IDI Surakarta: “Perjuangan MHTI Kita Support”
HTI Press. Surakarta. MHTI Kota Surakarta mendapat kesempatan audiensi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Surakarta pada hari, Selasa (05/03/2014) di kantor IDI Mutihan Laweyan, Surakarta. Rombongan diterima langsung oleh ketua IDI Surakarta dr. Adji S. SH dan beberapa anggota IDI Kota Surakarta di antaranya dr. Nana Hoemar, dr. Rita, dan dr. Galih.
Audiensi diawali dengan salam pembuka dan ucapan terima kasih oleh wakil rombongan MHTI dr. Indra. Dilanjutkan pemaparan oleh anggota DPD MHTI Kota Surakarta, Tiwik DW, ST. Tiwik menyampaikan kritisi dari MHTI terkait JKN dari dasarnya yaitu UU No. 40 tahun 2004 tentang SJSN dan UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS. Dari dasar tersebut nampak jelas bahwa BPJS menarik dana jaminan kesehatan dari rakyat dengan prinsip asuransi dan ekuitas, rakyat pun “dipalak”. Di sisi lain dalam pelaksanaan JKN rakyat diminta berkontribusi membayar biaya kesehatan perbulan, artinya tidak gratis. Perpres tentang JKN menetapkan prosedur layanan JKN, bahwa peserta harus mendapat pelayanan kesehatan difasilitas kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar. Itu artinya, meski masih di kota yang sama, jika bukan di tempat peserta terdaftar tidak akan dicover oleh JKN. Jika melebihi biaya yang dicover, maka harus bayar sendiri.
Ketua IDI Kota Surakarta menanggapi bahwa mereka juga kurang setuju sejak awal dengan diberlakukannya JKN. “Kami merasa kebijakan tersebut sangat menzholimi,” keluhnya. “Dua bulan berjalan sudah banyak kerumitan yang terjadi. Kami pesimis ini dapat terlaksana dan mampu menuntaskan persoalan kesehatan,” tambahnya.
Sementara dr. Nana Hoemar memberikan apresiasinya pada pemaparan tersebut, beliau menyampaikan “Kita mundur total dalam pelayanan kesehatan, padahal pada abad 9 Masehi saja Islam mampu mewujudkan jaminan kesehatan yang luar biasa, kenapa sekarang begini?” tanyanya.
IDI menyampaikan, “Perjuangan MHTI kita support, saat ini rakyat menderita karena haknya tidak terpenuhi,” ungkap mereka.
Di sisi lain dokter sangat sering dibenturkan dengan aturan sehingga tidak bisa bergerak leluasa untuk memberi pelayanan yang seharusnya. Bahkan dengan adanya UU BPJS ini banyak Rumah Sakit yang merugi. Ke depan dikhawatirkan Rumah Sakit dilema bagaimana agar tidak merugi antara memberi batasan kuota pasien peserta BPJS atau menurunkan kualitas pelayanan. Ini sangat menyedihkan.
Diskusi hangat tersebut dikuatkan dengan penyampaian dari Ketua DPD MHTI Kota Surakarta, Nawang Ratri Anggraini. Menurut Nawang saat ini dalam kapitalisme, pelayanan berdasarkan untung rugi, sehingga wajar banyak kebijakan pemerintah yang mendholimi. Berbeda dalam Islam, negara bukan sekedar menjadi regulator dan fasilitator saja, negara berperan sebagai pengurus rakyatnya secara langsung, dan kesehatan merupakan hak semua warga negara tanpa memandang kelas, kaya maupun miskin. Dalam Islam kesehatan ditangani dengan sungguh–sungguh. Negara menyediakan orang terbaik dan kompeten, termasuk dokter terbaik dengan pelayanan yang available dan kontinu. Artinya pelayanan yang menyeluruh tidak dibatasi dan selalu tersedia, serta tidak ada hambatan untuk mengakses kesehatan. Ini semua hanya bisa terwujud jika negara mengambil Islam sebagai aturan, dan negara tegak berbentuk Daulah Khilafah. Terakhir IDI sangat mengapresiasi produk booklet MHTI terkait JKN yang pada kesempatan tersebut dijadikan cinderamata. []