Pada tanggal 31 Mei, The Malay Mail online dan surat kabar lainnya melaporkan penculikan yang terjadi terhadap seorang balita yang berusia 2 tahun bernama Siti Soffea Emelda. Soffea diculik oleh seorang pria dan sejam kemudian ditemukan tewas dengan kepala terpenggal di tepi Sungai Klang. CCTV dari Kompleks Kota Raya di Pudu menunjukkan kemungkinan tersangka bersama balita itu sekitar tiga jam setelah dia menghilang dari pengasuhan ibunya, Siti Salmi. Siti Salmy, 32 tahun, yang dikatakan oleh polisi sebagai seorang tunawisma dan pengangguran, pergi ke kompleks perbelanjaan pada hari Kamis itu untuk bertemu dengan teman-temannya. Pada sekitar jam 20:00, dia pergi ke toilet dan meninggalkan Siti Soffea bersama dengan empat teman-temannya. Ketika dia kembali lima menit kemudian, Siti Soffea tidak lagi bersama mereka. Tersangka memiliki beberapa catatan pelanggaran kejahatan, termasuk pelanggaran mengenai masalah narkoba. Dia baru dibebaskan dari penjara Kajang beberapa bulan yang lalu.
Komentar:
Kasus penculikan anak sekali lagi muncul di Malaysia dengan berakhir tragis. Anak yang tidak bersalah itu diculik dan hampir dicabuli sebelum dia dibunuh secara brutal. Tentu saja sangat menjijikkan bila kasus ini bukan hanya masalah penculikan biasa tetapi dianggap sebagai kasus kejahatan seksual terhadap anak. Tersangka telah menculik anak itu, kemudian membawanya ke semak-semak untuk dicabuli. Seorang saksi menyatakan bahwa penjahat itu mencoba mencabulinya, namun ketika dia sadar ada orang lain, dia membunuh anak itu dengan ubin keramik, kemudian melompat ke sungai untuk mencoba melarikan diri.
Sangat disayangkan, kekerasan terhadap anak di Malaysia meningkat frekuensinya. Faktor-faktor yang berkontribusi untuk hal ini adalah meningkatnya penyebaran film porno yang saat ini mudah diakses. Ini adalah sebagian akibat dari prinsip kebebasan kepemilikan yang diterapkan dalam sistem kapitalis demokrasi sehingga memungkinkan pornografi diproduksi dan dijual demi mendapatkan keuntungan. Faktor lainnya adalah tersebarnya liberalisme yang membawa nilai kebebasan seksual di negeri itu yang berasal dari Barat dan telah mendorong individu untuk memenuhi naluri mereka dengan cara yang yang mereka inginkan. Selain itu, sistem hukumyang rapuh juga telah diadopsi di negeri itu sehingga mantan narapidana tidak takut untuk melakukan tindak kejahatan lagi meskipun dia baru saja keluar dari penjara.
Untuk mengatasi masalah kekerasan terhadap anak, dengan hanya menerapkan hukum saat ini dalam sistem ini tidaklah cukup. Hal ini karenajelas bahwa undang-undang telah gagal untuk memecahkan masalah ini. Penerapan sistem Islam secara komprehensif diperlukan untuk benar-benar mencegah terjadinya masalah ini. Penerapan sistem Islam akan meminimalkan faktor terkecil sekalipun yang dapat memicu terjadinya kejahatan seksual dan juga perilaku seksual menyimpang lainnya. Hal ini akan tercapai lewat pelarangan langsung pornografi dan tindakan lain yang memberikan kontribusi masyarakat kepada tindakan seksual atau mendorong terjadinya hubungan di luar pernikahan. Hal ini bersama-samaakan menciptakan suasana taqwa dan nilai-nilai luhur dalam masyarakat. Namun, jika ada orang-orang masih melakukannya, maka sistem hukum Islam (uqubat) akan menjadi benteng yang dapat melindungi masyarakat. Ini dilakukana melalui penerapan hukuman yang berat, dan keras terhadap pelakunya untuk memastikan bahwa pelaku itu tidak mengulangi perbuatannya dan agar orang lain juga tidak mengikuti jejak mereka.
Oleh karena itu, penghentian tindak kekerasan terhadap anak dan menyelamatkan masyarakat dari tindak kejahatan seksual hanya dapat diwujudkan dengan membuang sistem dan ideologi demokrasi liberal sekuler dan menggantinya dengan penerapan Syariat Islam secara komprehensif di bawah naungan sistem Khilafah.
Ditulis untuk Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir oleh
Sumayyah Ammar
Anggota Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir