Khilafah: Demi Martabat Perempuan Indonesia
Oleh: Maya Ummu Azka (aktivis MHTI)
Masih ingat dengan kasus “TKI on Sale” pada tahun 2012? Selebaran iklan yang dibuat untuk merendahkan martabat perempuan Indonesia, khususnya TKW di luar negeri. Atau yang terhangat adalah tentang sosok Erwiana, TKW di Hongkong yang mengalami penyiksaan. Lalu Nuraini yang lumpuh setelah bekerja di Kuwait, dan Tursini yang disekap setahun lebih di Singapura (http://buruhmigran.or.id/tag/kekerasan-tki/). Berita tentang TKW yang pulang dalam keadaan berbadan dua tanpa nikah juga tak asing lagi. Serta masih banyak kekerasan dan pelecehan yang menimpa TKW kita di luar negeri.
Sebagai manusia yang punya harga diri, tentu kita merasa miris melihat fakta yang menimpa mereka. Bukan hanya satu tapi beribu kasus bermunculan, baik yang terekspos di media ataupun yang tidak. Lalu ada apa dengan perempuan Indonesia? Mengapa menjadi obyek bulan-bulanan di luar negeri? Dimanakah martabat mereka?
Demi Materi
Di alam demokrasi, dimana uang menjadi penguasa sejati, segala kebijakan tunduk pada yang paling menguntungkan secara materi. Termasuk mengenai TKW. Keputusan pemerintah untuk tetap mempekerjakan perempuan ke luar negeri meski banyak permasalahan juga tak lepas dari unsur materi, yaitu pendapatan negara dari sektor devisa. Menurut Deputi Perlindungan BNP2TKI Lisna Y Poelongan, jasa pengiriman uang alias remitansi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) menyumbang 10% nilai APBN.
“Jumlahnya benar 10 persen dari nilai APBN, menempati posisi kedua setelah pendapatan dari sektor migas,” katanya saat ditemui detikFinance di Gedung Bank Indonesia, Rabu (26/9/2012) (http://finance.detik.com/read/2012/09/26/164718/2038367/4/ini-dia-mengapa-tki-disebut-pahlawan-devisa-negara.).
“Menggadaikan martabat perempuan pun tak apa jika bisa mendatangkan kelimpahan materi”, begitulah prinsipnya. Bahkan dalam sistem ekonomi liberal yang dianut negara demokrasi, perempuan tak lebih sebagai faktor produksi, diperas tenaganya untuk mengisi pundi-pundi negara.
Pembelaan yang dilakukan pemerintah ketika para TKW bermasalah seringkali sebatas lips service yang dilakukan ketika berita tersebut sudah merebak di tengah masyarakat. Tak jarang juga tindakan pemerintah hanya sebatas kuratif bukan preventif. Intinya adalah bagaimana caranya tetap mempertahankan keberadaan TKW di luar negeri. Tindakan tegas penghentian pengiriman TKW tak jua diambil karena dianggap mengurangi devisa negara.
Secara sadar atau tidak, sebenarnya negaralah yang menggadaikan martabat perempuan Indonesia dengan ‘menjual’nya menjadi pekerja di luar negeri. Bagaimana mungkin kita berharap bangsa lain menghargai perempuan di negara kita jika pemerintah sendiri tak menghargainya? Masihkah berharap pada demokrasi yang dianut negara ini? Sudah saatnya perempuan Indonesia melirik solusi yang mampu menjamin penjagaan martabat perempuan secara tuntas.
Butuh Khilafah
Dalam Konferensi Islam dan Peradaban 2014 di Sentul International Convention Center, Selasa (27/05/2014), terdapat penegasan bahwa demokrasi memang tidak berpihak pada masyarakat, karena sejatinya dibuat dari, oleh, dan untuk korporasi. Sehingga yang menjadi fokus penguasa bukanlah melindungi rakyat, tapi menjaga kepentingan pengusaha.
Berbeda dengan sistem khilafah, khalifah adalah junnah atau perisai yang melindungi rakyatnya. Menjaga kehormatan dan martabat perempuan dengan menempatkan mereka dalam posisi yang mulia, serta tidak membebani mereka dengan kewajiban mencari nafkah. Apalagi jika aktivitas mencari nafkah tersebut dilakukan dengan meninggalkan keluarga dan melanggar aturan syari’at lainnya sebagaimana yang dialami TKW.
Khilafah dengan sistem ekonomi islamnya tidak memeras manusia, khususnya perempuan, untuk mengisi keuangan negara. Tetapi akan mengoptimalkan pengelolaan kekayaan alam tanpa bergantung pihak asing, sehingga dapat membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi rakyat. Dan hasilnya pun bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat. Kalaupun harus mengirim tenaga kerja ke luar negeri, maka tenaga ahli lah yang akan dikirim, bukan untuk menjadi buruh.
Oleh karena itu, demokrasi tak perlu lagi dipertahankan. Sudah saatnya perempuan mencampakkan sistem buatan manusia yang rusak dan merusak itu, serta meninggalkan sistem ekonomi liberal yang terbukti menyengsarakan. Dan bersatu-padu memperjuangkan tegaknya Khilafah yang menerapkan syari’at Islam secara sempurna. []