Remaja dan Pemilu
Ritual lima tahunan Pemilu dalam kampanyenya menjadi ajang tebar pesona, tebar janji para caleg. Padahal semua juga sudah tahu kalo janji mereka lima tahun yang lalu aja belum terealisasi. Kampanye parpol dan para calegnya, hanya dijadikan oleh masyarakat sebagai ajang cari kaos sampe cari amplop. Bisa jadi aktivitas nyoblos di hari H Pemilu, akan tergantung siapa yang paling besar ngasih amplop.
Bisa jadi fenomena kayak gitu juga yang bikin teman remaja ‘emoh’ kalo diajakin ngomong politik. Padahal kita bisa hidup di negeri ini diatur dengan politik. Kita bisa bertetangga dengan negara lain juga diatur dengan politik. Harga beras, kopi, gula di negeri ini sampai biaya kamu sekolah juga ditentukan dengan kebijakan politik. Lalu kenapa kita masih emoh ngobrol politik?
Menghalau Virus EGP
Sobat, semoga kamu bukan orang yang anti ngobrolin politik lagi. Kalo emang sobat masih anti dengan politik, jangan-jangan emang udah keserang ama virus EGP.
Lho, kita mau ngobrol politik koq ngebahas virus, sih ? Eiitt… jangan salah sobat, virus ini bukan sembarang virus. Gara-gara virus EGP (Emang Gue Pikirin), banyak remaja muslim kena penyakit individualis. Mereka paling ogah kalo diajak mikirin kondisi negeri zamrud khatulistiwa ini. Boro-boro mikir mahalnya biaya pendidikan atau tingginya jumlah pengangguran, dikasih tugas ama guru untuk bikin artikel atau kliping aja, mereka pasti langsung semaput…
Ups.. ini bukan tuduhan, lho. Tapi emang kondisi kebanyakan remaja sekarang kayak gitu, kalo disuruh mikir yang “berat” (menurut kategori remaja saat ini) otak mereka langsung ngebul persis air di panci yang mendidih, apalagi kalo mikir politik, dijamin bukan lagi ngebul, tapi udah kebakaran..He..he..he..
Sobat, kita tuh hidup di negeri ini, bukan di negeri dongeng, negeri awan, atau negeri impian. Itu berarti baik-buruknya kondisi negeri ini akan banyak mewarnai hidup kita. Kebayang kan gimana kalo sikap cuek itu mewabah, nggak hanya individu, tapi kalo kompakan, se-kampung, se-desa, se-kabupaten, se-propinsi dan akhirnya bisa satu negara kompakan untuk EGP.
Rasulullah Saw, sudah menggambarkan kalo sikap cuek dipelihara akan mengakibatkan malapetaka, seperti yang terjadi pada penumpang sebuah kapal. Sabdanya :
“Perumpamaan orang yang menjaga dan menerapkan aturan Allah adalah laksana kelompok penumpang kapal yang mengundi tempat duduk mereka. Sebagian mereka mendapat tempat duduk di atas dan sebagian yang lain di bawah. Penumpang bagian bawah, jika butuh air, maka harus melewati atas. Mereka (yang di bagian bawah) berkata: “Bagaimana jika kami lubangi saja bagian bawah (untuk mendapatkan air), toh hal itu tidak menyakiti bagian atas”. Jika kalian biarkan mereka berbuat menurut keinginan mereka itu, maka binasalah mereka dan seluruh penumpang kapal itu. Tetapi Jika kalian cegah mereka, akan selamatlah mereka dan seluruh Penumpang yang lain” (HR Bukhari)
Seandaianya kecuekan ini terus berlangsung, alamat kehancuran yang akan didapat. Makanya harus bin wajib untuk menghadirkan sikap kritis bin peduli dalam diri kita terhadap kondisi yang ada di sekitar kita. Itulah bagian dari dakwah, bagian juga dari aktivitas politik yang didefinisikan sebagai ri’ayatus su’unil ummah, melayani urusan umat.
Hajatan Pemilu
Sob, kalo kita ngomongin pemilu yang sebentar lagi digelar, dalam Pemilu 2014 akan bertarung 15 parpol, dimana 12 partai nasional dan 3 lainnya partai lokal. Pertanyaan pentingnya adalah, apakah partai politik tersebut bisa membuat rakyat percaya? Mereka bisa memegang mandat untuk mewakili aspirasi rakyat?
Kayaknya rakyat di seantero negeri ini sudah ‘ngeh’ deh. Coba ingat-ingat, dari pemilu ke pemilu rasanya emang belum ada partai yang layak untuk menjadi tempat menggantungkan harapan bagi rakyat.
Sory, bukan apatis, tapi coba perhatikan aja. Dari berbagai survey, ada kecenderungan umat sudah apatis dan apriori alias tidak peduli terhadap elit penguasa. Tingkat kepercayaan mereka terhadap institusi partai begitu rendah.
Hasil survei nasional Juni 2013, yang digelar Indikator Politik Indonesia “Dari 58 persen responden menyatakan tak percaya partai politik, disusul dengan responden yang tak percaya politisi, menteri-menteri, DPR, dan presiden,” kata Direktur Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi di Hotel Kempinski, Jakarta, Selasa (23/7/2013, okezone.com).
“Apatisme sebagian besar dari rakyat terhadap partai politik adalah akibat parpol yang hanya berorientasi bagaimana merebut dan melanggengkan kekuasaan semata,” tutur Din Syamsudin, Kamis (6/9/2013), seperti dikutip tribunnews.com
Katanya pemilu itu pesta rakyat. Bener ga sih? Apakah layak dikatakan sebagai pesta rakyat ketika rakyat hanya jadi bulan-bulanan para pejabat? Jangan-jangan pemilu itu sebenarnya pesta pejabat. Faktanya para pejabat dalam sistem demokrasi memang memanfaatkan momen ini untuk “menghipnotis” rakyat agar mau mencoblos mereka.
Status Hukum Pemilu
Sobat, Pemilu legislatif (pileg) yang akan digelar di Indonesia awal April ini ditujukan untuk memilih wakil rakyat yang akan duduk di DPR-DPRD. So, kita kudu tahu hukumnya memilih wakil rakyat. Ternyata, dalam pandangan hukum Islam, memilih wakil rakyat merupakan salah satu bentuk akad perwakilan (wakalah). Hukum asal wakalah adalah mubah alias boleh. Dalilnya antara lain: hadis sahih penuturan Jabir bin Abdillah ra. yang berkata: “Aku pernah hendak berangkat ke Khaibar. Lalu aku menemui Nabi saw. Beliau kemudian bersabda: Jika engkau menemui wakilku di Khaibar, ambillah olehmu darinya lima belas wasaq” (HR Abu Dawud).
Wakalah itu sah kalo semua rukun-rukunnya dipenuhi. Rukun-rukun tersebut antara lain adanya akad (ijab-qabul); dua pihak yang berakad, yaitu pihak yang mewakilkan (muwakkil) dan pihak yang mewakili (wakîl); perkara yang diwakilkan; serta bentuk redaksi akad perwakilannya (shigat tawkîl). Semuanya tadi harus sesuai dengan syariah Islam.
Nah kalo kaitannya dengan memilih wakil rakyat, maka yang menjadi sorotan utamanya adalah “perkara yang diwakilkan”. Dengan kata lain, apakah aktivitas para wakil rakyat itu sesuai dengan syariah Islam atau tidak. Kalo sesuai dengan syariah Islam maka wakalah tersebut boleh dilakukan. Sebaliknya, kalo nggak sesuai maka wakalah tersebut tidak boleh dilakukan. Karena itu, hukum wakalah dalam konteks membuat peraturan yang tidak bersumber pada hukum Allah, jelas tidak boleh.
Harapan Ada Pada Syariah
Lalu kemana sebenarnya, keinginan masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya? Ternyata ada kecenderungan di kalangan umat bahwa masa depan politik Indonesia ada pada syariah Islam. Buktinya, beberapa survey menunjukkan dukungan masyarakat terhadap penerapan syariah Islam meningkat.
Hasil survei yang dipublikasikan Pew Research Center, penerapan hukum syariah memiliki dukungan cukup besar, di Mesir (74 persen), Indonesia (72 persen), Nigeria (71 persen), Palestina (89 persen) dan Afganistan (99 persen). “Dari 38 ribu respons di 39 negara diketahui bahwa umat Islam lebih nyaman dengan penerapan hukum syariah,” seperti dikutip Reuters (republika.co.id).
Begitu juga yang disampaikan Dr Kusman Shadik salah satu peneliti SEM Institute ketika merilis survey terbarunya di tahun 2014 “Kami melibatkan semua elemen masyarakat dalam survey kami, dan 72 persen diantaranya yakin solusi masalah Indonesia hanya dengan tegaknya syariat Islam,” (arrahmah.com).
Sobat, tentu saja hasil apresiasi masyarakat yang menginginkan penerapan syariah bukan tanpa proses. Itu artinya Pertama, selama ini telah terjadi proses edukasi terhadap kewajiban dan pentingnya syariah Islam sebagai solusi bagi negeri ini dan juga masyarakat dunia. Dan aktivitas ini tidak dilakukan oleh partai-partai Islam yang selama ini duduk di parlemen, tapi dilakukan oleh partai Islam Ideologis.
Kedua, juga karena umat sudah muak dengan praktik Kapitalisme dan Sekularisme dengan berbagai dampak yang selama ini harus mereka alami. Fenomena golput yang terus meningkat dalam Pilkada juga membuktikan hal yang sama. Rakyat sudah paham betul, bahwa proses perubahan yang terjadi melalui pemilihan langsung, nyatanya nggak ngaruh sedikit pun bagi nasib mereka.
Umat udah nggak bisa dikibulin, bahwa pergantian orang tidak akan mengubah apa-apa. Kini mereka cuman pengin menuntut satu hal, agar sistem sekuler yang selama ini membuat sengsara hidup mereka juga harus diganti. Gantinya adalah sistem yang berasal dari Sang Pencipta, yakni sistem Syariah- Khilafah. Allahu Akbar !
Karena itu sobat, kita juga wajib sadar kalo dalam pemilu itu nggak cuma bolongin kertas suara. Tapi ada tanggung jawab yang kita pikul di hadapan Allah terhadap pilihan kita. Di sinilah pentingnya kita mengetahui partai yang ada, agar kita bisa mengetahui kesesuaiannya dengan syariat Islam serta ketulusannya dalam memperjuangkan tegaknya Islam. So, jadilah remaja politisi yang cerdas dan syar’i. []