HTI Press. Kisruh program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berpangkal dari UU No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang sejatinya merupakan pemaksaan negara kepada rakyatnya untuk mengikuti asuransi berkedok jaminan sosial. “Ini tidak lebih dari bentuk asuransi yang berkedok jaminan sosial,” tegas Humas HTI Sulsel Dirwan Abdul Jalil, di Kantor DPD HTI Sulsel, Makassar.
Dalam acara Temu Tokoh Peduli Syariah: Tolak SJSN tersebut, ia juga menyatakan, premi (iuran berkala) JKN ditarik paksa dari rakyat oleh lembaga independen yang bernama Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS). Kelak dana seluruh masyarakat akan dikuasakan ke segelintir orang yang namanya wali amanah.
Menurut Dirwan, telah terjadi kesalahan paradigma dalam persoalan ini. Di antaranya pengalihan tanggung jawab negara kepada masyarakat seperti pemenuhan jaminan hari tua maupun kesehatan. Negara hanya membayarkan premi rakyat yang terkategori miskin.
Parahnya, bagi yang tidak membayar premi atau bagi mereka yang miskin namun tidak terdaftar sebagai kalangan miskin berdasarkan kategori miskin menurut negara, jaminan tersebut tidak di berikan.
Dirwan juga menyebutkan beberapa pasal ‘maut’ dalam UU SJSN No. 40 Tahun 2004 yang semakin memperjelas kezaliman penguasa kepada rakyat. Diantaranya pasal 1 ayat 3, pasal 3, 4, 17, 22, 24, 26, dan pasal 47.
Tokoh yang hadir pun mengaku baru mengetahui upaya muslihat yang bercokol di balik kebijakan ini. Ustadz Sudirman, aktivis Muhammadiyah, menyayangkan lahirnya kebijakan SJSN yang terbukti menzalimi rakyat. Menurutnya, landasan awal sistem ini adalah landasan yang batil.
“Batilnya karena kita start dengan akad yang salah. Kalau saya hanya punya uang 10 ribu lantas pengobatan saya menghabiskan 10 juta, tentu akan ada pihak yang dirugikan,” tuturnya.
Mubaligh Makassar Ustadz Ridwan mengatakan bahwa faktor utama terjadinya kezaliman rakyat melalui SJSN ini disebabkan oleh penguasa yang berkiblat pada kapitalisme. Roh kapitalisme itu tidak lain adalah profit maka muncullah SJSN.[]MI Sulsel/Joy