HTI Press. Kota Bogor. Semarak Sambut Ramadhan, Dekatkan Diri pada Allah, Tinggalkan Demokrasi dan Sistem Ekonomi Liberal, demikian tema yang dibahas dalam acara Halqoh Islam dan Peradaban yang diselenggarakan oleh DPD II HTI Kota Bogor di Penthouse Hotel Pangrango 2 yang beralamat di Jalan Raya Pajajaran Bogor Ahad (22/06).
Dengan gaya khas nan energik, M Ramli membuka acara yang dihadiri para Tokoh Bogor tersebut dengan pembacaan Al Fatihah.
“Tema bahasan kita pagi ini adalah menyambut Ramadhan dan menolak Demokrasi. Kira-kira dimana nyambungnya kedua hal tersebut?” tanya Host Agung Wisnuwardana kepada peserta dan para pembicara.
“Saat momentum Ramadhan dan Pemilihan Presiden, diharapkan umat Islam dapat meningkatkan ketaatannya dengan kembali kepada hukum Allah”, timpal Ketua DPD II Hizbut Tahrir Indonesia Kota Bogor Muhammad Irfan.
Lalu apa yang keliru dengan aktivitas berdemokrasi seperti yang banyak orang lakukan menjelang pilpres sekarang ini?
Pemimpin Redaksi Jurnal Bogor M. Ircham mengungkapkan bahwa Pilpres saat ini lebih ramai karena calonnya cuma dua, bukan karena sosoknya. Suasana pemilu tidak jauh berbeda seperti sebelumnya. “Umat diberikan janji-janji yang luar biasa,” ujar Ircham mengutarakan kegelisahannya.
“Banyak hal yang tidak wajar. Berbagai macam hal ada transaksinya. Anggota Legislatif terpilih tidak pernah dinilai kelayakannya untuk menjadi wakil rakyat”. ungkap Aktivis Ormas Benteng Bogor Raya Ahmad Faiz menuturkan pengalamannya menyelami sungai kotor demokrasi.
“Pengusaha yang dekat Penguasa akan memiliki faktor pengali yang tinggi untuk mengembangkan bisnisnya” timpal salah satu Pengusaha Kota Bogor Anas Nasrun.
Ungkapan seirama dinyatakan pula oleh Tokoh Intelektual Budi Susetyo yang mempertanyakan adanya nota kesepahaman antara Kamar Dagang dan Industri Indonesia dengan Calon Presiden.
“KADIN sudah membuat MOU dengan Calon Presiden, ada apa? apakah ini seperti politik Machiavelli?,” ujar kandidat Doktor Pertanian tersebut. Saat ini, tambah Budi, rakyat lebih banyak diperalat oleh pihak-pihak yang berambisi raih kekuasaan dengan melakukan berbagai macam cara.
Ustadz Muda yang juga Penulis buku-buku Best Seller Arif B Iskandar turut menghangatkan diskusi yang berlangsung di lantai enam dengan latar belakang pemandangan gunung Salak ini. “Banyak berhala-berhala, penyembahan kepada selain Allah yang ada di negeri ini. Salah satunya adalah Demokrasi. Para Wakil Rakyat pun sering menghalalkan yang Allah haramkan”, ungkapnya.
Kondisi seperti itu, menunjukkan tentang kebobrokan demokrasi. Menurut Arief B Iskandar, dalam Sistem Demokrasi Malaikat pun bisa menjadi Iblis. “Demokrasi adalah lingkaran setan”, tegasnya. Dalam alam demokrasi memberikan janji-janji manis saat berkampanye menjadi sah-sah saja untuk menarik simpati rakyat, sekalipun pada akhirnya janji tersebut tidak pernah terwujud.
Menjadi wajar jika pada akhirnya umat apatis akan komitmen para capres terhadap masa depan umat Islam.
“Janji munculnya Perda Syariah yang diucapkan capres, kecil kemungkinannya terwujud,” tegas M Ircham
Menanggapi pertanyaan Host tentang pilihan HTI terhadap Capres, M Irfan menjelaskan bahwa Hizbut Tahrir tidak pernah menganjurkan masyarakat untuk golput pada Pilpres mendatang. “HTI senantiasa mengajak agar elemen masyarakat dan capres yang ada untuk terikat dengan Syariat Islam. Jangan salahkan umat Islam, jika saat ini belum ada Capres yang dipilih. Karena capres tidak ada yang pro dengan penerapan syariah”, tutur M Irfan.
Pada kesempatan itu pun, M Irfan mengutip perkataan Anggota Wantimpres Ryaas Rasyid yang mengungkapkan bahwa tidak ada satu pun capres yang akan terapkan Syariat Islam, sekalipun partai yang berkoalisi mayoritas berbasis Islam.
Di akhir acara, Sekretaris DPD II HTI Kota Bogor Mumuh Mulyana Mubarak memaparkan kesimpulan diskusi HIP :
Pertama, Demokrasi yang dipercaya sebagai sistem politik yang akan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi aspirasi masayarakat, ternyata atas nama demokrasi, justru rakyat yang dipaksa mengikuti semua perundangan dan kebijakan politik Penguasa yang cenderung menguntungkan para pemilik modal.
Kedua, pemimpin terpilih yang diyakini akan bekerja demi kepentingan rakyat, ternyata lebih menghormati pihak asing penghisap kekayaan negeri ini.
Ketiga, sistem ekonomi kapitalisme liberal yang dipercaya akan memberikan kesempatan yang sangat luas bagi para pelaku ekonomi untuk melakukan investas dan mengembangkan usahanya, ternyata hanya segelintir orang yang dapat menikmati pertumbuhan ekonomi.
“Bila ini terus berlanjut, Indonesia akan kehilangan berbagai sumber daya ekonomi dan terpuruk menjadi Negara yang semakin jauh dari terwujudnya baldah thayyiban wa rabbun ghafur.”, papar Mumuh.
Sudah saatnya, tambah Mumuh, untuk dilakukan perubahan pemahaman dan sikap untuk bersama-sama meninggalkan demokrasi dan kapitalisme serta menggantikannya dengan kehidupan Islam di bawah naungan Khilafah yang menerapkan Syariah Islam secara kaffah. [] MI Kota Bogor