Saatnya Khilafah Menggantikan Demokrasi dan Sistem Ekonomi Liberal

Clip_4

Konferensi Islam dan Peradaban (KIP) diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia di 70 Kota di Indonesia pada waktu yang hampir bersamaan, yaitu 27 Mei – 1 Juni 2014, dengan tema besar “Indonesia Milik Allah” dan tema Konferensi “Saatnya Khilafah Menggantikan Demokrasi dan Sistem Ekonomi Liberal”. Acara Konferensi Islam dan Peradaban (KIP) ini diawali pada tanggal 27 Mei 2014 yang diselenggarakan di 16 kota di Indonesia yaitu Bengkulu, Palembang, Pangkal Pinang, Sumedang, Yogyakarta, Kudus, Probolinggo, Pare-pare, Jeneponto, Kolaka, Balikpapan, Bogor, Luwuk Banggai, Tidore, Banyuwangi dan Jember dan diikuti oleh ratusan ribu muslimah dari berbagai kalangan : intelektual, politisi, praktisi, muballighah, mahasiswa, pelajar, ibu rumah tangga dan lainnya.

Pada Launching dan Grand Opening Konferensi Islam & Peradaban 1435 H di Sentul International Convention Center (SICC) Bogor pada Selasa 27 Mei 2014 M / 27 Rajab 1435 H, dihadiri oleh banyak kaum perempuan. Dari sekitar 10 ribuan peserta Konferensi yang hadir, 40 persen diantaranya, atau sekitar empat ribuan adalah kaum perempuan. Hal ini menunjukkan tingkat kesadaran politik kaum perempuan Bogor tinggi. Terlihat dari antusiasme mereka dalam mengikuti rangkaian acara Konnferensi yang berlangsung dengan tertib tersebut. Antusiasme mereka dalam konferensi ini sudah terlihat sejak awal KIP ini mulai digulirkan. Sebelum acara dimulai, para peserta sabar menunggu di luar SICC dengan tertib dan rapi.

Dalam konferensi ini, pembicara pertama, Ustadz Adhi Maretnas menyampaikan materi “Demokrasi : Dari Korporasi, Oleh Korporasi, Untuk Korporasi”. Dalam kesempatan tersebut, Ustadz Adhi menjelaskan bahwa demokrasi yang saat ini masih diterapkan di Indonesia, masih dipercaya sebagai sistem politik yang akan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi aspirasi masyarakat. Rakyat, melalui wakilnya yang dipilih dalam pemilu, berhak menetapkan peraturan perundang-undangan untuk mengatur semua lini kehidupan masyarakat dan negara. Meski realitasnya tak sejalan dengan konsep, karena bukan aspirasi rakyat yang dikedepankan, tetapi lebih mengedepankan kepentingan para pemilik modal yang mensupport penguasa pada saat pemilu.

Lebih lanjut Ustadz Adhi menjelaskan bahwa dari anggota parlemen yang notabene adalah wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat, justru banyak sekali lahir peraturan perundangan yang merugikan rakyat, misalnya UU Sumber Daya Air (SDA), UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), UU BPJS, UU Penanaman Modal Asing (PMA) , UU Migas, UU Minerba, UU Ketenagalistrikan, UU Sisdiknas, dan lain-lain. Juga sangat banyak kebijakan pemerintah, yang mestinya melayani rakyat, justru menunjukkan keberpihakkan bukan kepada rakyat, tetapi keberpihakan penguasa kepada pemodal/kapitalis/pengusaha. Atas nama demokrasi, rakyat dipaksa untuk mengikuti semua peraturan perundangan dan kebijakan politik penguasa, meski semua itu justru merugikan rakyat, bangsa, dan negara.

Selanjutnya pembicara kedua, Ustadz Agung Wisnu Wardhana menyampaikan materi “Sistem Ekonomi Kapitalisme Liberal; Sistem Rusak Yang Menghasilkan Kerusakan Dan Kesengsaraan”. Ustadz Agung menjelaskan sistem ekonomi kapitalisme liberal yang diadopsi bangsa ini, masih dipercaya akan memberikan kesempatan yang sangat luas bagi para pelaku ekonomi untuk melakukan investasi dan mengembangkan usahanya. Dengan cara itu diyakini ekonomi akan terus bertumbuh dan terjadi pemerataan pendapatan. Realitasnya justru melalui proses politik demokrasi, melahirkan peraturan yang menguntungkan para pemilik modal. Pihak Asing—yang notabene penghisap kekayaan negeri ini, lebih dihormati dari pada rakyatnya sendiri. Walhasil, alih-alih tercipta kesejahteraan bersama, yang ada justru makin meningkatnya kesenjangan kelompok kaya dan miskin. Pertumbuhan ekonomi dalam sistem kapitalisme liberal ternyata hanya dinikmati oleh segelintir orang.

Bila ini terus berlanjut, Indonesia yang kini adalah negara kaya sumber daya alam, pada saatnya nanti akan kehilangan berbagai sumber daya ekonomi dan terpuruk menjadi negara yang semakin jauh dari cita-cita terwujudnya baldah thayyibah wa rabbun ghafur. Akankah kita menunggu hal itu terjadi? Dan masihkah percaya pada demokrasi dan sistem ekonomi kapitalis seperti saat ini?

Konferensi ini juga dihadiri oleh para tokoh perempuan yang sudah tidak asing lagi, diantaranya adalah Hj. Irene Handono, beliau menyatakan bahwa demokrasi adalah sebuah sistem buruk yang tidak layak untuk diterapkan. Beliau mengajak kepada kaum muslimah untuk bersegera meninggalkan demokrasi dan berjuang untuk menegakkan Khilafah. Khilafah sebagai satu-satunya sistem terbaik yang datangnya dari Allah akan melahirkan kesejahteraan sebagaimana yang pernah terjadi selama belasan abad.

Di tengah-tengah acara, para peserta disuguhi dokusinema atau film dokumenter perjalanan dakwah yang sangat menarik. Para peserta juga disuguhi tampilan nasyid dari Shoutul Khilafah, dan penampilan spektakuler dari mantan rocker Harry Mukti yang menyanyikan lagu ‘Indonesia Milik Allah’ dan mengajak para peserta untuk memekikkan Takbir dan Khilafah. Di akhir acara, ketua DPP HTI Rokhmat S. Labib menyampaikan pidato politik Hizbut Tahrir Indonesia dan mengajak peserta untuk meninggalkan demokrasi dan sistem ekonomi liberal dan diajak untuk berjuang untuk menegakkan Khilafah. Acara ini ditutup dengan doa yang menyentuh perasaan dan menggugah akal. Subhanallah. Wallahu ‘alam.[]Oleh : Lilis Holisah (Aktivis Muslimah HTI)

sumber: http://detikislam.com/featured/saatnya-khilafah-menggantikan-demokrasi-dan-sistem-ekonomi-liberal/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*