Riung Mungpulung Ormas, Lembaga dan Tokoh Muslimah Jawa Barat II
HTI Press. Bandung. Lajnah Fa’aliyah Muslimah DPD I HTI Jawa Barat menyelenggarakan Round Table Discussion dengan tema “Penguatan Peran Politik Muslimah”di meeting room R.M. Wong Solo Jl. R.E. Martadinata (Sabtu, 22/02/2014). Dihadiri oleh perwakilan dari beberapa ormas Islam seperti Pengajian Wanita Salman ITB, Persatuan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (PKB PII) Bandung, Al-Hidayah Golkar Jabar, BKMM Jabar, dan pengurus MHTI Jabar.
Dalam pengantar diskusi, Ketua Muslimah DPD I HTI Jabar, Siti Nafidah Anshory, menyampaikan pandangannya bahwa posisi strategis-politis perempuan yang dimuliakan Islam sebagai arsitek peradaban, kini direndahkan menjadi bumper ekonomi yang mengalami diskriminasi, marginalisasi, dan kekerasan. Sayangnya, dunia dipaksa percaya bahwa akar dari permasalahan yang menimpa dan dialami perempuan adalah ketidakadilan gender sehingga konsep pemberdayaan ekonomi perempuan dan pemberdayaan politik perempuan berfokus menjadikan perempuan sebagai economic driver (perempuan bekerja) dan sebagai decision maker (caleg perempuan).
Siti Nafidah menegaskan bahwa yang terjadi bukan sekedar soal disparitas gender, tapi soal penerapan sistem yang tak memihak perempuan dan umat secara keseluruhan: sistem kapitalisme yang menjadi penjara besar manusia. Hal tersebut karena kapitalisme tidak menempatkan kedaulatan pada pemiliknya (Allah SWT), tidak menjadikan negara sebagai penerap hukum Allah, tidak memandang kepemimpinan sebagai amanah yang dipertanggungjawabkan, tidak mendatangkan kesejahteraan dan keadilan bagi semua, baik laki-laki maupun perempuan, muslim dan non muslim, dan tidak memelihara jiwa, harta, akal, dan kehormatan manusia.
Dengan demikian, sudah seharusnya arah pemberdayaan politik perempuan hari ini adalah mewujudkan sistem Islam (khilafah) melalui optimalisasi peran sesuai ketetapan Islam terhadap perempuan dengan penuh kesadaran akan konsekuensi iman.
Puncak diskusi adalah ketika para tokoh undangan mengekspresikan besarnya keingintahuan mereka akan konsep dan metode praktis Hizbut Tahrir untuk lepas dari kapitalisme dan melakukan perubahan revolusioner menuju tegaknya khilafah. Juga yang tidak kalah serunya ialah ketika tokoh undangan mempertanyakan bagaimana dan sejauh mana Hizbut Tahrir mempersiapkan khalifah yang akan memimpin kekhilafahan ketika berdiri nanti. []