3000 Massa Longmarch Serukan: “Indonesia Milik Allah, Terapkan Hukum Allah”

HTI Press. Jakarta. Sekitar tiga ribu pasang mata tertuju pada titik yang sama. Sebuah baliho bertuliskan Indonesia Milik Allah yang diterbangkan dengan dua ratus balon gas, melayang membumbung tinggi menjauhi Bundaran HI, Ahad (25/5) di Jakarta.

Sebelumnya, massa yang berdatangan dari berbagai kecamatan di Jakarta, Depok dan Tangerang mengarak baligo tersebut dari Patung Kuda Silang Monas dengan berjalan kaki menuju Bundaran HI.

Meski terik menyengat, mereka tetap semangat mengibarkan bendera hitam dan putih bertuliskan dua kalimat syahadat dan menerikkan yel-yel: “Indonesia Milik Allah, Terapkan Hukum Allah” serta mengacung-acungkan poster yang bernada sama.

Dalam orasinya, anggota Maktab I’lami DPP HTI Farid Wadjdi menyatakan sesungguhnya tokoh-tokoh di negeri ini mengetahui pemimpin negara selama ini tidak ada yang baik, termasuk para kandidat pemilu capres-cawapres mendatang. Tetapi anehnya, mereka tetap memaksa umat untuk memilih dengan menyatakan pilihlah yang keburukannya lebih kecil.

“Artinya, mereka tahu pemimpin yang ada buruk! Seharusnya yang mereka seru adalah angkatlah pemimpin yang menerapkan syariah Islam,” pekiknya kemudian disambut takbir peserta.

Ia juga menyatakan sistem demokrasi adalah sistem busuk, sistem ekonomi liberal juga sistem busuk. “Keduanya tidak layak diterapkan di bumi milik Allah! Termasuk di Indonesia, karena Indonesia juga milik Allah!” tegasnya.

Di sela-sela aksi, anggota DPP Hizbut Tahrir Indonesia Heru Binawan menyatakan aksi ini merupakan rangkaian kegiatan kampanye HTI untuk mengingatkan semua komponen bangsa bahwa Indonesia Milik Allah, maka terapkanlah hukum Allah.

Di samping itu, aksi ini juga menyosialisasikan acara puncak kampanye yang diberi nama Konferensi Islam dan Peradaban (KIP) dengan tema Saatnya Khilafah Menggantikan Sistem Demokrasi dan Ekonomi Liberal. Konferensi tersebut diselenggarakan di 70 kota. “Di Jakarta, insya Allah dilaksanakan di Tennis Indoor Senaya, pada 31 Mei mendatang,” pungkasnya.

Setelah menerbangkan baliho dan mendengarkan orasi, massa pun kembali berjalan kaki menuju Patung Kuda, berdoa, lalu membubarkan diri. Tidak ada kemacetan berarti, lantaran sepanjang perjalanan, mereka hanya menggunakan separuh ruas jalan, sehingga kendaraan dapat dengan leluasa melintas.[] Joko Prasetyo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*