Dialog Muslimah MHTI DPD II Bondowoso
HTI Press. Bondowoso. MHTI DPD II Bondowoso kembali menggelar Dialog Muslimah bertajuk Kesetaraan Gender Mengintai Keluarga Muslim, di Aula Yayasan Pemberdayaan Umat (Ahad, 23/02/2014). Hadir sekitar 100 muslimah dari beberapa pondok pesantren, majlis taklim, dan dari kalangan intelektual.
Ummu Afiifah, S.P. (DPD II MHTI Bondowoso), menyampaikan bahwa Ide Keadilan dan Kesetaraan Gender tidak berasal dari Islam. Ide manis ini sesungguhnya racun-racun yang sengaja ditebar oleh Barat untuk menyerang Islam dan kaum muslimin. Ide KKG sangat berseberangan dengan Islam, karena itulah harus diwaspadai. Kesetaraan gender yang digembar gemborkan akan memberikan keadilan bagi kaum hawa justru sangat bertentangan dengan syariat Islam dan memaksa para wanita untuk keluar dari kodrat kewanitaanya. Isu kesetaraan gender yang mengatakan bahwa laki-laki dan wanita haruslah sama dalam segala hal. Ini tentu menyesatkan. Sebenarnya tuntutan kesetaraan gender ini muncul di Barat dari kaum wanitanya yang merasa tidak dihargai, terlalu banyak tugas dan kewajiban yang dipikulnya – karena di Barat sedang ‘in’ single parent – , kasus wanita di tindas, diperjual belikan bak barang dagangan, diperbudak, bahkan hanya menjadi pemuas nafsu laki-laki saja. Maka muncullah kaum feminis yang menuntut keadilan agar kaum wanita mendapat kedudukan yang sama dengan laki-laki. Dihagai dan dihormati. Jadi munculnya ide kesetaraan gender ini bukan datang dari Islam, tegasnya.
Sangat berbeda dengan pandangan Islam terhadap hak dan kewajiban antara laki-laki dan wanita, atau suami dan istri. Dalam Islam, seorang Istri adalah ibu dan pengatur rumah tangga yang bertanggung jawab penuh terhadap kondisi rumah, dan anak-anaknya. Sedangkan suami adalah kepala rumah tangga yang selain wajib mencari nafkah untuk keluarganya ia juga bertanggung jawab penuh terhadap istri dan anak-anaknya. Dalam Islam, jika ada seorang wanita belum menikah atau yang ia ditinggal mati oleh suaminya maka nafkahnya menjadi tanggung jawab ayahnya, jika tidak ada maka saudara laki-lakinya- jika tidak ada juga maka pamannya, jika ia sebatang kara maka kaum muslim yang mampu wajib membantu menafkahinya, jika juga tidak ada maka ia menjadi tanggungan Negara. Ini hanya ada dalam Islam, kalau sekarang di alam kapitalis justru wanita dipaksa untuk bekerja. Bahkan kalau perlu sampai keluar negeri, karna Negara tidak lagi merasa bertanggung jawab atasnya. []