Investigasi wartawan Inggris mengungkapkan keterlibatan badan intelijen dalam negeri Inggris dalam penyiksaan dan pemerasan aktivis Islam yang ditahan di Mesir. Itu dilakukan dalam rangka merekrut mereka menjadi agennya.
Surat kabar Inggris The Independent dalam investigasi khusus menyebutkan bahwa ada kerjasama keamanan dan intelijen antara badan intelijen Inggris dan Mesir setelah kudeta yang menggulingkan Presiden Muhammad Mursi. Surat kabar itu juga mengatakan bahwa ada beberapa saksi tentang interogasi yang dilakukan agen intelijen Inggris terhadap beberapa aktivis Islam, yang terakhir pada Februari lalu. Itu terjadi setelah seorang warga negara Belanda asal Somalia—yang ditangkap untuk beberapa periode—menuduh bahwa intelijen Inggris terlibat dalam penyiksaan dan interogasi terhadap dirinya di Mesir.
Menurut surat kabar tersebut, Ahmad Dini (25 tahun) tinggal di Inggris antara tahun 2006 dan 2011. Dini berkata kepada pengacaranya bahwa “ia diinterogasi oleh anggota intelijen Inggris, yang dikenal dengan nama “M – 15”, saat ia disiksa di salah satu penjara Mesir pada awal tahun ini.
Surat kabar The Independent mengatakan bahwa kesaksian Dini ini penting untuk membantah pernyataan yang dibuat oleh badan keamanan dan intelijen Inggris tahun lalu,bahwa badannya tidak lagi terlibat dalam penyiksaan para tersangka, atau yang ditahan secara ilegal di negara asing.
Surat kabar menambahkan bahwa pada bulan November, kepala intelijen Inggris menegaskan di depan anggota Parlemen bahwa perwiranya tidak lagi terlibat atau melakukan penyiksaan, seperti yang diklaim Dini—yang tidak lain adalah cucu dari Presiden Somalia yang digulingkan, Muhammad Siad Barre. Saat itu Dini mengaku selama delapan bulan hukuman penjara di Kairo, ia dibelenggu dan ditutup matanya, dipukuli beberapa kali, dilucuti pakaiannya dan diancam istrinya akan diperkosa, disetrum dengan listrik, dan pemukulan dengan cambuk.
Dini mengatakan dalam sebuah pesan yang diselundupkan dari sel penjaranya melalui pengacaranya, bahwa selama periode penahanan dan penyiksaannya tahun ini, ia dikunjungi oleh seorang pria Inggris, yang diyakini bahwa ia bekerja untuk intelijen Inggris. Pria Inggris itu berjanji akan membebaskan dirinya jika ia setuju bekerja untuk kepentingan intelijen.
Surat kabar Inggris itu mengatakan bahwa Dini—yang memiliki dua anak perempuan yang tinggal di Inggris—mengatakan bahwa ia menolak tawaran itu. Ia mengatakan dirinya sudah menjadi target intelijen Inggris ketika ia tinggal di Birmingham pada periode antara tahun 2006 dan 2011. Bahkan ia pernah sangat prihatin hingga ia mengeluh kepada media tentangupaya pelecehan oleh dinas keamanan Inggris.
Dalam suratnya itu Dini menjelaskan secara rinci penyiksaan yang dia terima. Ia mengatakan, “Saya juga ingin memberitahu Anda bahwa pada tanggal 17 Februari 2014, telah terjadi sesuatu yang sangat aneh. Saya sekarang yakin 100 persen bahwa intelijen Inggris bagian dari masalah ini. Pasalnya, saya bertemu dengan seorang agen rahasianya. Dia mencoba meyakinkan saya untuk bekerja dengan mereka sebagai imbalan kebebasan saya. Ia telah mengunjungi saya di sini, di penjara. Ia seorang pria Inggris dengan warna kulit putih yang berbicara dengan logat London. Ia mengatakan kepada saya bahwa “pemerintah Belanda tidak mampu melakukan apa-apa bagi saya.”
Dini menjelaskan bahwa agen rahasia Inggris bertemu dengan dirinya selama setengah jam. Di akhir pertemuan itu ia mengatakan, “Aku akan kembali lagi dan Anda harus berpikir bijak, sebab kebebasanmu itu adalah harganya.”
Ia menambahkan bahwa setelah pertemuan ini, dua hari kemudian, pihak berwenang Mesir memaksa dirinya untuk menonton pemuda yang dicambuk dengan selang yang terbuat dari karet.
Sebuah organisasi Inggris bernama Cageprisoner (CAGE), yang khusus memantau pelanggaran terkait perang melawan terorisme menjelaskan, bahwa ini adalah bukti baru pertama tentang keterlibatan Inggris dalam penyiksaan sejak tahun 2008. Kasus ini sedang diselidiki oleh “Komisi Hak Asasi Manusia di PBB”.
Di sisi lain, Ashim Qureshi—direktur riset dari organisasi Cageprisoner (CAGE) di Inggris—mengatakan, “Kasus Ahmad Dini menimbulkan pertanyaan serius tentang perlakuan Pemerintah terhadap masyarakat Somalia. Mereka telah lama mengalami pelecehan oleh intelijen militer Inggris. Banyak pemuda Somalia yang mengeluh tentang hal itu. Karena itu keterlibatan Inggris dalam penahanan dan penyiksaan Dini di Mesir menunjukkan bahwa pemerintah kami (Inggris) tidak mengubah cara dengan penyesalan.”
Dini ditangkap seminggu setelah penggulingan Muhammad Mursi. Itu terjadi setelah ia meninggalkan Inggris untuk menikahi seorang wanita Jerman pada tahun 2011. Ketika ia sedang dalam perjalanan, Menteri Dalam Negeri Inggris mengeluarkan surat perintah untuk penangkapannya atas tuduhan keterlibatannya dalam kegiatan yang mendukung ekstremisme Islam sehingga ia tidak dapat kembali ke Inggris.
Keluarga Dini melarikan diri dari Somalia saat ia berusia tiga tahun. Sejak saat itu, ia belum pernah kembali ke Somalia. Pertama kali Dini menetap di Belanda dan mendapat kewarganegaraan. Kemudian ia pindah ke Inggris. Di sana ia belajar dan bekerja sebagai penjaga keamanan di sebuah sekolah.
Selanjutnya, Dini dan istrinya, serta anak-anaknya berniat tinggal di Mesir. Pada bulan Maret tahun ini, otoritas Mesir membebaskan dia tanpa ada tuduhan. Dalam perjalanan kembali ke Belanda, ia ditangkap di Istanbul karena adanya surat perintah penangkapan terhadap dirinya oleh Amerika Serikat. Lalu ia dipenjarakan sampai saat ini di Turki, sambil menunggu lebih banyak catatan peradilan dari Amerika, yang menuduh dia bahwa ia menjadi anggota organisasi Syabab Mujahidin di Somalia.
Seorang juru bicara Kedutaan Besar Mesir di London mengatakan kepada surat kabar The Independent,“Sedang dilakukan investigasi atas klaim Dini.”
Adapun intelijen Inggris belum memberikan tanggapan terkait berita tersebut.
Perlu dicatat bahwa Menteri Luar Negeri Mesir, Nabil Fahmy mengatakan bahwa antara intelijen Inggris dan Mesir ada koordinasi yang solid terutama terkait perang melawan terorisme (islammemo.cc, 21/5/2014).