Hubungan khilafah dan Ramadhan sangatlah erat. Banyak hal penting dari bulan Ramadhan ini yang benar-benar akan terwujud kalau ditengah-tengah umat Islam ada khilafah. Bulan Ramadhan kerap disebut dengan syahrul Qur’an, bulan diturunkannya Alquran. Sementara Alquran bukan hanya untuk dibaca, tapi juga untuk diterapkan secara totalitas. Karena Alquran merupakan pedoman hidup kita (hudallinnas).
Hanya saja, ketiadaan khilafah sebagai institusi negara yang menerapkan syariat Islam, telah berakibat banyak hukum-hukum Allah SWT yang tidak bisa diterapkan. Kewajiban hukum qishash, jilid bagi pezina, larangan riba, kewajiban taat kepada ulil amri (khalifah), semuanya tidak bisa dilaksanakan tanpa khilafah.
Demikian pula, tanpa khilafah apa yang menjadi tujuan dari shaum kita, agar kita bertakwa, tidak seutuhnya bisa kita wujudkan. Bukankah takwa itu artinya menjalankan seluruh perintah Allah SWT dan meninggalkan seluruh larangan Allah SWT?Bagaimana mungkin seluruh hukum-hukum Allah SWT bisa diterapkan tanpa adanya khilafah? Bagaimana mungkin kita meraih takwa yang totalitas, sementara ekonomi kita masih mengadopsi sistem kapitalis,politik kita mendewakan demokrasi, kemaksiatan dibiarkan atas nama liberalisme?
Ramadhan juga merupakan bulan yang penuh dengan rahmat, berupa banyaknya kasih sayang Allah SWT kapada kita. Termasuk melimpahnya ampunan Allah SWT kepada kita (syahrul maghfirah). Kembali kita bertanya, pantaskah kita mendapatkan kasih sayang Allah SWT dan ampunan Allah SWT, sementara bagitu banyak hukum-hukum Allah SWT yang kita abaikan? Kita membiarkan kemaksiatan yang merajalela di depan mata? Sementara sekali lagi, untuk bisa menerapkan hukum Allah secara totalitas kita memerlukan khilafah.
Pantaskah kita mendapat kasih sayang Allah SWT dan ampunanNya, sementara kita tidak peduli dengan penderitaan umat Islam di berbagai belahan dunia. Kita tidak ambil pusingdengan nyawa kaum Muslimin yang dibunuh secara kejam oleh negara-negara imperialis di Irak, Afghanistan, dan Palestina. Kita acuh dengan tangisan minta tolong dari saudara-saudara kita di Suriah, Turkistan Timur (Xinjiang), saat mereka menghadapi penguasa-penguasa zalim yang menindas mereka? Pantaskah kita mendapakan kasih sayang Allah SWT saat kita biarkan saudara-saudara kita yang hidup miskin dan menderita akibat penerapan sistem kapitalisme dan abainya penguasa-penguasa mereka?
Sekali lagi semua ini terjadi akibat di tengah-tengah umat Islam tidak ada lagi khilafah yang melindungi nyawa umat Islam, membebaskan negeri-negeri Islam yang tertindas. Tidak ada lagi khilafah yang menjamin kebutuhan pokok tiap individu rakyat, memberikan pendidikan dan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat. Tidak ada lagi khilafah yang menjaga kekayaan alam negeri-negeri Islam yang dirampok oleh negara imperialis atas dasar kapitalisme.
Para ulama sering menyebut Ramadhan dengan syahrul jud. Al Jud maknanya banyak memberi, banyak bersedekah, dan banyak membantu fakir miskin. Pertanyaan pentingnya, bagaimana kalau kemiskinan itu terjadi secara sistemik dan merata akibat produk sistem kapitalisme? Tentu tidak bisa diselesaikan dengan hanya memberikan sedekah. Tapi kita wajib membabat habis sistem kapitalisme yang menjadi pangkal kemiskinan umat dan menggantinya dengan syariah Islam. Kita pun wajib menghentikan penjajahan negara-negara imperialis di dunia Islam yang merampok atas nama investasi asing, perdagangan global dan hutang luar negeri. Tentu semua ini hanya bisa dilawan dengan tegaknya khilafah.
Ramadhan juga disebut sebagai syahrul jihad, betapa banyak kemenangan yang diraih kaum Muslimin saat berperang (jihad fi sabilillah) di bulan Ramadhan. Sebagian besar jihad ini dilakukan oleh kaum Muslimin sebagai bagian dari politik luar negeri negara Islam yaitu dakwah. Dan sebagian besar perang ini berada di bawah komando kepala negara (amirud daulah) atau khalifahuntuk membebaskan negeri-negeri Islam yang ditindas. Jihad sebagai bagian tahapan politik luar negeri daulah Islam, tidak mungkin bisa dilakukan kalau ditengah-tengah umat Islam tanpa ada khilafah.
Walhasil, seharusnya bulan Ramadhan yang penuh berkah inimenjadi pendorong bagi kita untuk bersungguh-sungguh menegakkan kembali khilafah. Sebab, tanpa khilafah, Ramadhan demi Ramadhan akan berlalu tanpa membawa perubahan yang berarti di tengah-tengah umat. Perkara inilah yang dijelaskan Amir Hizbut Tahrir dalam pidatonya saat menyambut 1 Ramadhan 1435 H lalu. Al ‘Alim Syeikh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah, mengakhiri pidatonya dengan kalimat yang perlu kita renungkan: “Dan terakhir, kita wajib memiliki perhatian terhadap puasa agar Allah ridha kepada kita dan mengampuni dosa-dosa kita yang terdahulu. Begitu juga kita wajib menaruh perhatian terhadap perjuangan untuk melanjutkan kehudupan islami dengan tegaknya al-Khilafah ar-Rasyidah agar kita termasuk orang-orang yang meraih keberhasilan di dunia dengan penerapan hukum-hukum Allah, bernaung dengan panji Rasulullah SAW, panji al-‘Uqab, panji Lâ ilaha illa Allâh Muhammad Rasûlullâh, dan agar kita termasuk orang-orang yang meraih keberhasilan di akhirat dengan izin Allah, bernaung dengan naungan pada hari di mana tiada naungan kecuali naungan-Nya, sehingga kita meraih keberhasilan di dunia dan akhirat dan yang demikian itu merupakan keberhasilan yang agung.” (Farid Wadjdi)