Saat ini memasuki bulan ke tiga penerapan kebijakan sistem pelayanan kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Berbagai bentuk kesengsaraan tak henti-hentinya menimpa masyarakat, seperti antrian pendaftaran, obat yang dibutuhkan tidak tercover dalam paket casemix INA CBGs, obat yang diberikan terbatas, harus membayar jutaan hingga puluhan juta rupiah, dan pasien yang dibuang rumah sakit sampai meninggal dunia.
Tragisnya, pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggungjawab melepaskan masyarakat dari berbagai kemudharatan justru menilai penderitaan yang mendera masyarakat tersebut kondisi wajar dari kebijakan baru, bahkan ini jauh lebih baik. Yang terlihat antara lain dari ungkapan Menko Kesra, Agung Laksono, bahwa “situasi “learning by doing” yang dihadapi BPJS Kesehatan sekarang jauh lebih sulit dibandingkan jika BPJS Kesehatan melakukan “learning before doing” (jamsos.indonesia.com).
Apakah kita dapat mentolerir learning by doing (uji coba) pada kebijakan kesehatan yang melibatkan nyawa manusia ini?
Jaminan Kesehatan ala Politik Demokrasi sesungguhnya dibangun dengan asas tambal sulam. Benarkah demikian? Lalu bagaimana dengan Jaminan Kesehatan ala Khilafah Islamiyyah?
Mari simak perbincangan dengan Ustadzah Dr. Rini Syafri, koordinator Lajnah Mashlahiyah Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia.