baik: dalam Demokrasi atau Khilafah?”
HTI Press. Surabaya. Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPD 1 Jawa Timur mengadakan agenda khusus intelektual muslimah, yaitu Round Table Discussion dengan tema “Indonesia dan Dunia Lebih Baik: dalam Demokrasi atau Khilafah?” (22/02/2014). Bertempat di Asrama Haji Hall A, acara ini dihadiri oleh 100 intelektual yang berasal dari kalangan dosen dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Jawa Timur. MHTI berharap agenda ini mampu membangun semangat perubahan dari para intelektual, serta menggambarkan besarnya peran mereka dalam menegakkan Khilafah.
Nurul Izzati, S.Kom selaku ketua DPD 1 MHTI Jawa Timur, menyampaikan dalam sambutannya bahwa Allah telah memberikan kaum intelektual nikmat kecerdasan, nikmat berupa kesempatan untuk belajar lebih dari masyarakat pada umumnya. Sehingga dengan nikmat tersebut menjadikan kaum intelektual memiliki peran yang cukup penting bagi perjalanan menuju kebangkitan masyarakat. Namun, untuk menjadi seorang intelektual cemerlang, tidak cukup hanya mampu berbicara tentang bidang keilmuannya saja, tanpa mengetahui permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Seorang intelektual cemerlang, akan senantiasa menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang kini tengah menunggu solusi bagi segala permasalahan mereka. Banyak sekali permasalahan yang terjadi, mulai dari pergaulan bebas para remaja, anak-anak yang banyak belum terpenuhi haknya, hancurnya institusi keluarga, dan lain sebagainya. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, negeri kita-Indonesia meyakini bahwa demokrasi merupakan solusi terbaik. Maka, bagi intelektual muslimah cemerlang, haruslah berpikir kritis, apakah memang benar demikian? Apakah memang dengan sistem demokrasi, masalah tersebut akan selesai?
Kemudian, dr. Faizatul Rosyidah, dari Lajnah Khusus Intelektual MHTI memaparkan bahwa demokrasi, mudahnya dipahami sebagai sebuah prosedur yang akan merealisasikan aspirasi rakyat. Aksi nyatanya adalah dengan pemilu. Karena pemilu yang berpartisipasi adalah rakyat,. Sehingga semakin sering pemilu, maka dikatakan semakin demokratis. Secara konsep, rakyatlah yang menjadi penentu aturan. Apakah kondomisasi terpuji atau tercela, rakyat yang menentukan. Apakah minuman keras peredarannya dilarang atau dibolehkan, rakyat pula yang menentukan. Rakyatlah yang menjadi sumber kekuasaan. Jika rakyat tidak puas dengan kinerja penguasa, maka rakyat berhak untuk memilih pemimpin lain. Sehingga ada kontrak antara rakyat dengan penguasa. Karena penguasa digaji oleh rakyat dan harus menerapkan aturan yang di buat oleh rakyat.
Dalam demokrasi menganut prinsip kebebasan yang disebut sebagai Hak Asasi Manusia. Yaitu kebebasan beragama, kebebasan kepemilikan, kebebasan berpendapat, kebebasan bertingkah laku. Hal ini dilihat dari sisi konsepnya. Realitanya, tidak semua suara rakyat bisa diwujudkan. Sehingga harus ada mekanisme perwakilan yang diasumsikan mampu menjadi representasi dari suara rakyat. Sehingga ada proses tambahan, yakni memilih wakil rakyat dan memunculkan penguasa. Yang ini membutuhkan biaya yang mahal. Calon penguasa yang dipilih haruslah melakukan pencitraan, harus dikenal oleh rakyat. Sehingga wajarlah jika mereka melakukan iklan-iklan di media. Calon penguasa butuh modal, yang hal ini menjebak mereka masuk dalam lingkaran setan. Penguasa harus berkolaborasi dengan para pengusaha agar balik modal. Yang terjadi adalah rakyat yang harusnya mereka wakili, malah jadi korban. Sebut saja UU Migas, UU SDA dan sebagainya yang mengandung kebijakan neoliberal yang merugikan Negara. Pengelolaan Freeport, Chevron, dkk diserahkan pada asing, BBM bersubsidi mulai dikurangi, dan masih banyak dampak yang lain.
Hj. Nida Sa’adah S.E.Ak., M.E.I, DPP MHTI menjelaskan masalah utama demokrasi gagal mengantarkan kepada kondisi Dunia dan Indonesia lebih baik, bukan terletak pada salah satu atau kesalahan oknum tetapi terletak pada sistem politiknya. Sehingga Sistem ini harus diganti. Karena sistem pengganti ini digunakan untuk menyelesaikan permasalahan manusia, maka tidak bisa coba-coba. Harus dikembalikan kepada bagaimana Pencipta manusia mengatur urusan-urusan mereka. Oleh karena itu Hizbut Tahrir menyerukan sistem alternatif untuk menggantikan demokrasi, yang sistem ini langsung berasal dari Allah SWT. Khilafah secara empiris, telah terbukti mampu menyelesaikan permasalahan umat selama 13 abad. Di masa Khalifah Harun Al Rasyid saja, APBN Negara surplus sebesar 1912.5 T rupiah. Yang dari surplus ini saja mampu untuk membayar hutang luar negeri Indonesia. Sistem pemerintahan Khilafah mampu menghasilkan generasi-generasi cemerlang, dan ilmuwan-ilmuwan yang tidak hanya fakih di bidang keilmuan yang semakin sempit seperti sekarang, tetapi juga menguasai banyak bidang ilmu dan agamanya. Selama 13 abad, Khilafah mampu mendatangkan kebaikan-kebaikan bagi umat.
Secara normatif, jumhur ulama pun mengatakan bahwa tidak ada perbedaan pendapat bahwa keberadaan Khilafah itu wajib di tengah-tengah kaum muslimin. Maka ini membuat upaya untuk menegakkan kembali Khilafah adalah merupakan sebuah kewajiban bagi seluruh kaum muslimin. Dan upaya ini tidak dapat dilakukan sendirian. Oleh karena itu Hizbut Tahrir menyeru seluruh kaum muslimin untuk bersama-sama memenuhi kewajiban sebagai muslim dalam menegakkan syari’at islam secara kaffah. []