Perempuan Milik Allah, Rindu Tegaknya Khilafah
HTI Press. BOGOR, 27 Mei 2014. Ibu Hj Atikah (66) duduk tenang diantara ribuan perempuan peserta Konferensi Islam dan Peradaban di Sentul International Conference Center (SICC), Selasa (27/5/14). Beliau khusyuk menyaksikan tayangan film dokumenter tentang kondisi Indonesia yang miris. Negara yang kaya sumber daya alam tapi masyarakatnya miskin, anak-anak menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual, kriminalitas di mana-mana dan kondisi miris lainnya.
Ibu Atikah mengaku prihatin dengan kondisi tersebut. Itu pula yang mendorongnya ikut KIP. “Banyak masyarakat belum paham Islam secara kafah, tapi jika diajal mengaji merasa berat, padahal penting untuk memahami Islam secara lengkap seperti yang disampaikan pada acara ini,” kata pensiunan pegawai Puskesmas di Bogor ini. Menurutnya, kondisi miris tersebut terjadi karena masyarakat masih sangat sekuler, memisahkan agama dari kehidupan. “Begitulah kalau agama tidak dijadikan asas dalam berbuat,” tegasnya.
Apa yang disampaikan Atikah, mewakili ribuan muslimah yang memadati auditorium SICC yang hari itu datang dengan penuh semangat untuk mendukung perjuangan Hizbut Tahrir Indonesia dalam menegaakkan Khilafah, negara yang akan menerapkan syatiah Islam keseluruhan. Mengapa harus sistem Islam? Mengapa harus Khilafah?
Ustadz Adi Maretnas menjabarkan, Khilafah akan menggantikan sistem sekuler demokrasi yang rusak. Dalam demokrasi, katanya, ada beberapa kesalahan mendasar yamg nyata kebobrokannya. “Dalam demokrasi, setiap orang satu suara, tak peduli apakah pendapatnya benar atau salah. Suara preman disamakan dengan pendapat ulama. Suara kafir disamakan dengan suara mukmin. Ketika sepuluh alim, ulama mengatakan khamr haram, tapi jika 100 pengusaha mengatakan khamr ada manfaatnya maka suara ulama tidak didengar. “Lalu, benarkah seluruh rakyat memiliki kedaulatan? Harusnya jika demikian rakyat harus didengar. Tapi nyatanya, saat rakyat menginginkan kesejahteraan tapi tidak diberikan kesejahteraan,” tegasnya. Suara mayoritas ternyata hanya utopis, tidak sesuai fakta. Kesalahan selanjutnya, demokrasi adalah berbiaya mahal. Akibatnya membuka lebar-lebar pintu korupsi secara masif. Untuk menjadi gubernur saja butuh dana minimal Rp 100 miliar padahal gajinya paling Rp200 jutaan.
Demokrasi hanya untuk korporasi. Hanya mereka yang punya uang, punya harta dan punya modal yang berkuasa. “Terjadilah kerjasama antara pengusaha dan penguasa,” katanya. Kesalahan demokrasi selanjutnya, sistem ini menjadi wasilah untuk mengokohkan penjajahan asing, untuk mencengkeram negeri-negeri muslim. “Karena itu, saatnya mengganti sistem demokrasi dengan sistem yang diridhoi Allah. Demokrasi di Indonesia hanya melahirkan orang-orang seperti Fir’aun yang mempertuhankan manusia,” urainya.
Sementara Ustadz Agung Wisnu Wardhana menjabarkan, sekarang hukum Islam tidak diterapkan. Menutup aurat bagi perempuan tidak diwajibkan, tapi yang wajib pakai helm. Bayar zakat wajib, tapi tidak dilaksanakan, malah rakyat wajib membayar pajak. NKRI adalah negara Negara Korporasi Republik Indonesia karena sesungguhnya yang berkuasa adalah penguasa dan pengusaha. Bahkan penguasa sebagian besar juga merangkap jadi pengusaha.
Ustadz Rokhmat S. Labib, selaku Ketua DPP HTI, menambahkan sistem demokrasi menyengsarakan ralyat aras nama rakyat. Demokrasi menjadi pintu masuk untuk menguasai rakyat. Sudah demikian rusaknya, belum juga sadar, bahkan tidak ada tanda-tanda untuk sadar. sistem demokrasi adalah sistem kufur yang lahir dari ideologi kufur yang mebonsai agama dalam rempat ibadah. ideologi kufur yang membatasi peran agama. Demokrasi memiliki prinsip dasar bahwa aturan dibuat berdasar suara dan kehendak rakyat, sementara Islam menjadikan Allah sebagai pembuat aturan. Karena itu haram bagi muslim menjadikan demokrasi sebagai asas dalam kehidupan. satu-satunya sistem yang wajib dijadikan asas kehidupan adalah sistem Islam dalam bentuk Khilafah. Umat Islam wajib bersatu, dari Maroko sampai Merauke, dalam naungan Daulah Khilafah.
Indonesia milik Allah, diri kita milik Allah, saatnya kembali pada Allah. Marilah berjuang memperjuangkan syariat Allah. []