Syariat Islam, Standar Hidup Hakiki Berdampak Kebaikan
HTI Press. Bantul. Minggu 15/6/2014. Sesungguhnya Allah memberikan pilihan kepada manusia, tinggal manusia sendiri mau memilih perbuatan yang sesuai dengan Islam ataubertentangan.Di tengah derasnya arus perubahan zaman dan juga serangan pemikiran serta budaya global,manusia harus jeli dalam memilih tentang apa sajayang bertentangan dengan Islam untuk menghindarinya. Karena Islam agama yang sempurna,Islamlah solusi seluruh problematika manusia.
Menyadari hal tersebut dan untuk memahamkan umat muslim, khususnya kaum muslimah di Kecamatan Kasihan, Bantul, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPC Kasihan menyelenggarakan acara Dauroh Muslimah dengan tema “Syari’at Islam Solusi Problematika Manusia“. Dauroh dilaksanakan di Serambi Masjid Ainun Jariyah, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul. Hadir sekitar 50 peserta yang berasal dari beberapa dusun di kecamatan Kasihan dan Sedayu, acara berlangsung khidmat.
“Standar umum yang biasa digunakan oleh manusia dalam melakukan perbuatan, Pertama, pengamatan indera serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Kedua, perasaan atau hati nurani. Ketiga, predikat perbuatan. Keempat, pendapat orang banyak. Kelima, adat istiadat. Keenam, undang-undang. ”demikian ungkap Ustadzah Wahyu Utami, S.Pd. (Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPC Kasihan), mengawali materinya pagi itu.
“Dari keenam tersebut apakah ada yang boleh kita jadikan sebagai standar dalam menentukan perbuatan kita?” Tanya ustadzah kepada jamaah. Dan serentak jamaah menjawab, “Tidak ada…!”. “Sehingga dari keenam poin tadi, dapat kita simpulkan bahwa poin pertama hingga poin keenam tidak dapat dijadikan standar dalam melakukan perbuatan,” jelas Ustadzah Wahyu Utami.
Di dalam Al-Quran surat Al-Jatsiyah;18, Allah berfirman “Kemudian Kami jadikan kamu berada diatas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”.
Sebagai wujud maupun bentuk ketaatan serta penghambaan kita kepada Allah, sudah semestinya kita memakai hukum yang hanya berasal dari Allah SWT, yaitu Syari’at Islam,” pungkas ustadzah kepada jamaah.
Beragam pertanyaan seputar kehidupan terus bermunculan seperti salah satunya budaya Nyadran yang masih kental di masyarakat Jogjakarta saat ini. Menjawab pertanyaan tersebut, Ustadzah Wahyu Utami menguraikan bahwa budaya Nyadran yang dilaksanakan setiap bulan Sya’ban (sebelum Ramadhan) bukanlah berasal dari Islam akan tetapi hanya budaya nenek moyang, yang kalau kita kaji lebih dalam dan lebih detil justru budaya tersebut sangat bertentangan dengan Islam. Karena di dalam Al-Qur’an tak ada satupun ayat tentang budaya Nyadran itu tadi, bahkan Rasulullah pun tidak pernah memberikan contoh kepada umatnya mengenai budaya Nyadran. Sehingga, budaya tersebut tidak boleh diikuti oleh kaum muslim. Namun demikian terkait dengan ziarah kubur, hukumnya adalah sunah karena Rasulullah sendiri menganjurkan umatnya untuk berziarah kubur. “Sehingga dibolehkan kaum muslim melaksanakan ziarah kubur, hanya saja tidak ada tuntunan nmengkhususkan pada hari-hari/ bulan-bulan tertentu saja,” jelas Ustadzah Wahyu Utami. []