HIP 44 SulSel: Pilpres, Meneropong Masa Depan Indonesia

HTI PRESS, Makassar – Halqoh Islam dan Peradaban (HIP) seri ke 44 berlangsung di Hotel Lamacca (29/6) dengan menghadirkan ratusan peserta. HIP kali ini mengangkat tema “Pilpres, Meneropong Masa Depan Indonesia”. Sebuah tema yang begitu aktual dan senantiasa menghiasi gelaran pesta demokrasi di media cetak maupun elektronik. Selain mengundang para pemateri yang kapabel di bidangnya, DPD I HTI Sulsel juga mengundang tim Pemenangan dari masing –  masing kandidat calon presiden. Mereka diantaranya: Ir. H. Buhari Kahar Muzakkar yang di wakili oleh Abu Bakar Wasahwa ( TIM Pemenangan Prabowo – Hatta), Andi Buana Raja, SH. MH (TIM Pemenangan Jokowi – JK), Prof. Deddy T. Tikson, Ph.D (Pengamat politik UNHAS), Dr. Arkam Azikin, S.Sos, M.Si (Pengamat Politik Unismuh), Firman Menne, SE. Ak. M.Si (Pengamat Ekonomi Univ. Bosowa 45), dan Ir. Hasanuddin Rasyid, M.Si (DPD I HTI Sulsel).

Tim Pemenangan prabowo dalam kesempatan tersebut mengatakan bahwa sesungguhnya permasalaan di negeri kita ini bertumpu pada lima hal yaitu, kurangngnya ketahanan pangan, hukum yang tidak menjadi panglima, pendidikan yang tidak menghasilkan lulusan –lulusan yang cerdas sekaligus berakhlak, ekonomi yang mengkhawatirkan, serta terjadi kemerosotan moral. Sedangkan Andi   Buana Raja selaku TIM Pemenangan Jokowi – Jk, hanya menekankan pada satu aspek saja untuk memperbaiki indonesia kedepannya yakni Revolusi Mental yang akan melahirkan indonesia bersih.

Menanggapi kedua tim pemenangan, Prof. Deddy selaku pengamat ekonomi politik justru melihat indonesia butuh pemimpin yang lebih dari kedua kandidat tersebut. Bahkan beliau melihat apa yang di canangkan kedua kandidat sekedar opium saja. Negara yang besar ini menurut beliau penuh dengan permasalahan yang kompleks. Parahnya, negara ini juga di huni oleh para elit politik yang rusak akhlaknya sehingga tindak korupsi dan upaya memperkaya diri sendiri sering terjadi. Padahal dalam sejarah khalifah yang mahsyur seperti khalifah Umar bin abdul aziz, pemimpin itu justru menyerahkan hartanya ke baitul mal dan tercatat tidak memiliki harta pada akhir kepemimpinannya. Hal ini berbeda dengan apa yang terlihat dari para pemimpin di indonesia.

“Tapi pemimpin di indonesia boro-boro miskin. Mereka malah mengambil harta milik negara dari APBN.” Pungkasnya.

Lebih jauh, Prof. Deddy mengatakan bahwa konsep ekonomi yang ditawarkan oleh kedua capres yakni ekonomi kerakyatan dan berdikari, sekedar candu semata. Kedua capres tidak memiliki transformasi ekonomi yang mendasar, sehingga kedua – duanya masih berlandaskan Ekonomi Kapitalisme – Liberal. jika ekonomi kapitalisme yang terus digunakan maka jangan pernah berharap kaum buruh akan sejahtera, sebab kapitalisme adalah predatori dimana yang kuat memakan yang lemah.

“Keberhasilan di Indonesia hanya kasus. Kedua calon presiden mengusung kapitalisme. Saya belum dengar dari kedua calon untuk mengembalikan aset negara yg dikuasai asing.” Tuturnya.

menambah apa yang telah di paparkan oleh Prof. Deddy mengenai permasalah – permasalah yang melilit negeri ini, Arqam Azikin dalam kapasitasnya sebagi pengamat politik mengatakan bahwa saat ini elit – elit politik yang duduk di parlemen tidak mengurusi rakyat. UU yang mereka buat hanya untuk kepentingan dirinya, partainya dan kroni – kroninya. Jika mereka ingin serius merubah masa depan negara ini maka hal yang seharusnya mereka lakukan adalah merubah UU. Kepartaian, UU. Pemilu, dan UU. Titipan asing. Karena saat ini aturan yang mereka buat dan dilegalkan dalam UU memang memberi ruang yang luas untuk melakukan kecurangan – kecurangan dalam proses pemilu. Sehingga, mereka para kapitalis yang memiliki banyak dana akan dengan mudah terpilih dan duduk di kursi parlemen.

“Jika hal ini terus kita biarkan, maka negara ini akan hancur secara sistematis. Kondisi yang terus menerus terjadi saat ini bisa mengundang dengan hormat untuk terjadinya revolusi.” Kata beliau.

Pengamat Ekonomi Firman Menne, turut mempertegas penjelasan prof. Deddy Tikson mengenai konsep ekonomi yang ditawarkan oleh kedua capres. Beliau mengatakan bahwa konsep ekonomi kerakyatan dan berdikari hanya sebuah pencitraan yang dilakukan oleh kedua capres, kerena apa yang mereka katakan begitu jauh berbeda dengan apa yang mereka lakukan. Capres prabowo yang katanya ingin menasionalisasi perusahaan asing yang ada di negeri ini, tapi beliau mengatakan itu ketika sudah menjadi capres. Jika betul ada keseriusan untuk melakukan hal itu maka seharusnya sikap itu di ambil sedari dulu. Waktu terjadi perpanjangan kontrak oleh PT. Freport partai gerindra tenang – tenang saja. Belum lagi capres jokowi, ketika ia telah resmi menjadi capres hal pertama yang beliau lakukan adalah menemui Dubes AS, dan Dubes Vatikan di rumah seorang konglongmerat china. Terlebih lagi ketika Jokowi menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, ia malah mengambil hutang dari ADB untuk menjalankan proyek kanal. Inilah yang menjadi bukti bahwa kedua capres tetap tunduk pada ekonomi Kapitalisme – liberal.

Wacana syariat islam sempat mengemuka di awal diskusi dan di tanggapi secara normatif oleh kedua tim pemenangan capres. Namun demikian, Ir. Hasanuddin Rasyid memandang bahwa capres yang ada saat ini justru tidak mengerti syariat Islam. Bukti mereka tidak mengerti syariat islam,dapat di tengok sewaktu jokowi maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta, kan yang mengusulkan ahok untuk menjadi wakilnya adalah Prabowo. Dan jika pada pemilu nanti jokowi menang maka otomatis jokowi membiarkan masyarakat jakarta dipimpin oleh non muslim. Padahal sudah sangat jelas dalam Al-Qur’an bahwa umat muslim haram dipimpin oleh kaum kafir. Menurut beliau, kedua capres yang ada saat ini adalah satu paket dan tak ada bedanya. Olehnya itu yang harus menjadi perhatian jika belum maka solusi satu-satunya adalah penggantian sistem bukan hanya penggantian person. Dalam hal ini HTI menawarkan sistem Islam atau Khilafah.

“berhentilah bermain-main dalam kesia-siaan. bulan ini adalah bulan di turunkannya alQur’an. Kitab yang tidak hanya mengajarkan perbaikan akhlak tetapi juga sistem kehidupan kita. Kerusakan akhlak itu akibat dari rusaknya sistem kehidupan kita.” Tutup beliau. [] MI Sulsel/Rifai/Ammar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*