Ma’al Hadîts asy-Syarîf: Demi Agama Melarikan Diri dari Fitnah

Di dalam Fath al-Bari Syarah Shahih al-Bukhari, karya Ibnu Hajar al-Asqalani terdapat bab tentang “min ad-din al-firaru min al-fitan, demi agama melarikan diri dari fitnah (cobaan)”.

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah, dari Malik, dari Abdur Rahman bin Abdullah bin Abdur Rahman bin Abi Sha’sha’ah, dari bapaknya, dari Abi Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu yang berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:

« يُوشِكُ أَنْ يَكُونَ خَيْرَ مَالِ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ غَنَمٌ يَتْبَعُ بِهَا شَعَفَ الْجِبَالِ وَمَوَاقِعَ الْقَطْرِ، يَفِرُّ بِدِينِهِ مِنَ الْفِتَنِ »

Hampir-hampir bahwa sebaik-baik harta seorang Muslim adalah kambing yang dibawanya ke puncak gunung dan ke dasar lembah, dimana demi agama ia melarikan diri dari fitnah.

Sabda Rasulullah saw “yusyiku” artinya adalah “yaqrubu, dekat atau hampir”.

Sabda Rasulullah saw “yatba’u” bisa dibaca juga “yattabi’u”.

Sementara “sya’afa” bentuk jamak (plural) dari “sya’afah” yang artinya puncak gunung.

Sabda beliau “mawaqi’al qathri” artinya adalah dasar lembah. Sedang pengkhususan penyebutan dua tempat tersebut karena keduanya adalah tempat yang cocok untuk penggembalaan.

Sabda Rasulullah saw “yafirru bi dinihi”, artinya adalah ia melarikan diri sebab mempertahankan agamanya. Sementara “min” adalah “ibtidaiyah”, yang berarti dari. Imam Nawawi berkata: “Dalam berargumentasi dengan hadits ini untuk penafsiran ada perbedaan pendapat, sebab dari lafadz hadits ini tidak menganggap melarikan diri itu sebagai kewajiban agama, melainkan untuk mempertahankan agama.

Beberapa kaum Muslim tidak tahu penjelasan sejumlah hadits yang berisi tentang masalah-masalah fitnah, sehingga mereka memahaminya sesuai dengan keinginan nafsunya. Akibatnya ia jatuh dalam perangkap setan dengan berdiam diri dari aktivitas untuk mengembalikan al-Qur’an sebagai sumber hukum yang wajib diterapkan dalam realitas kehidupan. Oleh sebagian orang, hadits ini misalnya, digunakan sebagai dalil untuk tidak melaksanakan hukum-hukum syariah, serta menjauh dari kelompok kaum Muslim, maka ini tidak benar. Namun hadits ini menjelaskan tentang sebaik-baik harta kaum Muslim di saat banyaknya fitnah, dan sebaik-baik apa yang dilakukannya untuk menghindar dari fitnah. Hadits tersebut tidak mendorong untuk menjauh dari kaum Muslim, dan menutup diri dari masyarakat. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi seorang Muslim di muka bumi ini untuk berdiam diri dari menjalankan apa yang telah diwajibkan oleh Allah, berupa kewajiban menegakkan agama, yaitu aktivitas menegakkan Khilafah dan mengangkat seorang Khalifah untuk kaum Muslim ketika di dunia tidak tegak sistem Khilafah, dan ketika tidak ada di dunia ini kekuasaan yang menerapkan hukum-hukum Allah, serta tidak ada yang menegakkan agama, tidak ada yang menyatukan kaum Muslim di bawah bendera “La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah, Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasullah”. Dengan demikian, tidak ada di dalam Islam keringanan apapun untuk berdiam diri dari melakukan kewajiban hingga kewajiban itu terlaksana.

Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 6/3/2014.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*