Masih Adakah Partai Islam?

Oleh: Roni Ruslan, Alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo

Partai merupakan sarana sosialisasi politik dan edukasi politik. Oleh karenanya partai Islam saat melakukan sosialisasi melalui kampanye misalnya haruslah mensosialisasikan pentingnya syariah Islam sebagai solusi atas persoalan yang menimpa umat di negeri ini. Demikian juga masyarakat harus dididik dan dipahamkan akan hukum-hukum Islam dan pentingnya negara yang menerapkan ideologi Islam.

Namun sayang, dalam pemilu legislatif yang baru saja berlalu tak satupun partai yang mengklaim partai Islam melakukan kedua hal tersebut di atas. Pola kampanye pun sama persis dengan yang dilakukan oleh partai-partai sekuler; gelaran musik dangdut yang seronok, suap menyuap, dan money politik yang semuanya justru melanggar hukum-hukum Islam.

Pesta demokrasi tak ubahnya lapak perjudian. Yang kalah kecewa dan stres. Perilaku partai Islam dan para calegnya tidak beda dengan partai sekuler. Sehingga wajar, umat yang masih memiliki kesadaran politik Islam mempertanyakan masih adakah partai Islam? Umat pun menganggap tiada bedanya antara partai yang mengaku Islam dengan partai yang terang-terangan mengaku nasionalis dan sekuler.

Walhasil, umat tidak lagi menganggap penting memilih partai Islam atau bukan Islam. “Yang penting pilih orangnya bukan partainya, pilih partai sama saja!” itu sebagian ungkapan yang sering kita dengar.

Kegagalan Partai Islam

Kegagalan partai Islam selama ini disebabkan setidaknya oleh empat faktor.

Pertama, partai berdiri di atas konsep Islam yang tidak jelas, terlalu umum, samar dan bercampur antara ide Islam dan bukan dari Islam. Partai tidak mampu merinci Islam sebagai ideologi dan sistem.

Tidak jarang kita dengar partai Islam bertekad untuk mempertahankan pluralisme, melanjutkan demokratisasi bahkan berkoalisi dengan partai sekuler. Padahal faktanya semua konsep tersebut sangat kontradiksi dengan akidah dan hukum Islam.

Tak satupun partai Islam peserta pemilu mampu menjelaskan bagaimana Islam menyelesaikan persoalan persoalan yang yang kini dialami umat. Misal solusi Islam atas kekayaan negara yang hari ini telah jatuh ke tangan para kapitalis asing.

Kedua, partai tidak mengetahui metode menerapkan konsep. Maksudnya bagaimana menyatukan umat dengan ide partai. Umat hanya dihampiri sekali dalam lima tahun dengan iming-iming janji palsu. Hingga umat tidak pernah tercerahkan dengan pemikiran politik Islam.

Kesadaran politik Islam dari pemilu ke pemilu tidak pernah beranjak naik tapi terus mengalami kemunduran dan degradasi. Bahkan umat cenderung apatis terhadap partai Islam karena perilaku para elite partai yang tidak mencerminkan Islam.

Ketiga, para aktivis partai belum memiliki kesadaran yang benar. Mereka masuk ke dalam partai hanya berbekal keinginan dan semangat belaka. Fakta ini bisa kita lihat betapa banyak para caleg yang sangat awam terhadap Islam. Bahkan mereka mengalami stres karena kalah suara dalam pemilihan.

Keempat, ikatan yang mengikat para anggota partai bukan ikatan ideologi. Yang mengikat mereka hanya sekedar ikatan struktur dan slogan-slogan kosong. Partai melakukan rekrutmen asal-asalan. Para aktivis partai berjuang bukan untuk kepentingan ideologi Islam namun sebaliknya, kepentingan pribadi lebih mendominasi.

Para caleg dari partai yang sama bersaing satu sama lain. Bahkan yang lebih aneh lagi partai Islam membuka diri untuk para caleg dari kalangan orang kafir. Lalu bagaimana orang kafir ini akan berjuang untuk Islam?
Kembali ke Khiththah

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imran [3]:104)

Menurut Abu Jafar ayat ini merupakan perintah Allah SWT untuk membentuk jamaah/kelompok yang mengajak kepada melaksanakan syariah Islam, memerintahkan manusia kepada yang ma’ruf dan mencegah manusia dari yang munkar. (Tafsir at Thabari).

Oleh karena itu partai umat Islam setidaknya melakukan empat hal. Pertama, berdiri diatas akidah Islam, bukan berdiri atas dasar kesukuan, kebangsaan, nasionalisme dan asas lainnya selain akidah Islam. Akidah ini sekaligus menjadi pengikat para anggotanya.

Kedua, harus secara terbuka mengajak umat pada pelaksanaan syariah Islam yang kaffah bukan parsial. Dengan demikian partai harus memiliki konsep Islam yang jernih khususnya terkait pengaturan negara.

Partai Islam wajib memiliki konsep negara Islam, ekonomi, peradilan, pendidikan, politik dalam dan luar negeri termasuk konsep membangun militer yang tangguh. Konsep-konsep tersebut wajib dipahami oleh para anggotanya.

Adopsi mereka terhadap konsep partai menjadi jaminan keberadaan mereka di dalam partai. lalu konsep-konsep tersebut diajarkan dan dikampanyekan kepada umat agar umat menyatu dengan ide partai.

Upaya penyatuan dilakukan dengan cara (1) menjelaskan kepada umat kekeliruan konsep-konsep dan pemikiran yang salah dan sesat lalu menjelaskan konsep pemikiran Islam diatas konsep-konsep kufur tersebut, (2) memberikan penjelasan kepada umat tentang solusi Islam saat terjadi perampasan hak-hak umat oleh negara, (3) berani membongkar konspirasi musuh-musuh Islam yang selalu menghalangi Islam berdaulat dalam negara, (4) mengkonsolidasikan simpul-simpul tokoh umat dan pemilik kekuatan ril agar mendukung partai mengambil kekuasaan untuk menerapkan ideologi partai.

Ketiga, keanggotaan partai harus dibatasi pada orang Islam saja. Partai tidak boleh menerima anggota dari kalangan orang kafir.

Keempat, partai tidak boleh menempuh cara-cara yang bertentangan dengan Islam seperti jalan demokrasi, suap menyuap dan obral janji palsu apalagi berkoalisi dengan partai yang berbeda ideologi. Termasuk menjauhi kerjasama dalam bentuk apapun dengan pihak-pihak asing kafir penjajah.

Demikianlah khiththah partai Islam seharusnya. Wallahu alam bi ashshowab.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*