Negara khilafah adalah negara dengan model yang unik, di mana kedaulatannya di tangan syara’, bukan di tangan rakyat. Meski demikian, kekuasaannya tetap di tangan umat. Karena, tanpa baiat yang diberikan oleh umat kepada khalifah, maka dia tidak akan pernah menjadi khalifah yang sah. Hanya saja, meski kekuasaannya berasal dari umat, dan berada di tangan umat, namun kepemimpinannya bersifat tunggal. Di tangan seorang khalifah.
Ada yang beranggapan, ketika kekuasaan dipegang satu orang, dan kepemimpinannya bersifat tunggal, maka cenderung korup. Anggapan seperti ini, kalau mengacu pada sistem lain, mungkin benar. Namun, jika mengacu pada sistem khilafah, anggapan seperti ini salah total. Karena, selain faktor ketakwaan yang kuat pada diri penguasanya, di sana juga ada sistem kontrol yang kuat dari umat. Pertama, bisa melalui Majelis Umat. Kedua, bisa melalui partai politik. Ketiga, melalui Mahkamah Mazalim. Keempat, bisa melalui people power yang dilakukan oleh umat secara langsung. Semuanya ini merupakan mekanisme kontrol yang sangat kuat, dan efektif untuk mencegah terjadinya kekuasaan yang korup tadi.
Partai Politik
Keberadaan partai politik dalam negara khilafah adalah wajib. Kewajiban ini untuk memenuhi seruan Allah SWT dalam QS Ali Imran [03]: 104. Dengan tegas, Allah memerintahkan adanya ummat, yang berarti kelompok yang terorganisasi. Tujuannya untuk menyerukan Islam, baik dalam konteks menerapkan Islam secara kaffah, maupun mengajak orang non Muslim agar bersedia memeluk Islam dengan sukarela. Selain itu, juga menyerukan pada yang makruf, dan mencegah dari tindak kemungkaran, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun negara.
Karena itu, partai politik ini harus dibangun berdasarkan akidah Islam. Akidah Islam harus dijadikan sebagai kaidah berpikirnya, sekaligus ikatan yang mengikat anggota partai politik ini. Karena itu, visi, misi, tujuan, metode dan aktivitasnya sama sekali tidak boleh menyimpang dari Islam yang menjadi dasarnya. Visi partai politik ini adalah melangsungkan kehidupan Islam di bawah naungan khilafah. Ketika khilafah belum ada, misinya menegakkan khilafah. Ketika khilafah telah ada, misinya menjaga dan mempertahankan khilafah agar tidak melanggar sedikit pun dari visi dan tujuannya, melangsungkan kehidupan Islam.
Negara khilafah tidak akan memberi toleransi adanya partai politik yang tidak berdasarkan akidah Islam, seperti partai komunis, partai sosialis, partai liberal, partai demokrasi, partai nasionalis, dan sebagainya. Karena semua partai ini tidak dibangun berdasarkan akidah Islam. Bahkan, bertentangan dengan Islam. Selain itu, partai politik dalam negara khilafah tidak boleh melakukan aktivitas rahasia. Seluruh aktivitasnya bersifat terbuka, karena aktivitas dakwah, amar makruf dan nahi munkar yang menjadi aktivitas partai politik ini adalah aktivitas terbuka. Bukan aktivitas rahasia.
Peranan Partai Politik
Secara umum, aktivitas partai politik ini adalah dakwah, amar makruf dan nahi munkar. Namun, lebih spesifik, dalam konteks sistem pemerintahan, fungsi dan peranan partai politik ini adalah untuk melakukan check and balance. Bisa juga disebut fungsi dan peran muhasabah li al-hukkam (mengoreksi penguasa). Inilah fungsi dan peranan yang dimainkan oleh partai politik Islam ini dalam negara khilafah.
Bahkan, bisa dikatakan, fungsi dan peranan ini sangat menentukan keberlangsungan penerapan Islam yang diterapkan oleh khilafah. Karena, para penguasa dalam negara khilafah adalah manusia, bukan malaikat. Mereka tidak maksum, sebagaimana Nabi SAW. Karena itu, mereka berpotensi melakukan kesalahan, terlebih dengan kekuasaan yang memusat di tangannya. Ketika ketakwaan yang menjadi benteng mereka melemah, maka kontrol dari rakyat, termasuk partai politik ini sangat dibutuhkan untuk meluruskan kebengkokan mereka.
Inilah partai politik ideologis yang ada di tengah-tengah umat. Berdiri kokoh di atas pondasi Islam, sebagai kepemimpinan berpikirnya. Kepemimpinan berpikir ini diemban partai di tengah-tengah umat untuk memberikan kesadaran kepada mereka tentang Islam yang sebenarnya. Maka, partai politik ini adalah partai dakwah, yang tidak melakukan aktivitas lain, selain dakwah. Karena aktivitas lain adalah aktivitas yang menjadi kewajiban negara, bukan kewajiban partai politik.
Partai ini akan memimpin umat, dan menjadi pengawas negara, karena partai ini juga bagian dari umat, atau representasi dari umat itu sendiri. Partai ini memimpin umat untuk menjalankan tugasnya, memprotes kebijakan negara, mengoreksi dan mengubahnya dengan lisan dan tindakan. Bahkan jika terjadi kekufuran yang nyata, bisa mengangkat senjata, atau melakukan people power.
Inilah entitas yang hidup di tengah-tengah umat, di dalam negara khilafah, yang dijadikan oleh Islam sebagai jaminan pelaksanaan sistem Islam secara sempurna. Rasul mendirikan Hizb Rasul, dan Hizb Rasul ini tetap eksis meski baginda telah tiada. Anggotanya, menurut al-‘Allamah an-Nabhani, mencapai 60.000 orang. Mereka ini secara riil adalah partai politik. Di masa Abu Bakar dan Umar, keberadaan partai politik ini tetap dipertahankan di pusat pemerintahan, yaitu Madinah al-Munawwarah. Fungsi dan tugasnya untuk menjaga terlaksananya sistem Islam pun berhasil dilaksanakan dengan baik.
Namun, ketika Utsman menjadi khalifah, kebijakan mempertahankan para sahabat di Madinah diubah, sehingga banyak yang mulai keluar dan meninggalkan Madinah. Ketika mereka telah tersebar di seluruh penjuru wilayah khilafah, suara mereka tidak solid. Fungsi dan peranan mereka pun tidak bisa dilaksanakan secara maksimal, sebagaimana pada zaman Abu Bakar dan Umar. Pada saat itu, mulai muncul goncangan-goncangan hingga berujung pada terjadinya Fitnah Kubra.
Setelah itu, fungsi dan peranan partai politik ini terus melemah, hingga akhirnya banyak penyimpangan dan kesalahan yang dilakukan oleh para penguasa dalam menerapkan Islam, pada waktu yang sama tidak ada kontrol. Maka, perlahan namun pasti, wajah Islam dan khilafah pun mulai tercemar, dan terdistorsi. Karena itu, al-‘Allamah an-Nabhani, menyatakan, bahwa partai politik Islam ideologi ini merupakan jaminan riil dalam menerapkan Islam, mengemban dakwah dan memastikan Islam diterapkan dengan sempurna.
Khatimah
Jadi, keberadaan partai politik dalam negara khilafah sesungguhnya merupakan bagian dari sistem pemerintahan itu sendiri. Meski partai politik ini tidak menjadi bagian integral dalam struktur pemerintahan, namun keberadaannya sebagai mekanisme kontrol yang kredibel dalam negara khilafah sangat menentukan perjalanan negara. Jika partai politik ini eksis, dan melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik, maka ini akan menjadi terlaksananya Islam dengan baik. Begitu sebaliknya.
Maka, negara khilafah juga mempunyai kewajiban untuk memastikan keberadaan partai politik ini agar benar-benar dibangun berdasarkan Islam, mempunyai visi, misi, tujuan, metode dan aktivitas yang terpancar dari akidah Islam. Setelah itu, partai politik ini akan menjalankan fungsi dan tugasnya untuk memastikan negara bersama-sama umat tetap berada pada riil Islam yang selurus-lurusnya. Begitulah, mekanisme yang telah ditetapkan oleh Islam. Wallahu a’lam.[]