بسم الله الرحمن الرحيم
Jawab Soal
Isu Sahara Barat
Pertanyaan:
Dewan Keamanan pada 29/4/2014 mengeluarkan resolusi nomor 2152 berkaitan dengan isu Sahara Barat. Keputusan itu berdasarkan laporan Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki Moon, pada 10/4/2014. Perlu diketahui laporan Sekjen PBB itu datang setelah inisiatif Ross, utusan pribadi Sekjen PBB, selama kunjungannya ke Afrika Utara pada 28/1/2014. Setelah itu dilakukan kunjungan raja Mohammed VI yang dimulai pada 18/2/2014 ke Afrika, khususnya ke negara-negara yang loyal kepada Perancis. Dalam kunjungan bersahabat itu ditandatangani bermacam perjanjian… Di dalam rekomendasi Sekjen dinyatakan: “perpanjangan misi sampai 30/4/2015.“
Pertanyaannya: kenapa isu Sahara Barat terus dipingpong dari satu resolusi ke resolusi lainnya selama sekitar 40 tahun sejak kemerdekaannya dari Spanyol pada 26/2/1976? Apakah ada hubungan antara kunjungan Ross dan kunjungan Raja dengan resolusi Dewan Keamanan 2152? Kemudian bagaimana ditafsirkan kunjungan Raja yang loyal ke Inggris ke negara-negara Afrika yang loyal ke Perancis dan ia mengikat sejumlah perjanjian dengan negara-negara Afrika itu sebagaimana seolah-olah kepentingan Inggris dan Perancis itu satu? Apakah ada tujuan tertentu dari kunjungan Raja Muhammad VI ke empat negara Afrika itu khususnya kunjungan itu dilakukan setalah kunjungan Ross ke kawasan tersebut? Semoga Allah memberikan balasan kepada Anda yang lebih baik.
Jawab:
Jawaban prtanyaan itu perlu ruang berhalam-halaman. Akan tetapi, saya akan berusaha meringkasnya sedapat mungkin. Meski demikian, agar jelas jawaban itu maka harus dipaparkan munculnya isu Sahara, pertarungan atas Afrika diantara para penjajah lama Eropa, khususnya Inggris dan Perancis, dengan penjajah baru Amerika. Disamping juga untuk mengetahui kapan pertarungan antara Inggris dan Perancis, dan kapan pertarungan atau konfrontasi antara Inggris dan Perancis dari satu sisi dengan Amerika di sisi lainnya, dan berikutnya menjadi jelas tujuan dari kunjungan Raja Muhammad VI ke empat negara Afrika itu setelah kunjungan Ross ke kawasan tersebut:
Pertama, munculnya isu Sahara:
– Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa sejak raja al-Hasan di Maroko, dan Bomumediene di Aljazair, pengaruh di Maroko dan Aljazair menjadi milik Inggris. Karena itu jalan ke arah kedua negeri itu akhirnya tertutup bagi Amerika,hingga ada kesempatan dalam Gerakan Polisario untuk Kemerdekaan Sahara setelah keluarnya Spanyol dari Sahara pada 26/2/1976, setelah 91 tahun penjajahan. PBB sebelum itu, dengan pengaruh Amerika, telah membentuk misi PBB pemeriksa fakta dan dikirim ke Sahara Barat. Misi itu menyampaikan laporannya ke Sidang Umum PBB pada 9/6/1975 yang merekomendasikan kemerdekaan Sahara Barat dari Spanyol dan menambahkan bahwa Organisasi Polisario adalah gerakan yang mendominasi di wilayah tersebut dan memiliki pengaruh yang diakui disana. Begitulah, Amerika memuculkan Polisario dan mendukungnya sebagai representasi rakyat Sahara Barat. Tujuan dari itu agar Sahara Barat tidak kembali lagi ke Maroko setelah keluarnya Spanyol dari sana, supaya tetap menjadi fokus ketegangan menuntut kemerdekaan sehingga bisa dimanfaatkan oleh Amerika demi kepentingan-kepentingan Amerika di Afrika Utara. Kemudian terjadilah insiden setelah penarikan Spanyol pada 26/2/1976, dimana Dewan Nasional Sahara pada hari berikutnya mendeklarasikan berdirinya Republik Sahara Barat kemudian bergabung ke Uni Afrika pada 22/2/1982. Akan tetapi setelah keluarnya Spanyol, Maroko bersama Mauritania menganeksasi Sahara Barat pada 14/4/1976. Mauritania setelah kudeta terhadap Ould Dada akhirnya mengikat perjanjian damai dengan Polisario pada 5/8/1979 di Aljazair dan konsekuensinya harus meninggalkan Sahara Barat secara final. Tinggal Maroko saja di Sahara. Akhirnya pusat pemerintahan Sahara dan Polisario ada di Aljazair di Tindouf. Amerika mulai melakukan intervensi riil setelah itu melalui pengaruhnya dalam mengeluarkan resolusi-resolusi PBB berkaitan dengan Sahara:
- Dewan Keamanan pada 19/4/1991 mengeluarkan resolusi nomor 690 dengan membentuk misi PBB, MINURSO, untuk melakukan referendum memutuskan masa depan nasib Sahara Barat… Resolusi demi resolusi terus dikeluarkan sampai datang Kofi Annan.Ia menunjuk James Baker pada 1997 sebagai utusan pribadi untuk melaksanakan resolusi referendum yang telah disebutkan. Setelah tiga tahun, Baker dalam laporannya pada 13/7/2000 mengusulkan solusi jalan tengah dengan nama solusi ketiga yang mencakup beberapa tahap dimulai dengan pemerintahan otonom Sahara kemudian setelah lima tahun dilakukan referendum menentuksan nasib sendiri. Dewan Keamanan telah memutuskan usulan Baker dan mengeluarkan resolusi nomor 1359 pada tanggal 29/6/2001. Maroko sempat menahan implementasi resolusi itu sejak awal. Setelah tujuh tahun sejak usulan Baker akhirnya Maroko menyerah kepada tekanan Amerika sehingga Maroko pada 2007 mengumumkan usulannya untuk mendirikan pemerintahan otonom yang luas di Sahara dan inisiatif Amerika yang disodorkan oleh Baker disebut inisiatif Maroko! Dimana Maroko pada 11/4/2007 menawarkan inisiatifnya dan Dewan Keamanan mengadopsinya pada 25/4/2007 dengan mengeluarkan resolusi nomor 1754.
- Begitulah, Maroko setuju terhadap inisiatif Baker dengan membentuk pemerintahan otonom dan dinamakan inisiatif Maroko! Dengan anggapan dari Maroko bahwa pada akhirnya itu menjadi konsesi terakhir. Pada waktu yang sama, Amerika menganggapnya sebagai langkah awal penentuan nasib sendiri dan pemisahan sesuai rencana Amerika dalam masalah itu seperti yang terjadi pada pemisahan selatan Sudan… Setelah persetujuan Maroko terhadap inisiatif itu, masalah mulai sedikit mereda setelah muncul prioritas lain bagi Amerika, semisal krisis ekonomi yang memuncak pada 2008 dan setelahnya, dan demikian juga krisis politik dan militer luar negeri… Hal itu sampai musim panas 2013 dimana Amerika mulai menggerakkan kembali krisis tersebut dengan kuat untuk menjadikan krisis Sahara sebagai alasan intervensi di Afrika Utara dan negara-negara lain yang berdekatan… Maka Amerika kembali memformulasi draft proyek untuk dipresentasikan ke Dewan Keamanan. Amerika dengan proyek itu bertujuan memperluas tugas misi PBB, MINURSO, di Sahara Barat dan dibuat mencakup monitoring HAM di Sahara sehingga menjadi alasan bagi Amerika untuk memonitor semua hal baik kecil maupun besar di Sahara dengan alasan HAM! Raja Muhammad VI telah mengerahkan segenap daya upaya bersama pemerintah Amerika agar tugas misi tidak dipeluas dan agar monitoring HAM berada di luar tugas misi. Maka Amerika menunda perluasan tugas dan pada 25/4/2013 Dewan Keamanan mengeluarkan Resolusi nomor 2099. Resolusi tersebut diperingan dari sisi HAM. Resolusi itu menyatakan mendorong berbagai pihak bukan mengharuskan: “Dewan Keamanan mendorong berbagai pihak untuk melanjutkan upaya mereka memperkuat dan melindungi HAM di Sahara Barat serta di kamp Tindouf“… Amerika, Sekjen PBB dan utusannya Ross selama satu tahun giat memperpanjang menyiapkan kembali suasana untuk membahas referendum dan HAM… Diplomat Amerika, Christopher Ross, sebagai utusan pribadi Sekjen PBB ke Sahara Barat mengunjungi kawasan tersebut pada Oktober 2013, kemudian pada 28/1/2014 dan bertemu dengan menteri luar negeri Maroko Shalaheddin Mizouar. “Sebelum tiba di Maroko, Ross telah bertemu di Aljazair dengan pemimpin front Polisario Muhammad bin Abdul Aziz dan bertemu dengan Perdana Menteri Aljazair Abdul Malik as-Silal.“ (Radio Amerika Sawa, 28/1/2014). Ross dalam kunjungannya itu menaruh perhatian pada topik referendum dan HAM…
- Hal ini membuat gusar Raja Muhammad VI. Kegusaran itu makin bertambah dengan adanya laporan Ban Ki Moon pada 10/4/2014. Ban Ki Moon dalam laporannya pada point (kedelapan – catatan dan rekomendasi) merekomendasikan sebagai berikut:
Pada point 94: saya menyeru kedua pihak untuk menerima pentingnya merealisasi kemajuan yang penting dan bekerja keras terkait dua masalah mendasar yang ada dalam arahan Dewan Keamanan, yakni intens untuk mencapai solusi politik dalam kerangka penentuan nasib sendiri“. Kemudian ia menambahkan seraya memperingatkan bahkan mengancam: “jika tidak terjadi kemajuan sebelum April 2014 maka telah tiba waktunya untuk mengikutsertakan anggota Dewan di dalam proses menyeluruh dalam kerangka kerja yang diberikan untuk proses negosiasi pada April 2007.“… Pada point 100: “meski demikian, tujuan akhir tetaplah merealisasi capaian kontinu, independen dan netral untuk HAM yang mengkover wilayah tersebut (Sahara Barat) dan kamp.“… Pada point 101: “saya yakin bahwa eksistensi misi adalah dalam kapasitasnya sebagai mekanisme untuk mendukung implementasi resolusi-resolusi Dewan Keamanan yang berturut-turut dalam wewenang misi PBB untuk referendum di Sahara Barat.“… Pada point 102: “saya merekomendasikan agar Dewan Keamanan memperpanjang wewenang misi untuk 12 bulan lagi sampai 30 April 2015.“
Semua itu membuat Raja Muhammad VI melakukan kontak dengan Ban Ki Moon, memperingatkan dan mengancamnya…! Surat kabar Ash-Sharq al-Awsath pada 15/4/2014 mengutip dari sumber-sumber diplomasi di New York dan Rabat yang tidak mau disebutkan namanya, adanya reaksi Muhammad VI, ia mengancam Sekjen dalam pembicaraan per telepon pada 13/4/2014 untuk menghapus misi PBB “MINURSO“. Tampak bahwa Amerika berpandangan untuk tidak membuat masalah ini menjadi eskalatif dan berikutnya datanglah Resolusi Dewan Keamanan PBB yang diperingan secara relatif. Artinya bahwa pengeskalasian Amerika dalam masalah tersebut telah ditunda kembali sampai akhir tahun baru misi PBB sesuai Resolusi baru sampai 30/4/2014.
– Begitulah, isu Sahara Barat adalah buatan Amerika agar tetap menjadi titik ketegangan yang bisa dimanfaatkan Amerika untuk intervensi di Afrika dan mempengaruhi berbagai urusan negara-negara yang loyal kepada Eropa “Inggris dan Perancis“ dan menjalankan titik ini ke negara-negara tersebut. Oleh karena itu, bagi Amerika tidak masalah menunda solusi dari satu tahun ke tahun lainnya agar Eropa dan antek-anteknya tetap tertahan pada isu tersebut.
Kedua: pertarungan atas Afrika antara penjajah lama Eropa “Inggris dan Perancis“ dengan penjajah baru Amerika:
- Pada masa presiden Clinton dan pada era 90-an abad XX, usaha Amerika dipusatkan pada menentang kekuatan Eropa lama (Inggris dan Perancis) di Afrika dan di benteng terakhir dominasi Eropa. Ambisi hegemoni Amerika di Afrika mengantarkan kepada suatu jenis baru hiruk pikuk di Afrika. Clinton secara resmi mengumumkan keterlibatan Amerika untuk Afrika melalui UU Pertumbuhan Afrika dan Kesempatan (the African Growth and Opportunity – AGOA). Rancangan pertama UU tersebut disodorkan pada tahun 1999 dan berikutnya disetujui menjadi UU pada Mei 2000. Orientasi utama pemerintah Amerika adalah bekerja untuk menggabungkan perekonomian negara-negara Afrika yang ada di bawah kontrol langsung Inggris dan Perancis ke daerah pengaruh Amerika. Penulis Philip Limari di surat kabar Le Monde Diplomatique menyimpulkan keterjepitan yang dihadapi Eropa, khususnya Perancis. Ia mengatakan: “Pada akhir Maret, presiden Bill Clinton akan berkunjung untuk pertama kalinya ke Afrika. Tampak bahwa kekuatan penjajahan lama berada dalam kebingungan dan tidak mampu mencapai suatu ide yang konstruktif. Dimana Amerika Serikat mulai memfokuskan diri ke benua Afrika sebagai satu-satunya daerah perawan bagi para investor di Amerika.“ (Philip Limari, Washington bersiap menginvasi wilayah perawan, Le Monde Diplomatique,1998).
- Untuk menghadang pergerakan Amerika itu, Inggris dan Perancis, memutuskan untuk mengesampingkan persaingan lama diantara keduanya di Afrika meski secara temporal, dan berusaha bekerjasama dalam sejumlah aspek untuk menggagalkan usaha Amerika yang menyasar untuk menjajah sebagian besar Afrika. Pada tahun 1999, Inggris dan Perancis meluncurkan kampanye kerjasama baru untuk Afrika. Menlu Inggris, Robin Cook, dalam kunjungan bersama sejawatnya Menlu Perancis berkunjung ke Ghana. Cook menyatakan inisiatifnya bukan untuk menjajah pihak lain dengan beragam kedok, akan tetapi tawaran kerjasama di Afrika. Cook mengatakan tujuan utama dari diplomasi gabungan Perancis dan Inggris adalah mengatasi perselisihan. Cook mengatakan: “Tujuan kami adalah merealisasi kestabilan. Inggris dan Perancis memiliki sejumlah pengalaman di Afrika… Ini bukan konspirasi. Apa yang kami tawarkan adalah suatu ungkapan dari kerjasama.“ Menteri luar negeri Perancis Hubert Verdun mengatakan: “kami menguatkan diri kami sehingga Eropa bisa mengadopsi politik yang termodern terhadap Afrika.“ (World: Africa – A New Era in Partnership, BBC, 11 March 1999). Kerjasama baru itu disandarkan kepada perjanjian Saint-Malo yang ditandatangani pada KTT Perancis-Inggris tahun 1998. Perjanjian itu menjadi batu pijakan untuk semua bentuk kerjasama masa depan diantara kedua negara. Pada KTT kedua negara pada tahun 2003 disebutkan di dalam deklarasi final: “Dalam konteks ini kami mengisyaratkan komitmen yang kami tegaskan terhadap diri kami sendiri di KTT Saint-Malo untuk menyatukan usaha kami demi memperkuat perdamaian dan stabiloitas di Afrika. Oleh karena itu kami mengusulkan kepada rekan-rekan kami di Uni Eropa untuk mempelajari bagaimana mereka bisa berperanserta dalam mencegah pergolakan-pergolakan dan menjaga perdamaian di Afrika, termasuk didalamnya melalui aksi-aksi independen di Uni Eropa dan kerjasama erat dengan PBB.“ (KTT Perancis-Inggris: Deklarasi Penguatan Kerjasama Eropa, Kerjasama Pada Bidang Keamanan dan Pertahanan Le Touquet, Kedubes Perancis di London, Februari 2003)
– Dari hal itu jelas bahwa Eropa “Inggris dan Perancis“ memahami serangan gencar dari Amerika terhadap pengaruh Eropa secara politik di Afrika, dan bahwa bahaya serangan ini menyasar langsung kepentingan-kepentingan kedua negara. Karena itu keduanya dalam kondisi ini menjadi satu pihak bersama dalam menghadapi intervensi Amerika.
Ketiga, sedangkan kapan pertarungan terjadi antara Inggris dan Perancis, dan kapan antara Inggris dan Perancis di satu sisi dengan Amerika di sisi lainnya:
Siapa yang mendalami pertarungan politik antara Amerika dengan Inggris dan Perancis akan menemukan bahwa pertarungan Inggris Perancis terjadi di negeri yang disitu tidak ada ambisi Amerika, atau Amerika disibukkan dari negeri itu oleh krisis-krisis Amerika, khususnya jika krisis militer besar seperti invasi Amerika ke Afganistan dan Irak… Dimana Amerika disibukkan dengan semua itu dari negeri tersebut. Pada kondisi ini, maka mungkin terjadi pertarungan Inggris Perancis mengikuti kepentingan-kepentingan masing-masing di negeri tersebut.
Sedangkan jika Amerika memiliki ambisi di negeri tertentu dan tidak disibukkan darinya dengan adanya krisis, maka Amerika bekerja untuk memasukkan pengaruhnya di negeri tersebut. Maka dalam kondisi itu pertarungan di negeri itu terjadi antara Eropa “Inggris dan Perancis“ dengan Amerika. Hal itu karena Inggris dan Perancis paham bahwa Amerika dengan ambisi politiknya di negeri tersebut ingin melemahkan dua pihak “Inggris dan Perancis“. Maka pertarungan satu-satunya yang terjadi adalah antara keduanya dengan Amerika disertai perbedaan dalam hal cara-cara dari masing-masing.
– Ini yang rajih dari sisi garis besar pertarungan dan kapan pertarungan itu terjadi… kecuali dalam perkara-perkara pengecualian yang memiliki situasi khusus, maka pertarungannya keluar dari garis besar yang disebutkan barusan. Sedangkan yang rajih dari sisi yang asal adalah apa yang kami sebutkan itu.
Keempat, tujuan dari kunjungan raja Muhammad VI ke empat negara Afrika setelah kunjungan Ross ke kawasan:
- Siapa yang mendalami kunjungan Ross, utusan pribadi Sekjen PBB Ban Ki Moon, yang dimulai sebelum kunjungan Raja Muhammadi VI,maka ia akan menemukan bahwa kunjungan Ross itu terjadi pada bulan Oktober 2013, kemudian pada 28 Januari 2014. Dan jelas dalam kunjungannya ia berusaha untuk mencekik Maroko dari sisi hubungannya dengan Sahara Barat. Dalam kunjungannya, Ross membahas referendum dan HAM sebagai pintu masuk untuk memisahkan Sahara Barat dari Maroko, dan berikutnya Sahara Barat menjadi batu pijakan Amerika untuk bertolak memasukkan pengaruhnya khususnya pengaruh politik dan ekonomi ke tempat-tempat Eropa di negara-negara Afrika yang memiliki hubungan… Seperti yang kami katakan sebelumnya, Inggris dan Perancis memahami bahwa serangan Amerika secara politik dan ekonomi di Afrika akan membahayakan kepentingan-kepentingan keduanya… Qaddafi sebelumnya menjalankan politik Inggris “Eropa“ dan menyerang politik Amerika di Afrika. Seolah-olah Inggris memandang bahwa yang paling layak untuk melakukan peran itu setelah Qaddafi adalah raja Muhammad VI. Maka raja Muhammad VI pun dibebani tugas itu dari Inggris dengan dukungan Perancis. Bahaya Amerika menyasar langsung kepentingan-kepentingan kedua negara (Inggris dan Perancis), dan pada kondisi ini konfrontasi Inggris Perancis “berhenti” untuk menjadi konfrontasi dengan Amerika untuk menolak bahaya Amerika dari keduanya. Karena itu, raja Muhammad VI melakukan peran itu untuk memfokuskan pada dua perkara utama: menggalang dukungan untuk inisiatif pemerintahan otonom di Sahara Barat sebagai solusi final tanpa diikuti penentuan nasib sendiri, yakni tanpa pemisahan, akan tetapi Sahara Barat tetap menjadi bagian dari Maroko… dan kedua untuk menandatangani proyek-proyek ekonomi guna memutus jalan bagi Amerika yang menggunakannya untuk akses memasukkan pengaruhnya di Afrika.
- Perkara itu jelas dari kunjungan raja Muhammad VI ke empat negara Afrika dengan memperhatikan bahwa negara-negara ini tidak mengakui Republik Sahara ketika deklarasinya pada 22/2/1982, kecuali Mali yang sebelumnya mengakui kemudian menarik pengakuannya pada 23/9/2013 setelah kunjungan raja Muhammad VI ke Mali pada 19/9/2013. Karena itu, raja Muhamad VI memulai kunjunganya dengan kunjungan kedua sebagai terima kasih kepada Mali atas penarikan pengakuan itu. Ini disamping bahwa Maroko penting untuk kembali ke kawasan Afrika yang dahulu Maroko menarik diri darinya pada 12/11/1984 akibat pengakuan PBB terhadap republik Polisario. Untuk itu kunjungan raja Muhammad VI itu juga untuk masalah ini.
– Atas dasar itu, maka bisa dikatakan bahwa kunjungan raja Muhammad VI tujuannya adalah menggalang dukungan bagi inisiatif pemerintahan otonom di Sahara Barat sebagai solusi final dan Sahara Barat tetap dibawah kekuasaan Maroko. Dan tujuan itu diiringi dengan proyek-proyek ekonomi untuk memutus upaya-upaya Amerika memasukkan pengaruhnya secara politik dan ekonomi. Perkara ini diperkuat oleh paparan yang terpenting adalah apa yang dinyatakan di dalam keterangan kunjungan ke empat negara itu:
– Mali menjadi persinggahan pertama pada 18-23/2/2014. Raja Muhammad VI telah mengunjungi Mali tahun lalu pada September, dimana ia ikut serta menghadiri pelantikan presiden baru Mali Ibrahim Abu Bakar Keita pada 19/9/2013. Mali sebelumnya mengakui Republik Sahara Barat, kemudian menarik pengakuannya terhadap Republik Polisario pada 23/9/2013 yakni setelah kunjungan raja Muhammad VI itu… Sudah diketahui bahwa Abu Bakar menduduki pemerintahan dengan pemilu yang disponsori Perancis dan menggusur kudeta yang dilakukan Amerika di Mali 22/3/2012 dipimpin oleh Amadou Sanogo… Di dalam deklarasi final dikatakan:
(Khusus tentang situasi di Sahara… Presiden Keita memuji usaha serius yang dikerahkan oleh Maroko untuk melangkah ke arah rekonsiliasi damai dan dialogis tentang kondisi Sahara dan mengakhiri isu itu. Dari sisi lain, presiden Keita mengungkapkan keprihatinannya atas absennya Maroko dari Uni Afrika. Presiden Keita kepada raja Muhammad VI menegaskan komitmennya untuk bekerja bersama para partner Afrikanya demi kembalinya Maroko ke pangkuan organisasi Afrika), selesai. Di dalam deklarasi itu juga dinyatakan: (…presiden sangat menghargai usaha kerjasama ekonomi, sosial dan kultural yang dikerahkan oleh Raja, melalui penandatanganan atas 17 kesepakatan yang mencakup sejumlah sektor diantara kedua negara. Dan dengan tujuan memperkuat kerjasama ekonomi antara Maroko dan Mali…), selesai.
– Adapun Pantai Gading, Pantai Gading tidak mengakui republik Polisario sejak didirikannya. Raja Muhamad VI mengunjungi Pantai Gading pada 23/2 – 3/3/2014. Di dalam deklarasi final dinyatakan: (Maroko dan Pantai Gading menegaskan bahwa berlanjutnya perselisihan Sahara “memunculkan ancaman untuk persatuan dan keamanan kawasan“… dan presiden Pantai Gading al-Hasan Watara memperbarui dukungan negaranya terhadap rencana pemerintahan otonom yang ditawarkan oleh Maroko sebagai solusi final perselisihan Sahara, dan itu merupakan solusi ideal…).
– Sedangkan Guinea Conakri, juga tidak mengakui republik Polisario sejak didirikannya. Kunjungan raja Muhammad VI ke Guinea dilakukan pada 3-5/3/2014. Di dalam deklarasi final dinyatakan: (… kunjungan itu menghasilkan penandatanganan sejumlah kesepakatan pada bidang ekonomi dan politik… Sebagaimana kedua pemimpin memimpin perayaan penyerahan kantor Sharif Phosphat sebagai hibah yang akan menghasilkan pupuk dan suplemen makanan hewan serta peluncuran satuan unit transfer biji-bijian untuk memperbaiki produksi pertanian… Dan khusus tentang isu Sahara, presiden mengungkapkan dukungannya terhadap inisiatif Maroko untuk memberikan pemerintahan otonom yang luas kepada Sahara, dan yang mengungkapkan usaha serius dan jujur bagi Maroko untuk mencapai rekonsiliasi final untuk perselisihan itu. Sebagaimana presiden juga menonjolkan peran penting yang diharapkan oleh Maroko untuk persatuan benua. Presiden juga mengungkapkan komitmennya atas kembalinya Maroko ke pangkuan Uni Afrika dalam kerangka penghormatan terhadap integritas teritorial Maroko).
– Negara yang paling banyak dikunjungi oleh raja Muhammad VI adalah Gabon. Ia mengunjungi Gabon beberapa kali pada tahun lalu… Kunjungan terakhirnya berlangsung dari tanggal 5-8/3/2014 kemudian ia terus berada disana untuk beristirahat sampai 13/3/2014. Sudah jadi pengetahuan bahwa Gabon merdeka secara formalistik tetapi merupakan jajahan Perancis secara riil. Gabon juga tidak mengakui republik Polisario … Di dalam deklarasi penutup dinyatakan: (sebagaimana Raja dan Presiden memimpin pertemuan resmi yang di dalamnya ditandatangani kesekapakatan diantara kedua negara yang menggariskan kerjasama strategis dalam bidang industri pupuk dan industri terkait… Pemimpin kedua negara menyambut diselenggarakannya forum ekonomi dalam kunjungan yang dipuncaki dengan penandatanganan sejumlah kontrak, perjanjian dan kesepakatan… Presiden Ali Bongo mengungkapkan dukungan kuat negaranya kepada tuntutan yang dilontarkan oleh kerajaan Maroko dalam rangka mendapatkan status sebagai pengamat dalam Komunitas Perekonomian Negara-Negara Afrka Barat (the Economic Comunity of West African States -ECOWAS). Di dalam deklarasi tersebut juga dinyatakan: (…khusus tentang isu Sahara Barat, presiden Ali Bongo konsern atas pembaruan dukungan Republik Gabon yang kuat dan terus menerus kepada Maroko Sahara dan untuk persatuan teritorial kerajaan Maroko… Ia juga menegaskan bahwa rekonsiliasi damai dan kontinu untuk perselisihan daerah ini tidak mungkin diwujudkan kecuali berdasarkan asas inisiatif Maroko yang akan memberi pihak Sahara pemerintahan otonom dan luas dalam kerangka kedaulatan dan persatuan nasional serta kesatuan teritorial kerajaan Maroko) selesai.
– Jelas dari semua itu bahwa kunjungan Raja Muhammad VI ke empat negara itu berkaitan kuat dengan masalah Sahara, dan untuk memutus jalan bagi intervensi politik ekonomi dari Amerika. Ini berlangsung dengan pembebanan dari Inggris dan persetujuan Perancis. Hal itu agar Raja Muhammad VI memainkan peran yang dahulu dipikul oleh Qaddafi dalam menjaga kepentingan-kepentingan Eropa “Inggris“ di Afrika menghadapi serangan Amerika secara politik dan ekonomi.
Begitulah, para penguasa di negeri kaum muslimin giat dalam melayani kepentingan-kepentingan kaum kafir penjajah, dengan menempatkan kepentingan-kepentingan kaum Muslimin di belakang punggung mereka. Mereka menjual akhirat mereka. Kami tidak mengatakan, mereka menjual akhirat dengan imbalan dunia yang kecil, akan tetapi mereka menjual dunia dengan imbalan dunia selain mereka, tanpa memperhatikan sama sekali apa yang menimpa kelompok mereka dahulu berupa kehinaan di dunia.
﴿وَلَعَذَابُ الْآخِرَةِ أَخْزَى وَهُمْ لَا يُنْصَرُونَ﴾
“Dan Sesungguhnya siksa akhirat lebih menghinakan sedang mereka tidak diberi pertolongan.“ (TQS Fushilat [41]: 16)
7 Rajab 1435 H
6 Mei 2014 M