Mengembalikan Bogor Sebagai Dayeuh Ulama dan Santri

Oleh: Ust Iwan Januar – Juru Bicara DPD II HTI Kota Bogor

Bicara Bogor kekinian lebih banyak orang mengenal Bogor sebagai kota wisata dan kota kuliner. Sayang tak banyak orang mengenal sejarah dan tokoh-tokoh sohor Bogor. Padahal inilah basis budaya dan historis Bogor. Tatanan nilai yang seharusnya dijadikan rujukan oleh warga Kota dan Kabupaten Bogor.

Dahulu kala Bogor dikenal sebagai Pakuan atau disebut juga Pajajaran yang merupakan ibu kota Kerajaan Galuh Sunda yang berdiri pada tahun 1030-1579 M di wilayah barat pulau Jawa. Masuknya Islam ke Tanah Jawa yang disambut antusias masyarakat mulai menghilangkan pamor kerajaan ini. Hingga akhirnya Kerajaan Hindu ini pun dapat ditaklukkan melalui futuhat oleh Kesultanan Banten di bawah pimpinan Maulana Yusuf.

Semenjak itu kawasan Bogor dan sekitarnya berubah menjadi wilayah yang penuh dengan sejarah keislaman. Banyak ulama yang lahir di tanah Sunda kemudian menetap dan mengembangkan dakwah mereka di Bogor. Sebut saja di antaranya KH Mama Abdullah bin Nuh, KH Soleh Iskandar, KH Tubagus Muhammad Falak bin KH Tubagus Abbas – Allahumma yarhamhum –, dan masih banyak lagi alim ulama yang berjasa besar mengembangkan Islam di tataran Sunda. Intelektualitas yang dibarengi kemuliaan akhlak mereka telah menjadikan Bogor sebagai salah satu pusat pendidikan Islam di Jawa Barat.

Mereka bukan saja menggerakkan umat dengan lisan, bahkan para alim ulama tersebut terlibat dalam perjuangan politik dan senjata melawan penjajahan kolonial Belanda. Sebagai bukti bahwa ruhul jihad adalah bagian dari kehidupan mereka. Para ulama yang dirahmati Allah tersebut tidak puas hanya berdiam di majlis mereka, akan tetapi turun bersama umat dalam perjuangan mengusir kaum kafir imperialis. Tiga nama ulama yang penulis sebutkan di atas adalah sebagian intelektual muslim yang terlibat dalam perlawanan fisik dan politik terhadap imperialisme Belanda. Memang tak bisa dipungkiri perlawanan terhadap kaum kolonialis di tanah air banyak dimotori para ulama dan santri. Sejarah mencatat misalnya nama KH Zainal Mustofa dari Tasikmalaya yang gagah berani menentang kebijakan pemurtadan kolonialis Jepang, hingga akhirnya Beliau dan sejumlah santrinya mati syahid di jalan Allah.

Bukti lain Bogor sebagai dayeuh ulama dan santri adalah bertebarannya puluhan pesantren di kawasan Kabupaten dan Kota. Pesantren salaf seperti al-Ghazaly, Darul Falak Pagentongan, Pesantren Nurul Imdad di Babakan Sirna, dll. Santrinya pun beragam tidak saja warga Bogor, tapi juga dari luar daerah. Tidak sedikit juga mahasiswa yang kuliah sambil nyantri di sejumlah pesantren di Bogor.

Keberadaan ulama pada masa lampau bukan saja menyebarkan ilmu keislaman, tapi juga sekaligus sebagai punggawa masyarakat. Mereka menjaga warga Bogor agar senantiasa taat beribadah dan berakhlakul karimah, memegang teguh nilai-nilai keislaman. Para ulama juga menjaga persatuan dan kesatuan warga Bogor. Ada ucapan populer (maqolah) dari KH Mama Abdullah bin Nuh; Engkau adalah saudaraku. Karena engkau seorang muslim. Setelah itu aku tidak peduli lagi apakah engkau bangsa Arab, India, Persia, Turki atau Cina, atau orang Barat, atau orang Timur atau apa saja keadaanmu. Semua itu adalah perbedaan-perbedaan yang membentang yang nilainya tiada berarti bagiku.

Namun Bogor sekarang adalah Bogor yang makin jauh dari nilai keislaman. Suasana beribadah tidak semarak seperti pada masa kehadiran para ulama. Muslim yang giat shalat berjamaah dapat dihitung dengan jari. Di bulan Ramadhan semakin banyak orang terang-terangan menampakkan kefasikan dengan membuka rumah makan dan banyak muslim yang makan minum pada bulan suci.

Sikap individualistis makin terasa. Banyak orang tidak lagi peduli pada kepentingan orang lain. Pergaulan bebas terjadi di mana-mana. Dengan gampang kita melihat remaja melakukan kemesuman di berbagai tempat umum. Minuman keras mudah didapat di mana-mana. Begitupula prostitusi tersebar di Kota dan Kabupaten Bogor. Maka Kota Bogor menempati kota ketiga terbesar dengan jumlah penduduk pengidap HIV/AIDS di Jawa Barat, dan kota kelima se-Indonesia.

Inilah efek diberlakukannya sistem demokrasi – liberalisme di seluruh penjuru Nusantara, termasuk Bogor. Maka siapa saja yang merindukan suasana Bogor yang sejuk, asri dan penuh ridlo Allah, harus mengembalikan lagi Bogor sebagai dayeuh ulama dan santri. Tempat pendadaran Islam dan cahaya Islam menerangi penjuru daerah.

Siapapun yang cinta Bogor maka harus cinta para ulama, karena Bogor adalah dayeuh ulama. Bogor juga milik Allah. Kaum muslimin di Kota dan Kabupaten Bogor harus berjuang mengembalikan nilai-nilai Islam terwujud sebagai nilai-nilai sosial dan pemerintahan. Sebagai salah satu langkah mengembalikan Bogor sebagai dayeuh ulama, penulis dan beberapa kawan membuat akun twitter @BogormilikAllah dan akun Facebook BogormilikAllah, yang memuat berbagai tausiyah dan ajakan agar warga Bogor bergairah untuk kembali pada nilai-nilai Islam. Silakan di-follow, dishare dan di-retweet kontennya. Semoga Allah menjadikan Bogor dan Indonesia negeri yang diberkahi karena menegakkan syariat Islam.

 

One comment

  1. aamiin Yaa Alloh yaa Robbal’alamiin.. smoga Alloh mengembalikan nusantara ini dengan aturan yg sangat baik dari nya Yakni Penegakkan Syari’at Islam yg Kaffah… aamiin..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*