Dolly Ditutup, Kenapa Takut?
Rencana penutupan Gang Dolly, lokalisasi PSK terbesar di Asia Tenggara, oleh Walikota Surabaya Tri Rismaharini, mencuatkan kontroversi. Sebagian menentang dengan alasan ekonomi, bagaimanapun juga keberadaan lokalisasi itu telah memberi lapangan pekerjaan bagi banyak orang, setidaknya sekitar 1.200 PSK yang ada di sana.
Meski sempat ditentang, termasuk oleh wakilnya sendiri, namun Bu Risma tetap pada keputusannya. Jika kita kilas balik, keputusan itu bukanlah semata dorongan emosional, namun telah melalui pergulatan pemikiran dan penelitian yang secara langsung Beliau lakukan. Dan yang paling menguatkan adalah besarnya dampak negatif bagi perkembangan moralitas dan psikologis generasi muda.
Keputusannya itu juga didukung oleh banyak pihak, baik dari kalangan masyarakat maupun dari birokrat. Antara lain disuarakan oleh Muhammad Ismail (Ketua Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Surabaya), yang menyatakan penutupan ini dapat memperbaiki moral generasi muda di Surabaya serta memberikan pelajaran kepada mereka bahwa seks bebas haram menurut tuntunan agama (http://www.tempo.co/read/news/2014/05/31/058581424/Hizbut-Tahrir-Dukung-Risma-Tutup-Gang-DollyTEMPO.CO).
Angkernya Dolly dan Sekulerisme
Pemkot Surabaya dari tahun ke tahun telah berulangkali berencana menutup lokalisasi Gang Dolly, namun tak pernah berhasil. Perputaran rupiah yang mencapai miliaran rupiah ternyata telah mengalahkan kuasa pemerintah setempat.
Kuatnya penolakan penutupan lokalisasi terbesar ini disebabkan adanya ketergantungan ekonomi yang sangat tinggi di sana. Mereka berpendapat penutupan itu akan memutus roda perekonomian mereka yang selama ini berjalan baik. Hal itu lebih mereka takutkan meski sudah mengetahui haramnya perzinahan dalam Islam, agama yang dianut oleh mayoritas mereka. Hal ini yang menjadikan Dolly berkesan ‘angker’.
Pemikiran semacam ini bersumber dari pemahaman sekuler, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Pemahaman ini berpendapat bahwa kemaksiatan, selama itu bisa menghantarkan pada kesejahteraan maka boleh dilakukan. Tak ada lagi standar halal-haram, berganti menjadi standar untung-rugi. Dan pemahaman ini telah berurat akar di tengah masyarakat kita.
Sejahterakah dengan Demokrasi?
Sekulerisme merupakan prinsip dasar sistem demokrasi. Tak heran jika demokrasi mengacuhkan aturan Islam, bahkan memberi kebebasan berperilaku pada individu. Termasuk membebaskan pelacuran untuk mendapatkan kesejahteraan ekonomi.
Namun benarkah demokrasi bisa menghantarkan pada kesejahteraan hakiki? Bukankah dari undang-undang produk demokrasi kekayaan alam Indonesia dikuasai asing? Demokrasi pula yang mencabut subsidi BBM, subsidi pupuk, menaikkan tarif dasar listrik dan melangkakan minyak tanah. Dengan demokrasi, rakyat bukan bertambah sejahtera namun malah sengsara.
Islam, Memuliakan dan Menyejahterakan
Zina, dengan alasan apapun tetap diharamkan oleh Islam. Meski dalam kondisi keterpurukan ekonomi sekalipun, ketaatan tanpa syarat terhadap aturan Allah adalah konsekuensi keimanan. Kesejahteraan haruslah dicapai dengan cara yang diridhoi Allah sebagai Pencipta manusia dan alam semesta.
Syari’at Islam sebagai aturan dari Allah yang Maha Memberi Rizki telah memberikan jaminan terhadap kemuliaan perempuan sekaligus kesejahteraan ekonomi keluarga. Terhadap perempuan, tak ada tuntutan penafkahan karena peran utamanya adalah ibu dan pengatur rumahtangga.
Politik ekonomi Islam negara Khilafah menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat berupa sandang, pangan, papan. Serta menjamin keamanan, pendidikan dan kesehatan tanpa diskriminasi. Begitupula negara memberi kesempatan bagi rakyat untuk memenuhi kebutuhan sekunder maupun tersier-nya. Karena itulah tolak ukur kesejahteraan yang sebenarnya, terpenuhinya kebutuhan pokok per-individu.
Ekonomi Islam juga mengatur kepemilikan, dimana kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak tidak boleh diswastanisasi. Semua harus dikelola negara dan digunakan untuk menyejahterakan rakyat.
Dengan demikian akan tercapailah kesejahteraan hakiki tanpa harus melanggar larangan Alah dan menggadaikan kehormatan kaum perempuan. Sehingga sudah seharusnya penutupan lokalisasi Gang Dolly diikuti juga oleh seluruh lokalisasi pelacuran di Indonesia. Dan ini harus diiringi dengan pembinaan intensif bagi seluruh eks penghuni serta masyarakat sekitarnya untuk membangun kesadaran agar terikat dengan aturan Allah di seluruh sendi kehidupannya.
Semua ini akan dapat tercapai dengan adanya negara Khilafah yang menerapkan Islam kaffah. Oleh karena itu, sudah saatnya kita bersatu mewujudkannya. Wallahu a’lam. []
sumber: http://www.duniaterkini.com/2014/06/dolly-ditutup-kenapa-takut_11.html?m=0#.U5ffebiOQl8.facebook