Miris, Nasib Hutan Tropis di Tangan Parpol Nasionalis

Kemenangan partai nasionalis dalam pemilu 2014 —meski baru quick count— membuat Pakar Budidaya Hutan dari Universitas Palangkaraya Wahyudi menjadi pesimis akan kelestarian hutan tropis.

“Jadi, kalau partai nasionalis memimpin negeri ini lagi, sepertinya saya pesimis akan ada perubahan berarti. Apalagi aspirasi saya tidak pernah digubris, untuk pengelolaan kehutanan yang memadai,” ungkapnya kepada mediaumat.com, Jum’at (11/4) di Banjarmasin.

Menurut Wahyudi, meski mengaku nasionalis namun nyatanya para pentolan dari partai nasionalis tersebut seakan tidak menunjukkan sikap nasionalis mereka di sepanjang kiprahnya membangun negara. Karena dari sejumlah hasil dan aturan yang dikeluarkan, banyak sumber daya alam yang seakan tergadai ke pihak asing, tidak terkecuali kekayaan hutan nusantara.

Dari rentetan sejarah, lanjut Wahyudi, kerusakan tersebut telah dimulai sejak era Soeharto. Jika era Soekarno, pembukaan hutan hanya berlangsung di luar area kekuasaan Belanda, namun di tangan Presiden Soeharto, hampir seluruh hutan Indonesia menjadi korban. Bahkan kerusakan bertambah parah di era reformasi.

“Jika sebelumnya kawasan hutan lindung terlarang untuk bisnis, namun di pemerintahan Megawati mulai diperbolehkan kepada 13 perusahaan tambang, dengan program pinjam pakai kawasan hutan. Dan di tangan Susilo Bambang Yudhoyono, 13 perusahaan tersebut telah berstatus legal, sambil diharuskan membayar pajak ke negara,” bebernya.

Namun nyatanya, ungkap Wahyudi, pajak dari para perusahaan tambang dan kehutanan, juga sering tidak mengalir lagi ke masyarakat bersangkutan, yang berada paling dekat dengan dampak kerusakan lingkungan.

Ia pun mencatat ada sekitar 44 juta hektar hutan tropis Indonesia, yang menghilang sejak tahun 70-an, hingga tahun 2000-an. Bahkan dari 120,37 juta hektar lahan yang tersisa, 50 persen diantaranya sudah tidak berisi hutan lagi. Sedangkan sisanya juga mengalami degradasi.

Walhasil, saat ini sebagian wilayah di Kalimantan Selatan dan Tengah, telah menjadi area yang tandus. Padahal sebelumnya menyandang status sebagai penyumbang oksigen dunia. “Untuk mengembalikannya pun akan memakan waktu sangat lama, yang bisa mencapai 400 tahun,” ujarnya.

Namun Wahyudi optimis, kekayaan sumber daya alam Indonesia akan bisa dikelola dengan baik, jika mengikuti aturan syariat Islam, yang sayangnya tidak juga diterapkan pemerintah yang penduduknya mayoritas Muslim ini.[]Maghfur/Joy

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*