Daveed Gartenstein Ross, analis kontra-terorisme Amerika, dan Direktur Pusat Studi Radikalisasi Teroris di Yayasan Pertahanan Demokrasi, sebuah think tank yang berbasis di Washington, mengatakan di depan Komite Hubungan Luar Negeri Senat Amerika, “Sekarang telah menjadi jelas bahwa jatuhnya Assad tidak lagi bisa dihindari, seperti yang diyakini oleh banyak analis setahun yang lalu.” Dia menambahkan bahwa “skenario yang paling mungkin adalah bahwa intelijen AS saat ini meramalkan : Perang akan berlangsung 10 tahun dan bahkan lebih dari itu.”
Dalam pernyataan pertamanya, sejak ia pensiun pekan lalu dari jabatannya sebagai Duta Besar AS untuk Suriah Robert Ford, selama konferensi yang diadakan di Tufts University Amerika, memberi penilaian hitam terkait perang di Suriah, dengan mengatakan: “Perpecahan batalyon, keberadaan al-Qaeda, dan ketakutan kaum minoritas di negara ini adalah resep yang sempurna untuk setiap perselisihan jangka panjang.” Di akhir pidatonya ia meramalkan bahwa “akhir dari permainan yang paling mungkin adalah kondisi de facto yang dikuasai oleh faksi-faksi bersenjata lokal.”
**** **** ****
Berita ini datang setelah runtuhnya konferensi Jenewa 2, serta kegagalan politik bumi hangus dan gempuran udara, yang keduanya sudah dilakukan oleh rezim Amerika yang berkuasa di Damaskus untuk menekan revolusi Syam, di samping keterlibatan para penguasa Arab dan Muslim, serta konspirasi mereka untuk mengaborsi revolusi Syam, sebab mereka melarang tentara Muslim di Arab Saudi, Yordania, Turki, Mesir dan Pakistan untuk membantu saudara-saudara mereka di Syam, yang dalam hal ini mereka berkomitmen untuk menaati perintah Barat.
Gartenstein Ross telah mengungkapkan dalam pembicaraannya bahwa “peran utama yang dimainkan oleh kelompok jihadis (dalam oposisi) adalah membujuk negara-negara Barat untuk menahan diri dari meningkatkan intervensi.” Dia mengatakan bahwa politik n Washington dalam hal ini “ambigu”, dan tidak memiliki “keinginan yang tulus untuk mengakhiri perang.”
Pernyataan ini sesuai dengan apa yang telah dilaporkan oleh New York Times yang dikutip dari Kepala Staf Gedung Putih Dennis Mcdno pada bulan Oktober tahun lalu bahwa kepentingan Amerika terletak pada perpanjangan perang di Suriah.
Jika kita memahami sikap negara-negara kafir imperialis yang terus melakukan makar siang dan malam terhadap revolusi Syam, dan untuk mencegah berdirinya negara Khilafah, juga bekerja untuk melindungi entitas Yahudi yang telah ditanamnya di jantung umat Islam, maka kita justru tidak memahami sikap kaum Muslim yang tidak mau melakukan tindakan apapun terhadap para penguasa penjahat mereka yang hanya mengekor dan puas dengan diselenggarakannya konferensi demi konferensi dari satu ibukota ke ibukota yang lain, hingga pelecehan terhadap kami yang dilakukan Al Saud baru-baru ini dengan melarang dan mengkriminalisasi mereka yang membantu revolusi di Syam (Suriah) sekalipun hanya membantu dengan doa.
Untuk itu, sudah saatnya bagi para perwira yang mukhlis dari generasi umat Islam yang baik untuk bangkit menolong agama Allah, kemudian mencabut rezim kriminal yang hanya menonton pertumpahan darah di Suriah yang diberkati ini. Dan selanjutnya membaiat seorang Khalifah yang akan menerapkan hukum-hukum Allah, dan menolong saudara-saudara kami yang sedang berjuang di Suriah, Palestina, dan di tempat lainnya!
وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ
“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.” (QS. Yusuf [12] : 21). [Utsman Bakhash –Direktur Maktab I’lami Pusat Hizbut Tahrir].
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 12/3/2014.