Penutupan Dolly Ditolak, Ada Apa dengan Negeri Ini?
Pro kontra penutupan gang Dolly yang dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mewarnai pemberitaan media akhir-akhir ini. Banyak yang mendukung rencana Walikota Surabaya untuk menutup lokalisasi prostitusi yang telah berlangsung puluhan tahun tersebut, namun tak sedikit juga yang menolak dengan alasan kesejahteraan ekonomi.
Rencana penutupan lokalisasi yang semula 19 Juni menjadi 18 Juni ini salah satu alasannya karena untuk memutus penyebaran HIV di kawasan lokalisasi. Di kawasan lokalisasi yang sudah ditutup seperti di Moro Seneng, Sememi, Surabaya ternyata masih ditemukan pekerja seks komersial yang beroperasi dan mengidap HIV.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rahmanita mengatakan, pada 2014, hingga akhir Mei, tercatat ada 254 pengidap HIV di Surabaya. Total pengidap HIV di Surabaya sejak 1998 sebanyak 7.600 orang. Di Dolly selama 2012 hingga 2014 ada 215 pengidap HIV.
Inilah Demokrasi
Pihak-pihak yang menolak penutupan lokalisasi prostitusi beralasan bahwa lokalisasi itu menjadi roda perekonomian warga. Dolly menjadi tempat banyak orang bergantung secara ekonomi. Jika Dolly ditutup, maka akan banyak warga yang kehilangan pekerjaannya dan roda perekonomiannya akan macet. Hal inilah yang dikhawatirkan oleh banyak pihak yang menolak penutupan lokalisasi. Mereka merasa sejahtera ketika Dolly tetap dibiarkan menjadi lokalisasi.
Apa yang menjadi pemikiran pihak yang menolak adalah pemikiran yang lahir dari paham sekulerisme yaitu paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Sekulerisme telah mewarnai kehidupan negeri yang mayoritas muslim ini. Sekulerisme pula lah yang menjadikan lokalisasi prostitusi Dolly seolah ‘halal’ karena menjadi tempat bergantung kehidupan warga Dolly. Sekulerisme juga yang menjadikan standar halal-haram tidak lagi diperhatikan, berganti dengan standar manfaat. Na’udzubillah.
Sekulerisme juga lah yang melahirkan sebuah tatanan kehidupan yaitu sistem demokrasi. Sekulerisme menjadi aqidah lahirnya demokrasi. Maka tak heran, jika dalam demokrasi melahirkan berbagai macam kebebasan, yang salah satunya kebebasan berperilaku.
Dari kebebasan berperilaku inilah muncul berbagai macam perilaku yang menyimpang dari tuntunan agama. Salah satunya perilaku seks bebas (perzinahan), meski perzinahan dilakukan atas nama kesejahteraan ekonomi.
Namun coba telisik lebih dalam, apakah memang benar demokrasi melahirkan kesejahteraan hakiki? Apakah mereka yang hidup dari hasil prostitusi benar-benar sejahtera? Kalau memang sudah sejahtera, semestinya tak perlu takut lokalisasi ditutup. Hal ini mengindikasikan bahwa kesejahteraan yang mereka raih adalah kesejahteraan semu.
Demokrasi yang diterapkan negeri ini sebagai sebuah sistem kehidupan tidak menjamin kesejahteraan yang hakiki. Demokrasi hanya melahirkan kesejahteraan semu. Bahkan demokrasi hanya melahirkan kesengsaraan dan penderitaan yang tak berkesudahan. Data BPS menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin pada 2011, dengan garis kemiskinan Rp 233.740,- mencapai 30 juta orang (12 persen). Namun, jika garis tersebut ditambah dengan penduduk yang rentan miskin yakni 1,6 kali garis kemiskinan (Rp 374.000,-) maka jumlahnya melonjak menajdi 102 juta (43 persen).
Demokrasi telah membiarkan kekayaan alam negeri ini dirampok oleh asing. Sehingga rakyat harus menderita karena tidak memiliki harta untuk hidup. Emas dirampok oleh Freeport, minyak dan gas bumi pun demikian, dirampok oleh perusahaan-perusahaan multinasional seperti Exxon, Shell, dll. Pada akhirnya rakyat harus membeli emas dengan harga mahal, migas pun demikiran, padahal emas dan migas milik rakyat, kenapa harus membeli dengan harga yang mahal? Inilah sebuah ironi di negeri yang sangat kaya raya.
Penolakan penutupan Dolly juga menjadi sebuah ironi di negeri yang mayoritas rakyatnya adalah muslim. Padahal, atas nama apapun, perzinahan adalah sebuah kemaksyiatan, sebuah keharaman yang harus segera diberantas.
Islam Solusi Tuntas
Tidak bisa dinafikan bahwa fitrahnya manusia menginginkan kehidupan yang sejahtera. Namun kesejahteraan yang ingin diraih tentu saja juga tidak boleh menyimpang dari rel Pencipta. Artinya bahwa manusia diciptakan dengan seperangkat fitrahnya juga sekaligus dibekali aturan untuk mengelola fitrah manusia tersebut. Sehingga fitrah manusia seluruhnya bisa berjalan secara harmonis bersama manusia dan makhluk lainnya.
Islam sebagai sebuah agama yang sesuai dengan fitrah manusia memahami bahwa manusia memiliki potensi ingin hidup secara berkecukupan, dan Islam memberi solusi bagaimana manusia bisa memenuhi fitrahnya tersebut tanpa harus menyimpang dari garis aturan Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan.
Islam pun sebagai sebuah sistem kehidupan memberikan jawaban bahwa Sistem ekonomi Islam, memberi jaminan terpenuhinya kebutuhan pokok per individu rakyat, sehingga menghilangkan beban yang memicu munculnya kemaksyiatan seperti halnya yang dilakukan oleh para PSK dan mucikari atau memicu munculnya kekerasan termasuk kepada keluarga.
Politik ekonomi Negara Islam menjamin setiap warga negara mendapatkan kebutuhan dasar mereka yaitu pangan, sandang dan perumahan serta jaminan kesehatan, pendidikan dan keamanan. Negara juga memberikan kesempatan kepada setiap warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya. Karena itulah indikator kesejahteraan ekonomi sebuah negara dalam pandangan Islam adalah terpenuhinya kebutuhan pokok individu.
Untuk mewujudkn semua itu, negara berperan sangat dominan dan tidak menyerahkannya kepada mekanisme pasar sebagaimana yang terjadi dalam sistem demokrasi-kapitalisme.
Sistem Politik dalam Islam yaitu Negara Khilafah menjamin perlindungan dan keamanan setiap warganya sebagai prioritas kebijakan dan tidak berkompromi pada tujuan materi, sehingga apapun alasan dilakukannya kemaksyiatan termasuk adanya lokalisasi Dolly atas nama kesejahteraan ekonomi rakyat setempat, tetap tidak akan dibiarkan. Tidak ada kompromi dalam kemaksiatan. Maka, hal-hal yang bisa mengarahkan kepada kemaksiatan akan diberantas, tidak akan dibiarkan tayangan-tayangan yang mengandung unsur pornografi maupun pornoaksi. Tidak akan difasilitasi hal-hal yang akan menyuburkan perilaku maksiat seperti lokalisasi prostitusi.
Negara Khilafah juga akan menerapkan sanksi dengan tegas. Sanksi ini akan menjadi pencegah dan penebus dosa di akhirat kelak (jawabir dan jawazir) sehingga mampu menghapus segala hal yang menyuburkan pornografi-pornoaksi, kriminal dan kekerasan. Para pelaku zina akan dihukum rajam bagi yang pernah menikah dan dicambuk serta diasingkan bagi yang belum pernah menikah.
Indonesia sebagai negeri muslim terbesar di dunia memiliki kekuatan, baik dari segi SDA maupun SDM. Seringkali dikatakan bahwa jumlah penduduk yang sangat besar menjadi beban yang sangat berat bagi pemerintah. Namun lain halnya dengan Negara Khilafah. Bagi Khilafah Islamiyah jumlah penduduk yang banyak, tidak dianggap beban namun sebagai potensi yang akan dibina untuk berkualitas secara fisik, psikis dan intelektualitas untuk menjadi manusia yang bermartabat, bukan sebagai aset ekonomi negara/beban pembangunan yang dalam demokrasi harus diturunkan jumlahnya.
Sikap Semestinya
Melihat fenomena maraknya kekerasan, kriminalitas, kemaksiatan yang kian hari bak jamur di musim penghujan, tentunya kita semua menginginkan segala macam keburukan sirna dan berganti dengan kebaikan. Namun segala kebaikan yang selama ini diharapkan belum juga terwujud disebabkan karena kita dijauhkan dari tatanan kehidupan terbaik yang datangnya dari pencipta, Allah SWT, yaitu Syariat Islam. Saat ini hukum-hukum Islam dieliminasi dari kehidupan berbangsa dan bernegara, digantikan dengan hukum buatan manusia yang nisbi.
Kebaikan akan lahir jika dan hanya jika kita mengembalikan tatanan kehidupan terbaik yang datangnya dari Penicpta kita dalam kehidupan. Syariat harus diterapkan sebagai sebuah sistem hidup yang mengatur urusan pemerintahan negeri ini.
Sesungguhnya pergantian pemimpin yang berulang kali telah dilakukan di negeri ini tidak menjadikan negeri ini lebih baik. Indonesia akan lebih baik jika diterapkan Syariat Islam di dalamnya. Karena sebaik apapun personal pemimpin kelak, jika sistem yang diterapkan masih sistem kufur demorkasi, maka ia akan terjebak dan terjerembab dalam lumpur demokrasi yang menuhankan manusia. Demokrasi menjadikan manusia setara bahkan lebih tinggi dari Pencipta manusia itu sendiri. Demokrasi menjadikan aturan buatan manusia lebih layak diterapkan ketimbang aturan Tuhan.
Maka, semua pihak harus cerdas dalam menentukan pilihan. Karena setiap pilihan hidup akan dipertanggung-jawabkan kelak di hadapan Allah SWT. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang secara nyata-nyata tidak akan menentang titah Tuhannya. Ia tidak akan berani menentang Firman-Nya. Ia pun tidak akan sembunyi-sembunyi untuk berjuang dalam perjuangan penegakkan Syariat-Nya. Ia akan secara terang-terangan memproklamirkan akan menerapkan Aturan Allah dalam setiap aspeknya. Adakah calon pemimpin yang seperti itu? Wa Allahu ‘alam Bishshawab. (Oleh : Lilis Holisah (Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia) []
sumber: http://detikislam.com/share/opini/penutupan-dolly-ditolak-ada-apa-dengan-negeri-ini/