HIP Babel: Demokrasi Tidak mampu Sejahterakan Rakyat

 HTI Press, Pangkalpinang. Partai politik (parpol) yang ada baik Parpol Islam maupun Parpol Nasionalis telah tergerus dalam kepentingan pragmatis yang hanya mementingkan kepentingan golongan demi kekuasaan atau kursi jabatan. Akibatnya, kepentingan rakyat semakin diabaikan.

Demikian dikatakan DR Rofiko Mukmin, saat menjadi pembicara dalam acara Halaqah Islam Peradaban (HIP) bertemakan “Pemilu Kemenangan Rakyat atau Kemenangan Kapitalis?” yang diselenggarakan oleh DPD I Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Bangka Belitung, Minggu (20/4) di Masjid Muhajirin Pangkalpinang. Turut hadir sebagai narasumber Prof Bustami Rahman (Rektor UBB), Firman Saladin (Aktivis HTI Babel) dam Fakhruddin Halim (Humas HTI Babel).

“Sekarang ini parpol-parpol baik parpol yang berbasis Islam maupun nasionalisme lebih pragmatis hanya untuk kepentingan kekuasaan dan jabatan,” ungkap Rofiko.

Menurutnya, dari hasil perolehan suara yang didapatkan oleh parpol yang berbasi Islam masih sangat jauh dibandingkan dengan perolehan suara oleh partai nasionalis. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam sudah tidak menaruh kepercayaan kepada parpol Islam.

Seharusnya kata Rofiko, parpol Islam berjalan dengan asasnya yaitu Islam, bukan nasionlisme maupun liberalisme. “Masyarakat sudah mulai tidak mempercayai parpol Islam, karena tidak dapat memberikan perlindungan kepada Islam itu sendiri Parpol, Islam harus berjalan dengan asas partainya yaitu Islam, bukan berasaskan nasionalisme, liberalisme dan lain sebagainya,” tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, Fakhruddin Halim mempertanyakan undang-undang yang dihasilkan oleh DPR apakah sudah berpihak kepada masyarakat atau kapitalis. Faktanya kata Fakhruddin, undang-undang yang selama ini lebih berpihak kepada kepentingan kapitalis seperti, Undang-undang Migas, kemudahan izin masuk kepada investor asing dan lain sebagainya.

“Kita lihat sendiri apakah pemilu ini betul-betul berpihak kepada rakyat? Namun faktanya undang-undang yang dilahirkan oleh legislatif yang terpilih pada pemilu semuanya berpihak kepada pemilik modal,” kata Fakhruddin.

Selain itu lanjut Fakhruddin, anggota DPR yang terpilih tidak sepenuhnya dapat memperjuangkan aspirasi rakyat. Karena mereka  sudah dikontrol oleh partai tempat mereka bernaung. Setelah Pemilu Legislatif, sebentar lagi akan digelar pemilihan presiden (pilpres). Akan tetapi presiden-presiden sebelumnya juga tidak berpihak kepada rakyat. Jelang pilpres yang belum digelar, banyak partai-partai yang ada sudah menggadang-gadangkan untuk menemui duta besar negara asing.

“Kalau sudah seperti ini dimana peran rakyat. Peran rakyat hanya ada di TPS. Selebihnya masyarakat tidak akan dilibatkan,” tegas Fakhruddin.

Ia membeberkan bahwa caleg yang menghabiskan puluhan miliar demi mendapatkan kursi di DPR pun akan melakukan pendekatan dengan kapitalis, baik lokal maupun asing.

“Lihat saja negara induknya demokrasi, Amerika Serikat ekonominya masih rapuh. Bahkan pernah terjadi pemecatan besar-besaran terhadap pegawai pemerintahannya. Solusi untuk semua ini, tidak lain diganti sistem demokrasi sekuler dengan sistem Islam. Terapkan Syariah dan Khilafah,” tegas Fakhruddin.

Sementara Firman Saladin menyebutkan, Pemilu saat ini harus dimenangkan dengan susah payah, kemenangan bagi parpol merupakan sesuatu yang luar biasa dan harus mendapat keuntungan yang sebanding. Hasilnya kata Ia, para wakil rakyat lebih dekat kepada para kapitalis. “Pemilu bukan kemenangan rakyat akan tetapi kemenangan para kapitalis,” ujarnya.

Dilanjutkannya, demokrasi di Indonesia merupakan demokrasi terbesar di dunia Islam. Namun kenyataan dengan diterapkan demokrasi ini, hutang Indonesia makin besar. Di awal reformasi, hutang Indonesia hanya Rp600 Triliun. Setelah reformasi hutang Indonesia naik menjadi  Rp2436 Triliun. Kemudian pada awal 2014, Bank Indonesia mencatat  hutang luar negeri Indonesia naik 7 persen lebih. Untuk biaya pemilu saja Indonesia terhutang Rp20 triliun.

“Negara yang hutangnya besar bagaikan tumor ganas, dan tidak akan mensejahterakan rakyat. Namun semua partai yang ada mengamini hutang ini baik, itu Parpol Islam maupun sekuler. Seharusnya demokrasi itu berada dalam kekuasaan tangan rakyat. Melihat kondisi saat ini pemerintah tidak pernah fokus mengurusi rakyat,” ungkap Firman.

Untuk itu, kata Firman, perubahan mendasar bukan dari pemilu. Karena demokrasi tidak mengubah sistem. Filosofi dasarnya hanya menggantikan orang untuk berkuasa. Demokrasi juga memberi ruang bagi non muslim untuk menguasai orang Islam. “Praktek demokrasi hanya menuju kehinaan dunia dan kegelapan diakhirat. Hanya Syariah Islam dan Khilafah yang mampu memberikan perubahan ke arah yang lebih baik dan kesejahteraan bagi rakyat,” tutupnya. []MI HTI Babel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*