TASIKMALAYA, (PR).Syariat Islam seringkali dipandang sebagai sesuatu yang akan menghapuskan kebhinekaan di Indonesia. Padahal, berdasarkan sejumlah fakta sejarah, Syariat Islam justru memiliki sifat untuk melindungi kebhinekaan dan kemajemukan yang ada di masyarakat. Keberadaan berbagai situs bersejarah dari agama Buddha, Hindu, dan Nasrani menjadi bukti bahwa kekuasaan Islam melindungi kemajemukan. Sebab Islam merupakan agama rahmatan lil alamin.
Hal itu disampaikan Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia, Muhammad Ismail Yusanto usai menjadi pembicara dalam Konferensi Islam dan Peradaban 2014 “Saatnya Khilafah Menggantikan Demokrasi dan Sistem Ekonomi Liberal” di Graha Asia, Jln. KHZ Mustopa, Tasikmalaya, Minggu (1/6/2014).
“Oleh karena itu, tidak ada alasan sebenarnya bagi masyarakat untuk takut kepada Syariat Islam. Sebab, baik di Indonesia ataupun di sejumlah negara lainnya, tidak pernah dalam sejarah kekuasaan Islam menindas umat beragama lain. Keberadaan suku koptik di Mesir dan umat Nasrani di Spanyol juga bisa dijadikan fakta sejarah. Padahal dua negara tersebut pernah dalam kekuasaaan Islam,” ujarnya.
HTI Dituding Anti Pancasila dan NKRI
Sementara itu, sekitar 11 orang yang berasal dari Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa Kabupaten Tasikmalaya, menyatakan paham yang diusung oleh HTI bertentangan dengan Pancasila dan mengancam keutuhan NKRI. Dengan demikian, Ketua PSNU Pagar Nusa Kabupaten Tasikmalaya, Moh An’am Nazily menuntut agar acara yang diselenggarakan oleh HTI di Graha Asia dibubarkan pihak kepolisian.
Menanggapi permintaan tersebut, Kapolres Kota Tasikmalaya, AKBP Noffan Widyayoko mengatakan, berdasarkan koordinasi Polres Kota Tasikmalaya dengan MUI Kota Tasikmalaya dan Kejaksaan Negeri Kota Tasikmalaya selaku Badan Koordinasi Pengawas Aliran dan Kepercayaan Masyarakat, HTI tidak terindikasi melakukan tindakan pidana. Dengan demikian, kegi atan tersebut tidak dapat dibubarkan dan pihak kepolisian wajib melakukan pengamanan.
“Selain itu, yang perlu dipahami oleh seluruh masyarakat adalah Polri dan TNI tidak mungkin berupaya mengamankan acara yang bersifat makar atau penggulingan pemerintahan. Artinya, bila ada kegiatan yang bersifat makar, tentu kami pun tidak akan mau mengamankan kegiatan tersebut dan pelaksana kegiatan mesti berhadapan dengan Polri dan TNI,” ujar Noffan.
Menanggapi adanya pernyataan bahwa HTI merupakan organisasi yang anti Pancasila dan NKRI, Ismail menanggapi hal tersebut merupakan tuduhan yang tidak berdasar. Bila HTI anti Pancasila, untuk apa HTI menolak sistem ekonomi liberal, penjualan aset-aset negara, dan eksploitasi kekayaan alam Indonesia. Semestinya tuduhan anti Pancasila diarahkan pada mereka yang tunduk pada kepentingan asing.
“Terkait apakah HTI mengancam keutuhan NKRI atau tidak, saya pikir kita mesti secara objektif melihat sejarah. Ketika kasus Timor Timur, HTI merupakan salah satu pihak yang terdepan dalam upaya penolakan referendum. Karena, HTI sadar referendum akan mengarah kepada pemisahan Timor Timur dari Indonesia. Kalau kami mengancam keutuhan NKRI, untuk apa kami dahulu menolak referendum,” ujar Ismail.
Kegiatan konferensi tersebut dihadiri oleh undangan yang hadir dari Kota Tasikmalaya, Kab. Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kab. Pangandaran, dan Kota Banjar. Peserta sebanyak 2000 orang tersebut memadati Graha Asia. Usai melaksanakan acara, para peserta pulang dengan tertib dan aman disertai penjagaan dari pihak Polres Kota Tasikmalaya. (Tachta Rizqi Yuandri)***